Ekonomi memburuk, pantas ada unjuk rasa “Indonesia Gelap”

KN. Pemerintah memproyeksikan defisit anggaran dalam APBN 2025 mencapai Rp616,2 triliun. Hal ini terjadi karena belanja negara direncanakan sebesar Rp3.621,3 triliun, sementara penerimaan negara hanya dipatok Rp3.005,1 triliun.

Hal itu tertuang dalam Undang-Undang (UU) APBN 2025. Dengan kondisi ini, pemerintah perlu mencari sumber pendapatan tambahan guna menutup selisih yang cukup besar.

Ia menyoroti perubahan skema ini membuat dividen dari BUMN yang sebelumnya masuk dalam penerimaan negara bukan pajak (PNBP) kini tidak lagi tercatat sebagai pendapatan negara.

Untuk menutupi kebutuhan belanja tersebut, pemerintah menargetkan kenaikan penerimaan negara sebesar 5,72 persen dibandingkan realisasi 2024 yang mencapai Rp2.842,5 triliun.

Dalam UU APBN 2025, sumber utama penerimaan negara berasal dari pajak sebesar Rp2.490,9 triliun, yang ditargetkan tumbuh 11,5 persen dari realisasi 2024 yang mencapai Rp2.842,3 triliun. Sementara itu, PNBP diperkirakan mencapai Rp513,6 triliun.

Setoran dividen dari 65 BUMN ke negara pada 2025 ditargetkan sebesar Rp90 triliun, naik dari Rp85,5 triliun pada 2024, dengan total aset yang dikelola mencapai Rp10.402 triliun.

Namun, dengan perubahan status BUMN di bawah Danantara, dividen tersebut tidak lagi masuk dalam PNBP.

“Status Danantara inilah yang membuat perusahaan BUMN yang dikelola Danantara bukan lagi kekayaan negara yang dipisahkan, sehingga tidak ada lagi yang namanya pendapatan dari PNBP dari BUMN tersebut,” tambah Nawardi.

Dengan kondisi ini, Nawardi menekankan bahwa Kementerian Keuangan perlu merevisi skema penerimaan negara agar ada solusi pengganti bagi pendapatan yang sebelumnya bersumber dari dividen BUMN.

Presiden Prabowo Subianto menargetkan efisiensi anggaran di kementerian dan lembaga (K/L) , serta Pemerintah Daerah (Pemda) diberlakukan dua putaran. Dimana target dana yang bisa dihemat mencapai ratusan triliun rupiah. Angka efisiensi disampaikan Kepala Negara HUT ke-17 Partai Gerindra, Sabtu (15/2/2025). Adapun dasar hukumnya berupa Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD Tahun Anggaran 2025.

Fase pertama efisiensi anggaran tengah dilakukan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dengan target Rp300 triliun. “Memang penghematan yang lagi ramai, penghematan yang kita lakukan, penghematan putaran pertama oleh Kementerian Keuangan disisir, dihemat Rp300 triliun,” ujar Prabowo. Tahap kedua, penghematan anggaran di lingkup K/L dan Pemda dengan total Rp308 triliun. Namun Rp58 triliun akan dikembalikan lagi ke K/L sehingga nilainya menjadi Rp250 triliun. Adapun, waktu pemberlakuan pemangkasan anggaran fase kedua belum disampaikan Kepala Negara, namun potensi ini bisa saja berlaku pada 2026.

“Penghematan putaran kedua Rp308 triliun. Dividen dari BUMN Rp300 triliun, Rp100 triliun dikembalikan. Jadi totalnya kita punya Rp750 triliun,” kata dia. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati sebelumnya menyebut rekonstruksi atas efisiensi anggaran K/L dan Pemda di 2025 dijadikan baseline atau acuan penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026 nanti. Hal itu disampaikan saat rapat kerja (raker) bersama Komisi XI DPR RI. Menurutnya, efisiensi anggaran bisa menciptakan sebuah budaya baru di level birokrasi. “Kami menyetujui bahwa dari efisiensi di kementerian dan lembaga di 2025 akan dijadikan sebagai baseline,” ucap Sri Mulyani.

Korban PHK akan menerima manfaat tunai 60% dari gaji selama 6 bulan yang berlaku mulai tahun ini. Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor (PP) 6 tahun 2025 tentang Perubahan atas PP nomor 37 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).

Dalam PP yang ditandatangani Presiden Prabowo Subianto pada 7 Februari 2025, sejumlah poin diubah dari aturan sebelumnya. Sebagai informasi, kebijakan JKP berupa manfaat tunai 60% dari gaji sudah diumumkan Menteri Ketenagakerjaan Yassierli pada Desember 2024.

Program JKP diselenggarakan BPJS Ketenagakerjaan. Mengutip situs BPJS Ketenagakerjaan, JKP adalah jaminan yang diberikan kepada pekerja/buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja berupa manfaat uang tunai, akses informasi pasar kerja, dan pelatihan kerja.

“Manfaat uang tunai diberikan setiap bulan sebesar 60% dari upah, untuk paling lama 6 bulan,” bunyi pasal 21 ayat 1. Upah yang digunakan sebagai dasar pembayaran manfaat uang tunai merupakan upah terakhir buruh yang dilaporkan pengusaha kepada BPJS Ketenagakerjaan, dan tidak melebihi batas atas upah yang ditetapkan. Batas atas upah tersebut adalah Rp 5.000.000

“Dalam hal upah melebihi batas atas upah maka upah yang digunakan sebagai dasar pembayaran manfaat uang tunai sebesar batas atas upah,” jelas pasal 21 ayat 4.

Poin lain yang diatur dalam beleid tersebut adalah besaran iuran JKP dalam sebulan. Di aturan sebelumnya iuran JKP ditetapkan sebesar 0,46% daru upah sebulan, sementara kini iuran JKP ditetapkan sebesar 0,36% dari upah sebulan.

Dijelaskan juga hak atas manfaat JKP akan hilang jika pekerja tidak mengajukan permohonan klaim manfaat JKP selama 6 bulan sejak terjadi PHK, lalu telah mendapatkan pekerjaan baru, atau telah meninggal dunia.

Dalam catatan detikcom, Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan, Anggoro Eko Cahyo menjelaskan perbedaan insentif terhadap program JKP yang terbaru. Sebelumnya jumlah manfaat uang tunai JKP adalah 45% dari upah terakhir untuk 3 bulan pertama dan 25% dari upah terakhir untuk 3 bulan selanjutnya.

“Untuk JKP menambahkan sedikit saja bahwa manfaat tunai 60% flat selama 6 bulan, di mana selama ini manfaatnya adalah 3 bulan pertama 45% 3 bulan kedua adalah 25%. Jadi sekarang flat 60%,” terang Anggoro dalam Konferensi Pers: Paket Stimulus Ekonomi dan Kesejahteraan Masyarakat, di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat,

Direktur Utama LPP TVRI Iman Brotoseno mengatakan, TVRI tidak melakukan PHK terhadap ASN, baik Pegawai Negeri Sipil (PNS) maupun Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja atau PPPK. Ia menegaskan bahwa TVRI tidak mem-PHK Pegawai Bukan Pegawai Negeri Sipil (PBPNS) atau Pegawai Pemerintah Non-Pegawai Negeri (PPNPN).

Namun, Iman mengakui bahwa TVRI melakukan pengurangan kontributor.

“Pengurangan kontributor itu bukan kebijakan TVRI Nasional atau Pusat. Kontributor hanya freelance, dan dibayar ketika berita yang mereka kirim dinaikkan. Itu pun dibayar oleh TVRI Daerah,” jelasnya.

Menurutnya, kebijakan pemberhentian pemakaian jasa kontributor itu kebijakan TVRI Daerah, bukan LPP TVRI atau TVRI Pusat. Ia menjelaskan, kontributor adalah honorer atau pekerja lepas yang baru dibayar menggunakan anggaran TVRI Daerah bila berita hasil produksi mereka ditayangkan.


“Kontributor bukan PPNPN atau pegawai pendukung non-pegawai negeri, bukan juga ASN. Makanya tergantung daerah untuk mengurangi kontributor atau tetap memakai sebagian,” katanya.

Selain TVRI, efisiensi anggaran juga berdampak kepada kontributor LPP Radio Republik Indonesia (RRI). Seorang penyiar RRI Pro 2 Ternate, misalnya, menyuarakan pendapatnya melalui akun Instagram @aiinizzaa mengenai pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dialaminya.

Dalam unggahan itu, ia mengungkapkan bahwa dirinya telah bekerja selama 11 tahun di RRI, tapi kini terkena imbas efisiensi anggaran. Curhatan ini mendapat respons dari akun resmi Partai Gerindra yang turut menyoroti kebijakan tersebut.

RRI mengalami pemangkasan anggaran sebesar Rp300 miliar dari pagu anggaran sebesar Rp1,7 triliun pada 2025.

Juru Bicara RRI, Yonas Markus Tuhuleruw, mengakui pengurangan tenaga lepas merupakan salah satu langkah efisiensi yang terpaksa diambil.

“Itu pun pilihan terakhir dalam keputusan dan kebijakan direksi terkait tenaga lepas atau kontributor,” kata Yonas.

Ia menjelaskan, tenaga lepas, seperti kontributor, pengisi acara, produser, dan music director, tidak memiliki tugas rutin seperti ASN. Oleh karena itu, posisi-posisi tersebut terkena dampak efisiensi.

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia menilai dampak pemutusan hubungan kerja atau PHK di TVRI dan RRI mengakibatkan berkurangnya materi isi siaran yang menjadi hak publik. Masalah ini juga menambah catatan buruk kondisi perburuhan media massa di Indonesia pascadigitalisasi.

“Keputusan efisiensi ini dipastikan berdampak pada penurunan kualitas siaran atau produk jurnalistik yang dihasilkan dua media layanan publik ini karena mereka yang terkena PHK juga meliputi jurnalis dan reporter lapangan,” kata Nany Afrida, Ketua AJI Indonesia.

Menurut Nany, masih banyak masyarakat yang bergantung pada informasi dari TVRI dan RRI, terutama di kawasan terpencil dan pedesaan.

“Tanpa layanan dari lembaga ini, bisa-bisa masyarakat akan kehilangan informasi dan tidak menutup kemungkinan akan mendapatkan informasi yang salah dan itu membahayakan,” ujarnya.

Nany menilai kebijakan hemat anggaran semestinya tidak diterapkan secara pukul rata. Lembaga penyiaran publik di berbagai negara maju seperti Jerman dan Inggris mendapat tempat terhormat dan anggarannya dijaga dalam rangka menjaga hak publik atas pelayanan informasi berkualitas.

“Kita harus ingat bahwa layanan informasi yang berkualitas (pendidikan) itu adalah bagian dari hak asasi manusia,” tegas Nany.

Ia juga mempertanyakan komitmen Presiden Prabowo Subianto dalam meningkatkan kualitas pendidikan warga melalui media publik. Sebab, kebijakannya justru melemahkan RRI/TVRI.

AJI menilai anggaran untuk TVRI dan RRI selama ini sudah kecil, sementara jurnalisnya dibayar rendah.

“Di daerah, mereka bahkan dibayar di bawah UMR, padahal perannya sangat vital dalam penyampaian informasi publik,” ujarnya.

Menurutnya, dalam kondisi krisis manajemen sejak reformasi 1998, TVRI dan RRI seharusnya mendapat perhatian khusus dalam transformasi kelembagaan dan pendanaan. PHK terhadap lebih dari 1.000 kontributor akibat kebijakan efisiensi anggaran ini hanya akan memperburuk kondisi ketenagakerjaan media di Indonesia.

Batal PHK setelah Restrukturisasi

Komisi VII DPR RI menggelar rapat kerja bersama LPP TVRI dan RRI. Dalam pertemuan itu, Direktur Utama TVRI Iman Brotoseno menyatakan batal mem-PHK pekerjanya imbas efisiensi anggaran. Pihaknya telah mengatur ulang anggaran.

Ia menjelaskan melakukan restrukturisasi anggaran bersama DJA Kemenkeu pada 11 Februari 2025 kemarin. Hasilnya dari semua anggaran diblokir sebesar Rp732,2 miliar berkurang sebesar Rp276,5 miliar.

“Sehingga efisiensi anggaran LPP TVRI menjadi sebesar Rp455,7 miliar,” kata Iman.

Dengan adanya hal itu, ia menyebut akan mempekerjakan kembali pegawai hingga kontributor yang sebelumnya terkena PHK.

“Kami akan menindaklanjuti bahwa setelah rapat RDP ini tidak ada lagi semacam perumahan atau pengurangan honor dan hal-hal yang berkaitan dengan penghasilan dari kontributor di daerah. Jadi kami setuju dan sepakat,” katanya.

Hal yang sama juga dikatakan Direktur Utama RRI, I Hendrasmo. Ia memastikan tidak ada PHK pegawai sampai kontributor imbas efisiensi anggaran.

Ia menjelaskan telah merestrukturisasi anggaran bersama DJA Kemenkeu. “LPP RRI mendapat kelonggaran berupa pengurangan jumlah blokir yang semula sebesar Rp334 miliar menjadi Rp170,9 miliar,” kata Hendrasmo.

Adapun RRI memiliki sisa anggaran Rp337 miliar untuk Operasional dan Belanja Modal. Prioritas anggaran setelah diberi kelonggaran blokir adalah menghidupkan pemancar Program 4 dan Program 5 untuk kembali mengudara.

“Juga siaran operasional di stasiun produksi yang semula 5 jam sekarang menjadi normal, menjadi 19 jam. Kemudian kan dipergunakan untuk pembayaran penghasilan PPN-PN untuk satpam pramubakti, driver itu tetap terpenuhi,” katanya.

Selain itu, juga untuk membayar honor kontributor, penyiar maupun produser.

Mendengar pernyataan Hendrasmo, Ketua Komisi VII DPR Saleh Partaonan Daulay melempar pertanyaan memastikan jika pegawai hingga kontributor tak ada yang dirumahkan imbas efisiensi anggaran.

“Jadi tapi nggak ada yang dirumahkan ini ya?” kata Saleh.

“Tidak ada (PHK),” kata Hendrasmo.

Sementara itu, seorang kontributor TVRI di Aceh masih menunggu kepastian nasibnya. Menurutnya, apa yang disampaikan pimpinan TVRI dalam rapat bersama DPR RI itu belum dapat dipegang sebelum terjadi.

  • Related Posts

    Isu Pergantian Kapolri Dinilai Berpotensi Ganggu Stabilitas Nasional Oleh: Ridwan 98 Ketua Umum GEMA PUAN

    KN. Pasca peristiwa Agustus Kelabu 2025, perhatian publik tertuju pada institusi Kepolisian Republik Indonesia (Polri) yang dipimpin Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Sebagai garda terdepan dalam menjaga keamanan dalam negeri, Polri…

    GNB Antara Perbaikan Institusi atau Penggulingan Kapolri? Jejak Romo Setyo Menjadi Kisi-Kisi Jawabannya

    KN. Kehadiran Romo Setyo dalam diskusi yang mengusung agenda “copot Kapolri” semakin menegaskan bahwa jargon “Reformasi Polri” tidak lahir dari niat tulus untuk memperbaiki institusi, melainkan sebuah instrumen politik yang…

    Leave a Reply

    Your email address will not be published. Required fields are marked *