Foto: KPAI dan Komnas HAM, sumber foto: Ist
Oleh : Panjath H
Stramed, Presiden Jokowi dalam beberapa hal telah membuktikan dirinya sebagai pribadi yang ingin bahwa segala sesuatunya itu efektif. Dia tidak ingin melihat sesuatu yang ternyata tidak ada manfaatnya. Misalnya, badan atau lembaga yang ternyata hanya menghabiskan dana, tak perlu dipiara lama-lama, kalau memang tidak ada manfaatnya. Habis dana negara hanya menggaji pejabatnya, dan membiayai segala fasilitas oknum-oknum yang tiada memberikan manfaat itu.
Saat ini kita sedang dongkol oleh sebuah lembaga bernama KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia). Belum lama ini lembaga ini menyoal keberadaan Djarum yang dituding mengkesploitasi anak-anak untuk kepentingan produk mereka. Djarum memang identik dengan perusahan rokok. Dan rokok bukan sesuatu yang ilegal di negeri ini. Kaum agamawan memang pernah mengeluarkan fatwa bahwa merokok itu haram hukumnya.
Tapi kelihatannya tidak efektif. Kita-kita yang bukan perokok ini, tadinya berharap akan ada aksi demo berkubik-kubik di Monas dan sekitarnya untuk menuntut pabrik rokok ditutup! Tapi apa iya mungkin, sebab jutaan orang yang profesinya berdemo membela agama itu kan rata-rata perokok semua.
Aksi demo berkubik-kubik itu baru terjadi ketika Ahok, gubernur DKI Jakarta saat itu, dituding menista agama Islam. Dan efektif. Ahok pun dipenjara dua tahun dan harus lengser dari kursi Gubernur DKI.
Djarum, sebagai perusahaan yang legal, telah berjasa banyak dalam melahirkan atlet-atlet bulu tangkis nasional. Entah sudah berapa triliun digelontorkan perusahaan tersebut untuk mendanai pembinaan atelt-atlet bulutangkis. Tapi niat yang baik ini tiba-tiba dinyinyirin oknum-oknum yang kebingungan mau mengerjakan apa.
KPAI, sesuai nama dan peruntukannya adalah melindungi anak-anak Indonesia dari hal-hal yang dikhawatirkan membuat mental dan jiwa mereka rusak. Anak-anak harus dijauhkan dari aktivitas-aktivitas yang seharusnya belum layak mereka lakukan. Misalnya saja, ikut kampanye politik. Kita ambil contoh terbaru saja di musim pilpres tahun 2014 dan 2019 yang sudah lalu.
Banyak Parpol atau simpatisan Capres yang mengikutsertakan anak-anak untuk meramaikan kampanye. Tengku Zulkarnaen, ustadz yang juga pakar rudal balistik itu, bahkan dengan bangga menyebarkan foto bersama dua cucunya yang mengenakan kaos bertuliskan: Ganti Presiden 2019. Anak-anak yang polos itu telah diracuni untuk membenci seorang capres. Dan ini bahaya. Nanti kalau SMP mereka bisa-bisa berani menonjok guru. Mestinya ayah Naen diinterogasi oleh KPAI, tetapi nyatanya tidak ada suara dari KPAI meskipun ada banyak tersaji di Medsos aksi-aksi penyalahgunaan kaum anak.
Pilkada DKI 2017, banyak anak yang disuruh menjadi pembunuh! Di sebuah tempat, ratusan anak disuruh berpawai sambil membawa spanduk: BUNUH AHOK, MUSUH ISLAM! Bukan hanya membentangkan spanduk, tetapi mereka sudah berteriak-teriak: Bunuh Ahok! Dan masih banyak contoh di berbagai penjuru Tanah Air yang telah terang-terangan menyesatkan dan membunuh karakter anak-anak ini. Di mana KPAI?
Anak-anak juga banyak dilibatkan dalam aksi rusuh menolak hasil pilpres 21-22 Mei 2019 lalu. Polisi menangkap sejumlah anak-anak di bawah usia yang turut aktif melakukan aksi-aksi yang belum saatnya mereka lakukan, seperti melempari petugas, atau ikut dalam massa yang hendak membakar asrama polisi. Aksi-aksi rusuh ini berlangsung tengah malam sampai dini hari, dan anak-anak yang masih bau kencur ada banyak di sana, di barisan para perusuh.
Petugas yang kewajibannya melindungi masyarakat dari segala macam gangguan, sudah seharusnya menangkapi dan mengamankan anak-anak ini. Kalau mereka melawan petugas, ya wajar ditengking dan dilumpuhkan. Apa karena mereka masih anak-anak maka petugas tidak boleh menggebuk mereka, atau sebaliknya membiarkan dirinya disepak atau ditimpuk oleh anak-anak kurang ajar itu?
Mana suara KPAI dalam kejadian ini? Apakah mereka mengutuki dan menuntut Partai Gr yang diduga kuat sangat aktif dalam aksi-aksi rusuh ini? Bahkan mobil ambulans milik mereka, yang mestinya mengangkut orang yang sekarat ke rumah sakit, malah disalahgunakan oleh simpatisan partai ini untuk mengangkut batu-batu untuk menimpuki petugas.
Ketika KPAI tidak terdengar suaranya mengecam dan mengkritik pihak-pihak yang mengeksploitasi anak-anak ini, kedunguan yang sama dipertontonkan lembaga sejenis yang berlabel Komnas HAM. Komnas ini malah menyalahkan para petugas yang telah menindak anak-anak yang berkeliaran di tempat-tempat yang tidak seharusnya mereka ada di sana. Bahkan banyak anak-anak yang aktif dalam aksi kerusuhan, maka sangat tepat mereka diamankan oleh petugas. Tapi Komnas HAM malah menyalahkan petugas atau aparat yang telah menjalankan hak dan kewajibannya melindungi masyarakat yang tidak bersalah dari gangguan perusuh.
Dan bukan hanya dalam peristiwa rusuh Mei 2019 ini lembaga ini bersuara sumir, pun dalam banyak kejadian cenderung menyalahkan petugas atau aparat yang dinilai bertindak sewenang-wenang. Ketika ormas-ormas secara jelas melakukan aksi-aksi di luar batas kemanusiaan, mengusik hak asasi beribadah warga minoritas, apakah ada suara pembelaan bagi yang tertindas, dan sebaliknya kutukan dan kecaman terhadap kelompok perusak harmoni di masyarakat?
Dengan demikian, maka tidak salah jika banyak suara yang mempertanyakan urgensi lembaga-lembaga tersebut. Lebih miubazir dan berbahaya lagi jika ternyata keduanya sudah terkontaminasi anasir-anasir yang mengusung misi khilafah, yang sudah jelas musuh NKRI saat ini.
Tapi sekalipun mungkin belum terpapar virus anti-Pancasila, namun melihat kinerjanya yang tidak jelas, kontraproduktif, adalah sangat tepat jika Presiden Jokowi mengevaluasi keduanya. Dan dalam kaitannya dengan Djarum, mosok gara-gara beberapa oknum yang tidak mengerti, peluang ribuan anak-anak yang berpotensi jadi atlet bulutangkis, jadi sirna?
*) Pemerhati Indonesia
Disclaimer : Setiap opini di media ini menjadi tanggung jawab penulis. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai aturan pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini dan Redaksi akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang.