Foto: Ilustrasi, sumber foto: Getty Images
Stramed, Perang dagang AS-China terus berlanjut sampai tahun 2020. Saat ini Pemerintah Indonesia hingga investor dari luar selalu memperhatikan perkembangan perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China. Hal itu lantaran perang dagang memiliki efek domino kepada ekonomi Indonesia.
Pengamat kebijakan publik, Wibisono mengatakan bahwa dampak perang dagang terhadap perekonomian Indonesia memang tak terelakkan. Sebab perang dagang berdampak kepada perlambatan ekonomi AS dan China.
Lanjutnya, kedua negara tersebut merupakan negara dengan ekonomi terbesar di dunia. Akibatnya, pelemahan ekonomi kedua AS dan China berimbas ke seluruh perekonomian negara lain, termasuk Indonesia.
“Besaran dampak pelemahan ekonomi AS-Cina ke Indonesia sangat terasa dampaknya pada tahun depan 2020, apalagi ditambah imbas dari krisis dunia,” ujar Wibi pada Putera Riau Sabtu sore (14/12/2019).
“Kesimpulannya, setiap perlambatan ekonomi Amerika dan Cina bersamaan, akan mendiskon pertumbuhan ekonomi Indonesia 0,32 persen,” kata Wibi.
Apalagi AS dan China adalah dua mitra dagang utama Indonesia. Pelemahan ekonomi keduanya bisa membuat permintaan barang dari Indonesia (ekspor) ikut anjlok. Padahal ekspor merupakan salah satu pendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia, bagaimana indonesia akan keluar dari situasi ini ? Indonesia akan mengalami krisis ekonomi di tahun 2020
Wibi menilai, setiap satu persen perlambatan ekonomi AS akan memangkas pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 0,05 persen. Begitu pula dengan Cina, tiap satu persen perlambatan ekonominya akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 0,27 persen.
“Itulah kalau ekonomi AS-Cina melambat, Indonesia juga terdampak. Karena negara ini cross ride dengan Indonesia,” ujarnya.
Sementara itu Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI, Endy Dwi Tjahjana mengatakan, pertumbuhan ekonomi global secara keseluruhan akhir tahun 2019, diproyeksi tetap di 3 persen. “Ini sangat menurun dibanding tahun 2018 lalu, turun 3,6 persen,” katanya.
Sementara, prospek ekonomi Indonesia pada 2020 mendatang akan berada kisaran, 5,1-5,5 persen terhadap PDB, inflasi 3,1 persen.
“Di tahun 2020 target inflasi kita turunkan 3 persen. Kredit proyeksikan tahun ini tumbuh 8 sampai 11 persen. Tahun depan, 11 sampai 13 persen, ngeri ngeri sedap,” ucap Wibi.
Cina (Beijing) dikabarkan pesimistis terkait kesepakatan untuk mengakhiri perang dagang dengan Amerika Serikat ( AS). Hal ini karena Presiden AS Donald Trump yang masih enggan untuk penghapusan tarif. Padahal sebelumnya AS sudah menyetujui penghapusan bea masuk untuk produk China.
Sebelumnya, AS dan China sepakat untuk menandatangai nota kesepakatan dangan fase satu pada Oktober 2019, namun dimundurkan hingga Desember 2019. China juga sudah mendorong penghapusan bea tambahan yang dikenakan pada produk masing-masing dalam fase yang berbeda, sebagai bagian dari kesepakatan.
Juru bicara Departemen Perdagangan China Gao Feng mengatakan bahwa awal bulan ini kedua belah pihak telah mencapai kesepakatan tentang kenaikan tarif.
Namun hal berbeda justru disampaikan Trump. Dia mengatakan, dirinya belum setuju untuk membatalkan tarif barang-barang China.
Hal ini jelas sangat mengecewakan China dan mengurangi harapan tentang resolusi kesepakatan keduanya. China melihat dengan cermat situasi politik di AS termasuk rencana sidang dakwaan terhadap Trump dan pemilihan presiden.
Pemerintahan China juga cukup bingung dengan hal ini dan berpikir apakah ada cara yang bisa dilakukan selain menunggu, karena masih belum jelas masa jabatan yang akan dipegang Trump dalam beberapa bulan ke depan.
“Ada ketidaksepakatan atas masalah seperti jumlah pembelian pertanian tertentu. Dan orang China menentang karena sebagian dari mereka akan mengalami risiko untuk mengasingkan mitra dagang lainnya,” kata sumber Pemerintahan China.
Seperti kita ketahui, perundingan dagang fase pertama antara Amerika Serikat dan Cina secara prinsip sudah mendekati kesepakatan. Gong kesepakatan ini tinggal menunggu persetujuan dari Presiden AS Donald Trump.
Melansir CNBC, Jumat (13/12), Trump bertemu dengan penasihat utamanya untuk membahas tentang kesepakatan perdagangan dengan China termasuk termasuk rencana penundaan pengenaan tarif terhadap produk China.
Awalnya Minggu ini (15/12), AS akan kembali mengenakan tarif 15 persen terhadap produk China senilai 160 miliar dollar AS termasuk mainan, komputer, telepon dan pakaian.
Gedung Putih menawarkan membatalkan bea masuk itu dan memangkas beberapa tarif yang ada menjadi setengahnya.
AS mengusulkan pemotongan bea yang ada saat ini sebesar 360 miliar dollar AS pada produk-produk China sebesar 50 persen.
Selain itu, Trump fokus pada produk pertanian AS yang akan dibeli China sebagai bagian dari kesepakatan. China sejauh ini masih berkomitmen untuk membeli produk pertanian AS sebesar 40 miliar dollar AS, sementara Trump menginginkan nilainya mencapai mendekati 50 miliar dollar AS.
Sumber: Putera Riau