Foto: Andi Naja FP Paraga (Penulis)
oleh : Andi Naja FP Paraga
Stramed, Sebelumnya saya Ucapkan Selamat Hari Raya Nyepi Rabu,25 Maret 2020 semoga seluruh rangkaian Ibadat Nyepi berjalan lancar dan memberi berkah bagi yang mengimaninya serta meluaskan rahmat ke seluruh Jagat Raya Nusantara. Kebahagian besar bagi Umat Hindu Sedunia dan tentu Umat Hindu di Indonesia ditengah Badai Wabah Virus Corona.
Hati Rakyat Indonesia sedang sepih tapi bukan karena bagian dari Spritualisme Hari Raya Nyepi melainkan karena dampaknya psikologii dari himbauan dan pemberitaan mewabahnya Covid 19. Saya menyebutnya sepihnya Indonesia karena Coronaviruistis yang begitu massive dan mencekam. Nampaknya Spritualitas Bangsa terlalu rapuh untuk sekedar menguatkan diri dari serangan opinisasi maut yang terkinstruksi secara massive dengan narasi-narasi yang sangat meyakinkan. Beberapa Agamawan pun turut serta memberi legitimasi sehingga umat pun semakin tak berdaya dengan ketakutannya.
Sebagai Seorang Muslim yang memiliki banyak saudara dan teman yang beragama Hindu rasanya suasana Nyepi bukan lagi hal baru apalagi saya cukup lama bolak-balik di Pulau Dewata. Namun saya tidak pernah membayangkan ada Sepih yang menakutkan seperti bukan karena alasan spritualitas yang menyeluruh di Bumi Nusantara. Sekiranya SEPIH akibat Virus Corona ini tak mencekam pastilah bisa menghadirkan Spritualisme yang luar biasa bagi seluruh Umat Manusia didunia saat ini. Kenyataannya tidak.
Mekkah Sepih,Vatikan sepih,Jerussalem Sepih,Kuil-kuil Suci Budha dan Hindu sepih. Adakah ini bermakna Agama sedang tak berdaya menghadi Virus Corona. Ataukah tempat-tempat suci sesungguhnya hanyslah simbol dari agama namun agama itu sendiri berada dalam jiwa Penganutnya. Sampai disini saya berkesimpulan bahwa simbolistik itu hanyalah aksesoris agama,tapi agama yang sesungguhnya adalah yang bersifat halus dan tak nampak. Agama itu ada dalam prilaku atau Agama itu yang ditampakkan dalam bentuk Prilaku.
Sampai disini saya bisa memahami mengapa Nabi Muhammad SAWW menurut Tuhan yang mengutusnya disebut Manusia Penyempurna Prilaku(Akhlak),Disini saya bisa memahami mengapa Sidharta Gautama sangat menekankan Budi Pekerta dan mengapa Jesus Kristus begiti menekankan Ajaran Kasih. Ditutupnya semua kiblat membuat saya sadar makna sebuah hadist QALBUN MUKMINUNA BAITULLAH artinya Hati Orang Beriman itu adalah Rumah Allah.
Saya terus membayangkan bagaimana Para Begaean,Sufi,Pendeta dahulu menyukai sebuah Ritial mengisolasi diri. Ada yang bersemedi atau bertahannuts tujuannya tentu untuk mendongkrak Spritualisme mereka. Tapi mengisolasi diri atau disolasikan karena menyebarnya wabah penyakit tentu hal yang berbeda. Nabi Ayyub AS pernah diisolasikan oleh penduduk suatu negeri karena mengidap penyakit yang diduga bisa menular padahal penyakit beliau bukanlah pandemik seperti Virus Corona. Perbedaannya antara Tokoh yg sengaja bersemedi atau yang bertahhutz dengan Nabi Ayyub AS yang diisolasikan tentu sangat terang namun situasi isolasifvini telah membuat Nabi Ayyub AS memperoleh kesembuhan sempurna.
Tulisan singkat ini ingin saya akhiri dengan berkata SEMUA ada HIKMAHNYA dan tasanya sudah saatnya bagi kita melakukan rekonstruksi Iman hingga rekonstruksi cara pandang terhadap Fenomena Wabah yang menyetan ini dengan menguatkan perenungan sedalam-dalamya akan Substansi Iman yang selama ini justru lebih menonjolkan sisi Simbolistiknya. Kita wajib kembali beriman Substantif. Kembali kepada beriman sesuai yang diinginkan Tuhan yang Maha Kuasa,bukan kepada Iman yang ditafsirkan apalagi diterjemahkan sendiri.
(24/03/2020 ANFPPARAGA)
Disclaimer : Setiap opini di media ini menjadi tanggung jawab penulis. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai aturan pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini dan Redaksi akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang.