Foto: S. Indro Tjahyono (Penulis), sumber foto: BK
Oleh: S Indro Tjahyono
Stramed, Hanya di Indonesia ada relawan yang membela tegaknya demokrasi tanpa pamrih. Ini diperlihatkan sejak awal, ketika reformasi gagal diwujudkan oleh berbagai rejim setelah itu. Banyak warga yang kemudian menginginkan sosok pemimpin yang terbebas dari beban masa lalu.
Mencari Pemimpin Alternatif
Susilo Bambang Yudhono (SBY) yang didukung partai baru (Partai Demokrat) dulu diharapkan mampu mengemban visi dan misi reformasi. Namun SBY justru membangkitkan sistem dan budaya Orde Baru kembali. Inilah yang mendorong warga untuk tidak memilih pemimpin daur ulang yang berasal dari elit parpol.
Pilihan jatuh pada sosok pemimpin lokal yang waktu itu berani tampil melawan mainstream. Sebagai walikota ia berhasil mewujudkan pendekatan alternatif yang diharapkan masyarakat. Antara lain anti pembangunan mall, membangun tanpa menggusur, dan pro produk dalam negeri.
Beberapa mantan aktivis mahasiswa pada 2011 menggagas bagaimana caranya menunggangi proses demokrasi untuk menampilkan sosok pemimpin alternatif. Apalagi partai politik.(parpol) masih terobsesi dengan “Kelompok Ciganjur” dan tidak punya stock pemimpin yang pantas sesuai dengan harapan masyarakat. Jokowi mulai mendapat dukungan kongkrit saat maju sebagai gubernur DKI Jakarta untuk mengorbit sebagai tokoh nasional.
Munculnya Relawan
Di belakang itu semua ada sekelompok aktivis yang menamakan diri relawan, yang muncul dan terkonsolidasi secara spontan. Relawan membangun gerakan secara nasional dan berhasil mendesak parpol agar mencalonkan dirinya sebagai presiden. Dinamakan relawan, karena mereka bukan saja berkeringat dan berdarah-darah, namun memobilisasi dana demi tegaknya harapan rakyat.
Dalam khasanah istilah relawan di dunia, relawan disebut sebagai volunteer, yang pekerjaannya membantu masyarakat ketika terkena bencana. Di Indonesia relawan menempatkan diri bukan sekedar mengemban misi kharitas (charity) tetapi misi kenabian (propheet mission) untuk membebaskan manusia dari sesat dan kegelapan.
Saat parpol dan konstitusi tidak mampu lagi menegakkan demokrasi dan terbelenggu dengan politik transaksi.
Latarbelakang inilah yang membuat relawan tidak tega meminta-minta rewards atau imbalan saat berhasil melakukan konsolidasi demokrasi dan menempatkan sosok yang diusung menjadi pemimpin nasional. Relawan juga sadar ada pembegal yang menelikung misinya di saat-saat terakhir dengan membangun apa yang disebut Rumah Transisi. Substansi konsep perubahan yang digagas relawan yang diminta Jokowi dikonversi oleh Rumah Transisi dalam politik dagang sapi yang absurd.
Tabah dan Loyal Sampai Akhir
Relawan pendukung Jokowi tidak pernah sakit hati ketika diolok-olok relawan seberang hanya gigit jari, saat tidak menikmati jabatan apa-apa dari pembagian kekuasaan (power sharing). Belum habis ingatan berapa sumberdaya yang telah dibelanjakan pada tahun 2014 untuk memenangkan demokrasi yang sejati (genuine), pada 2019 relawan kembali memberi dukungan untuk keberlanjutan model pemerintahan yang populis ini. Namun kita tidak menutup mata bahwa kurangnya apresiasi pemerintah dan upaya untuk memperlemah peran relawan harus ditebus dengan merajalelanya kelompok radikal dan gerakan oposisi di luar batas.
Bahkan jelang pelantikan presiden, yang seharusnya Jokowi bersama relawan bisa melakukan syukuran bersama, tetapi justru dirayakan oleh 100.000 petugas anti huru-hara. Tidak ada orang yang sadar bahwa saran agar relawan bersikap pasif merespon gejolak politik anti Jokowi telah membuat posisi pemerintah tidak lagi balance. Mereka bisa melakukan kerusuhan brutal, merencanakan pemboman, membangkitkan sparatisme, penusukan pada pejabat tinggi dengan semena-mena.
Akhirnya sampai detik terakhir pelantikan presiden dan jelang pengumuman kabinet para relawan berhasil membuktikan keikhlasan perjuangannya untuk kemenangan demokrasi dan Pancasila. Relawan juga harus ikhlas menerima keputusan politik, sehingga lawan politik strategis mereka masuk dalam kabinet. Hal ini bukan berarti relawan harus berkorban lagi untuk menerima kenyataan politik ini dan semoga relawan tidak merasa dijadikan tumbal***
Disclaimer : Setiap opini di media ini menjadi tanggung jawab penulis. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai aturan pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini dan Redaksi akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang.