Oleh : Dewangga Saputra Mansyur
Stramed, Sejumlah elemen buruh konon dikabarkan akan melakukan aksi unjuk rasa tanggal 28 dan 29 Juli 2020 ke Gedung MPR/DPR dalam rangka menolak Omnibus Law yang rumorsnya beredar di kalangan aktifis bahwa RUU yang diklaim sebagai “RUU Cilaka” di kalangan aktifis ini masih terus dibahas oleh Baleg DPR RI, walaupun di masa reses.
Daya tarik Omnibus Law ini memang semakin menjadi dahsyat ketika harus dibahas saat terjadinya pandemi Covid-19 dan ditengah mengalir derasnya tenaga kerja asing bahkan yang unskill khususnya dari Tiongkok. Oleh karena itu, menjadi wajar jika kemudian massa menilai pemerintah dan DPR RI kurang memiliki sense of crisis. Benarkah? Mungkin saja salah, hal ini karena narasi positif atau membela Omnibus Law yang seharusnya dilakukan kementerian/Lembaga negara terkait melalui jejaring kerjanya tampaknya kalah intens dan kalah menarik isunya dibandingkan narasi sebaliknya yang dikembangkan elemen buruh dan civil society lainnya.
Minor terhadap Omnibus Law
Bagi elemen mahasiswa, RUU Omnibus Law Cipta Kerja merupakan isu yang sexy bagi mahasiswa, sehingga banyak yang merespons. Hal itu wajar karena mahasiswa juga ingin menunjukkan sikap kritisnya.
Namun tampaknya elemen mahasiswa masih belum all out melakukan aksi perlawanan, dan selama ini hanya intens melakukan aksi framing negatif saja terhadap Omnibus Law, hal ini terlihat pada saat aksi buruh dan mahasiswa menolak RUU Omnibus Law Cipta Kerja tanggal 16 Juli 2020 di Gedung DPR RI, aksi mahasiswa kurang dominan dari sisi jumlah massa, yang menurut sejumlah pentolan mahasiswa terjadi karena mahasiswa masih pulang kampung karena perkuliahan dilakukan secara online. Di samping itu, faktor pandemi Covid-19 juga dapat mengurangi gerakan aksi mahasiswa. Ke depan, kekuatan aksi massa mahasiswa yang menolak Omnibus Law tampaknya juga tidak bisa dalam jumlah besar.
Sementara itu, di kalangan buruh jika dipetakan persepsi atau opininya terkait Omnibus Law juga didominasi persepsi yang minor antara lain : dalam pembentukan UU pada awal dimuka cukup bagus, tetapi ketika memasuki batang tubuh UU sangat tidak memihak buruh; Pasal pasal yang sudah dikalahkan dalam MA dibangkitkan kembali maka dari itu kita harus terus mengawal agar tidak melenceng; PP 78 yang tidak rasional selalu didorong untuk tetap diberlakukan maka dari itu kita harus tetap bersatu mengawal; UU Cipaker ini sangat berbahaya, maka para buruh wajib menolak UU Omnibus Law; Jika ini berhasil lolos maka akan susah menghilangkannya, perjuangan ini adalah untuk melawan penindasan para buruh; Situasi ancaman darurat PHK berkenaan dengan dampak Covid-19 yang di depan mata, diperkirakan jutaan Guru akan terancam PHK; Sektor Manufaktur, kalau Sektor Pariwisata kan sudah terkenal di gelombang pertama dan turunannya maskapai penerbangan travelagent restoran, hotel dan sebagainya, sekarang akan berimbas pada sektor manufaktur atau pengolahan industri, pengolahan baik lebar intensif Padat Karya maupun capital intensity padat modal.
Terinformasi juga bahwa pada awal Agustus 2020, di 20 provinsi elemen buruh akan melakukan aksi besar-besaran menolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja, bahkan sudah ada unsur politisasinya dengan beberapa elemen lainnya akan mempermasalahkan atau membawa isu RUU HIP, karena hubungan umat beragama berpotensi rusak karenanya, itulah pemikiran kelompok-kelompok yang selama ini resisten terhadap Omnibus Law dan isu-isu lainnya.
Untuk menambah kebencian, maka kelompok pengunjuk rasa diantaranya akan meneriakkan bahwa rezim saat ini sudah tidak layak lagi memimpin negeri ini. Dengan adanya UU Omnibus Law menandakan bahwa rezim ini tidak memihak buruh, sehingga buruh harus dan wajib mengawal UU Omnibus Law.
Omnibus Law : Surga Bagi UMKM
Berada ditengah lingkungan masyarakat yang belum sepenuhnya “melek” digital bahkan RUU Cipta Kerja mendorong saya untuk membantu masyarakat memahami simpang-siur yang sedang diperbincarkan tentang Omnibus Law.
UMKM atau kepanjangan dari Usaha Mikro Kecil Menengah yang berasal dari masyarakat dengan beragam usaha kreatif yang dijalankan juga yang dapat memperkokoh dan menopang perekonomian Indonesia bisa semakin berkembang dan memiliki daya dukung dalam kaca mata pemerintah yang kian memperhatikan UMKM.
Adanya UMKM berpotensi membuka lapangan kerja yang luas disetiap daerah bahkan daerah terpencil dengan cipta karya yang dilakukan hingga ekspor yang kian meningkat. Meninjau kembali penjelasan dari Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartono tentang ramcangan Omnibus Law dapat menyederhanakan pengurusan izin yang sebelumnya memiliki persyaratan yag cukup rumit bisa cepat terurus dengan hanya melampirkan Kartu Tanda Penduduk (KTP) saja. Pentingnya penyederhanaan ini dapat meningkatkan investasi dari pihak-pihak terkait dan lebih cepat mendorong perekonomian masyarakat.
Imbas positif yang didapat juga berasal dari Asosiasi Pengusaha Indonesia dengan aturan Omnibus Law Cipta Kerja dimungkinkan tidak akan lagi adanya kewajiban dengan terbebannya ketentuan upah minimum dan dapat berpeluang meningkatkan pendapatan yang diharapkan terjadi atas kinerja yang baik dan menggencarkan dorongan yang kuat antar UMKM bisa tersejahterahkan.
Kabar baiknya pula dengan mendukung peraturan tersebut Airlangga Hartono menyebutkan pemerintah juga akan memberikan kemudahan terhadap pendirian Persero Terbatas yang untungnya dapat dibebaskan dari aturan (PT) dengan modal Rp 50 juta dapat sederhana.
Menjamurnya UMKM yang dapat melambungkan namanya lebih pesat dan dapatnya investasi semakin meninggi. Penegasa kembali atas rancangan undang-undang Omnibus Law telah masuk dalam Prolegnas 2020 dan apabila ini selesai dan masih berlaku bisa mempermudah dan menjawab akan permasalahan birokrasi yang bisa menghalangi investasi dan ekonomi dalam negeri akan selesai.
Kesempatan terbuka pada UMKM juga semakin besar dan bagi para pemula usaha hingga perijinan atas usahanya menjadi lebih mudah, problematika pengupahan juga tak jadi beban hingga urusan pajak yang berlaku pula. Hadirnya Omnibus Law dapat menyejahterahkan UMKM tanpa mengkhawatirkan aturan yang rumit.
So, sebaiknya harus pahami Omnibus Law sebaik-baiknya, apa manfaat positifnya. DPR RI juga harus membuka dialog dan partisipasi politik yang seluas-luasnya bagi publik untuk mengkritisi dan memberikan masukan yang harus diindahkan bukan dimentahkan. Hanya dengan cara ini harmonisasi kehidupan berbangsa kita tetap bagus, dan tidak retak gara-gara Omnibus Law dan isu-isu yang semakin menyulitkan bangsa ini menutup defisit anggarannya yang semakin membengkak.
*) Penulis adalah pemerhati Indonesia.
Disclaimer : Artikel ini menjadi tanggung jawab penulis. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai aturan pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis dan Redaksi akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang.