Foto: Pengamat Intelijen Stanislaus Riyanta, sumber foto: Istimewa
Stramed, Pengamat intelijen dan keamanan, Stanislaus Riyanta memberikan pandangan bahwa instansi pemerintah seperti Kementerian Agama bisa menjadi kunci bagaimana pemerintah memberantas paham-paham radikalisme di Indonesia.
Menurutnya, Kementerian Agama (Kemenag) adalah salah satu bidang yang sangat kunci sekali untuk melakukan upaya deradikalisasi tersebut.
“(Berantas radikalisme) pemerintah punya kunci di Kominfo dan Kemenag,” kata Stanislaus kepada wartawan, Jumat (23/8).
Lulusan Pascasarjana Kajian Stratejik Intelijen di Universitas Indonesia (UI) tersebut menyentil Kemenag agar tidak fokus saja mengurus haji, melainkan juga bagaimana ikut aktif menangkal dan memberantas paham-paham yang dianggapnya sebagai benalu dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara itu.
“Kemenag jangan hanya mengurusi naik haji saja, Kemenag harus tegas terkait ajaran menyimpang,” ujarnya.
memaparkan tentang ancaman radikalisme dan terorisme di Indonesia yang sudah terjadi dan nyata. Sejak tahun 2000-2018, disebutkan, lebih dari 1.700 orang diproses hukum karena tindak pidana terorisme.
“Hal ini menunjukkan bahwa jumlah kasus terorisme di Indonesia bukan angka yang kecil,” ujarnya.
Para petugas haji mulai diberangkatkan Kamis malam (7/8) untuk menyambut dan melayani jamaah haji yang tiba mulai Jumat pagi (8/8) di Arafah (Hanni Sofia)
Para petugas haji mulai diberangkatkan Kamis malam (7/8) untuk menyambut dan melayani jamaah haji yang tiba mulai Jumat pagi (8/8) di Arafah (Hanni Sofia)
Menurut Stanislaus, kasus terorisme dimulai dari perilaku intoleran, radikal kemudian aksi teror. Di dalam tren Industri 4.0 ini kecenderungan radikalisasi lebih cepat dan lebih mudah karena adanya teknologi internet.
“Kelompok yang disasar adalah generasi muda yang sedang masa mencari jati diri,” katanya.
Proses paparan yang sangat cepat dan sumber referensi tentang gerakan radikal dan terorisme dengan mudah diperoleh membuat trend radikalisme dan terorisme di kalangan muda meningkat.
“Jika melihat fakta yang ada maka radikalisme sudah masuk ke berbagai sektor,” katanya.
Selain itu sebelumnya diketahui bahwa ada pegawai BUMN yang menjadi donatur teroris di Riau, pejabat BP Batam gabung dengan ISIS di Suriah, eks pegawai Depkeu menjadi simpatisan ISIS, bahkan 3 alumni IPDN diketahui terlibat terorisme.
Selain itu, lanjut Stanislaus, perlu adanya suatu gerakan nasional yang bisa menciptakan kontra narasi terhadap paham radikal.
“Gerakan ini lebih efektif kalau dilakukan oleh civil soviety melibatkan dengan para ahli,” katanya.
Stanislaus mengajak semua pihak bangsa Indonesia untuk mendukung ketika pemerintah memindak tegas para penganut paham-paham radikal tersebut. Bahkan ketika ada serangan verbal alias bully terhadap pemerintah, sebaiknya masyarakat Indonesia ikut aktif menangkalnya pula.
“Ketegasan pemerintah harus kita dukung. Jangan pemerintah di-bully kita diam saja,” jelas dia.(Sumber: Merahputih.com)