Stramed, Sejak pandemi Covid-19 merebak di Indonesia, buruh di berbagai sektor, salah satunya manufaktur tetap diharuskan bekerja dengan fasilitas K3 yang terbatas, ucap Ketua Umum FSBPI Dian Septi dalam jumpa pers refleksi akhir tahun yang diadakan, Sabtu (19/12).
Dian menjelaskan mengenai penelitian yang dilakukan Marsinah FM terhadap buruh di Jabotabek, Karawang dan Jawa Tengah sebanyak 67,81% buruh masih harus berangkat kerja dengan 47,25% di antaranya tetap bekerja penuh seperti biasa, sementara sebanyak 17,12% menerima pengurangan jam kerja, ini menunjukkan masih tingginya mobilitas kaum buruh sebagai manusia yang bisa berakibat menjadi inang serta carrier COVID-19.
Menurutnya kaum buruh yang diharuskan tetap bekerja ini mendapatkan fasilitas kesehatan yang memadai untuk melindungi dari paparan virus Corona. Padahal, orang bisa terpapar covid tanpa menunjukkan gejala dan hal tersebut tampaknya tak membuat pengusaha tergerak untuk memberikan fasilitas kesehatan yang memadai. Bila pun ada, fasilitas kesehatan itu sangatlah minim sekali, sehingga buruh terpaksa merogoh kantong lebih dalam lagi untuk membeli sendiri fasilitas kesehatan yang dibutuhkan.
Krisis kesehatan yang dilahirkan dari pandemi Covid-19 juga semakin menambah rentetan persoalan yang kemudian berdampak kepada semakin merosotnya perekonomian nasional justru dijadikan alasan bagi perusahaan dan para pengusaha untuk melakukan kebijakan efesiensi yang berujung pada semakin maraknya proses PHK massal terhadap kaum buruh di Indonesia. Maraknya PHK massal ini tak lepas dari dipermudahnya proses PHK tersebut oleh Menteri Tenaga Kerja dengan diterbitkannya Surat edaran Menaker Nomor M/3/HK.04/III/2020 Tahun 2020 tentang Pelindungan Pekerja/Buruh dan Kelangsungan Usaha Dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Covid-19. Alih – alih melindungi tenaga kerja, Surat Edaran ini justru memberikan lampu hijau bagi pengusaha untuk mempermudah buruh dirumahkan, di PHK semena – mena. Meski sudah memperoleh ragam stimulus fiskal, tidak lantas membuat perusahaan tergerak melindungi buruh pada situasi sulit. Padahal di tengah pandemi, buruh tidak hanya butuh sekedar kenyang, namun juga nutrisi yang cukup supaya terhindar dari paparan Covid 19, di samping kebutuhan lainnya seperti sewa hunian, kebutuhan pendidikan anak yang melonjak dan banyak lagi, terang Ketua Umum FSBPI.
PT Dayup Indo yang berlokasi di Kawasan Berikat Nusantara 1, sampai dengan hari ini bekerja dengan penerapan sistem shift yaitu bekerja dua minggu, kemudian dua minggunya libur, ada shift A, B dan C, yang terjadi adalah anggota kami hanya diupah pada saat masuk bekerja, artinya ada hari-hari dimana teman-teman tidak masuk bekerja, itu tidak diupah, dan itu mengakibatkan pendapatan teman-teman menurun secara drastis, sehingga yang terjadi adalah teman-teman tidak sanggup membayar kos-kosan, dan tidak sanggup memberikan paket pulsa untuk anak, karena anak juga juga belajar secara daring, ujar Wakil Ketua FSBPI Jumisih
Sedangkan Sekjen FSBPI Damar Panca Mulya mengatakan bahwa kita mengalami krisis yang sangat berlapis, krisis yang mana mempengaruhi sendi-sendi kehidupan masyarakat di Indonesia maupun secara global di Internasional. Krisis ekonomi belum terselesaikan, situasi ekonomi nasional kita sendiri juga disampaikan oleh Menteri Agus Suparmanto, kuartal kedua kita mengalami kemerosotan, bahkan sampai minus 5,32 %, dan kemudian di kuartal ketiga disampaikan, meskipun ada semacam angin segar, ada kontraksi dari pertumbuhan ekonomi dari minus 5,32 % jadi minus 3,49 % , tapi tetap saja masih minus, dan itu dalam teori ekonomi apabila terjadi minus dua kali berturut-turut maka konsekuensinya adalah terjadinya resesi ekonomi. Dan resesi ekonomi yang terjadi hari ini dialami oleh masyarakat secara keseluruhan, cuma sayangnya ditengah-tengah krisis ekonomi, yang terjadi bahkan bukan hanya di nasional saja, di Internasional juga mengalami krisis, bahkan krisis itu juga berdampak pada kehidupan masyarakat global, juga mempengaruhi sendi-sendi kehidupan masyarakat.(Red)