Stramed, Rapat koordinasi pemekaran Provinsi Papua Tengah yang seharusnya dilaksanakan pada 1 Februari 2021, harus ditunda. Ketua Tim Pemekaran Provinsi Papua Tengah, Isaias Douw mengatakan, pihaknya menunda rapat koordinasi sebagaimana undangan Bupati Mimika Nomor 006/004/2021 perihal Undangan Rapat Koordinasi Pemekaran Provinsi Papua tertanggal 1 Februari 2021.
“Kami menunda pertemuan rencana pertemuan itu,” kata Isaias melalui rilis yang diterima Jubi di Nabire, Jumat (5/2/2021).
Menurut Bupati Nabire ini, rapat sedianya digelar pada hari Kamis, 4 Februari 2021 di Mimika. Namun, namun harus ditunda lagi, lantaran belum terkoordinasi dengan baik untuk seluruh Bupati wilayah tengah Papua.
“Saya sebagai Ketua tim apresiasi atas undangan yang dibagi oleh Bupati Mimika. Tetapi, kami menunda rapat koordinasi karena belum terkoordinasi dengan baik seluruh Bupati di Papua Tengah,” tuturnya.
Sehingga, rencananya lanjut Douw, akan diagendakan dan diundang ulang dalam waktu dekat. Selain itu, belum juga ditemukan solusi, apakah rapat ini akan digelar di Nabire atau di Timika atau bahkan di Jayapura.
Lanjutnya, rapat koordinasi harus digelar guna menyatukan persepsi dan pemahaman. Maka didalamnya perlu membicarakan hal-hal teknis terkait kesiapan para Bupati di wilayah Papua Tengah untuk menerimaan Provinsi Papua Tangah yang telah disetujui oleh pemerintah pusat.
Dan, terkait persiapan ibu kota Provinsi akan dikembalikan kepada kesepakatan bersama para Bupati. Tentunya dengan melihat sejumlah kriteria dan sebagai masukan akan disampaikan kepada pemerintah pusat.
“Intinya, kita tidak bicarakan soal letak ibu kota Papua Tengah saat ini. Itu kita serahkan kepada Pemerintah Pusat karena ada kriteria soal stabilitas keamanan, aspek akses serta apakah strategis atau tidak, dan kesiapan lokasi dan lainnya,” lanjut Bupati Douw.
Sementara, Kepala Suku Besar Yerisiam Gua, Ayub Kowoi mengapresiasi gencarnya perjuangan pemekaran Provinsi Papua Tengah.
Akan tetapi Kowoi menilai, perlu ada pembahasan secara detail tentang manfaat pemekaran bagi orang Papua. Sebab selama ini, tidak ada tim pemekaran ataupun pemerintah mengundang atau melibatkan masyarakat adat sebagai pemilik hak ulayat dalam pembahasan pemekaran.
“Jadi, pada intinya kami menolak. Kenapa tidak pernah ada keterlibatan masyarakat pemilik hal ulayat? Ini hanya keinginan para pejabat, tidak ada pemekaran-pemekaran, stop sudah,” ungkap Kowoi (Red/Jubi.co.id).