Stramed, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mencatat ada sejumlah skema BUMN restrukturisasi hutang dan kreditur. Pemegang saham akan tancap gas untuk mendorong keringanan utang perseroan di awal 2021.
Dalam proses restrukturisasi, ada sejumlah tugas yang diberikan pemegang saham kepada direksi perseroan negara. Di mana, para manajemen diminta untuk meningkatkan pergerakan uang masuk (cash flow) perusahaan.
Kementerian BUMN selaku pemegang saham mayoritas juga menginginkan agar pendapatan sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi (EBITDA), perlu digenjot manajemen, disamping memperbaiki operational excellence perusahaan.
“Ada restrukturisasi lainnya yang nantinya akan dijalankan di PTPN III (PT Perkebunan Nusantara III). Saya hadir dalam kesempatan ini tentunya memberikan support dan menunjukan bahwa dari pemegang saham kita betul-betul serius mendorong PTPN Group untuk melakukan transformasi,” ujar Wakil Menteri (Wamen) BUMN I Pahala Mansury belum lama ini.
Khusus untuk Holding Perkebunan Nusantara, pemegang saham juga meminta agar direksi meningkatkan kinerja seluruh anak-anak perusahaan.
“Dan juga peningkatan dari pada komunitas yang dihasilkan termasuk juga refocusing terhadap komunitas yang nantinya akan dihasilkan. Meningkatkan kinerjanya ke depan sehingga hari ini kita dapat melakukan penandatanganan Master Amendment Agreement Transformasi Keuangan PTPN III,” katanya.
PTPN III mencatat utang sebesar Rp45,3 triliun. Sumber utang berasal dari 23 bank sebesar Rp41,2 triliun dan sisanya dalam bentuk surat utang. Direktur Keuangan PTPN III M Iswahyud mengatakan, utang tersebut akan direstrukturisasi melalui kerja sama penandatanganan Master Amendment Agreement Transformasi Keuangan dengan sejumlah lembaga keuangan nasional. Dimana, nilai kredit yang akan direstrukturisasi sebesar 68 persen dari total Rp41,2 triliun.
Utang perusahaan BUMN hingga September 2020 diketahui mencapai Rp1.682 triliun. Tren kenaikan utang perseroan plat merah terjadi dalam beberapa tahun terakhir.
Dari data Kementerian BUMN, utang perusahaan negara tercatat sebesar Rp942,9 triliun, kemudian naik pada 2018 menjadi Rp1.251,7 triliun. Sedangkan, sejak 2019, utang meningkat menjadi Rp1.393 triliun. “Memang kami sangat diharapkan membangun infrastruktur dasar seperti tol, bandara, pelabuhan membuat secara posisi utang BUMN meningkat mencapai Rp1.682 triliun di bulan sembilan 2020,” kata Wakil Menteri (Wamen) BUMN II Kartika Wirjoatmodojo dalam BRI Group Economic Forum 2021.
Adapun sejumlah utang BUMN yang dihimpun MNC Portal diantaranya, pertama, PT Waskita Karya Tbk (WSKT). Per September 2020, total liabilitas atau utang yang harus dibayarkan WSKT sebesar Rp91,86 triliun, terdiri dari utang jangka pendek Rp38,79 triliun dan utang jangka panjang Rp53,07 triliun.
Untuk mengurangi utang, manajemen WSKT berencana menjual sembilan ruas tol pada tahun ini. Tol-tol tersebut tersebar di Jabodetabek hingga Sumatra. Sembilan ruas tol itu masing-masingnya, tiga di Jabodetabek, satu di Jawa Barat, dua di Sumatra, dua bagian dari Trans Jawa, dan satu di Jawa Timur. Total panjang tol mencapai lebih dari 480 kilometer.
Seluruh ruas tersebut akan dilepas dengan nilai sekitar Rp10-Rp11 triliun. Kedua, PT Perkebunan Nusantara III (Persero) atau PTPN III, dimana utang perseroan mencapai Rp45,3 triliun. Sumber utang berasal dari 23 bank sebesar Rp41,2 triliun dan sisanya dalam bentuk surat utang.
Saat ini, utang perseroan tengah direstrukturisasi melalui kerja sama penandatanganan Master Amendment Agreement Transformasi Keuangan dengan sejumlah lembaga keuangan nasional. Dimana, nilai kredit yang akan direstrukturisasi sebesar 68 persen dari total utang.
Ketiga, PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI. Sejak 2020, KAI memiliki utang sebesar Rp15,5 triliun. Utang ini beragam, dari utang Rp1,5 triliun untuk modal kerja, obligasi senilai Rp4 triliun, utang jangka panjang Rp10 triliun. Pada tahun lalu pun, perseroan tercatat mengajukan pinjaman kepada perbankan untuk biaya operasional. Dimana, manajemen mengajukan pinjaman modal kerja senilai Rp8 triliun. Meski begitu, sejak Mei 2020 nilai kredit baru digunakan perseroan sebesar Rp1,5 triliun.
Keempat, PT Garuda Indonesia (Persero) mencatat total utang perusahan per 1 Juli 2020 mencapai USD2,21 miliar atau setara Rp32 triliun (Rp14.450 per dolar AS). Utang tersebut terdiri dari utang usaha dan pajak senilai USD905 juta dan pinjaman bank sebesar USD1,313 miliar.
Pinjaman bank senilai sebesar USD1,313 miliar itu terbagi atas pinjaman jangka pendek sebesar USD668 miliar dan pinjaman jangka panjang sebesar USD645 miliar. Untuk diketahui, sejak 2020 lalu, Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) mencatat, jumlah utang jatuh tempo perusahaan BUMN mencapai Rp30,35 triliun dari 13 perseroan. Jumlah ini di luar perhitungan MTN, promisory notes, dan juga sukuk (obligasi syariah) korporasi yang juga dicatatkan di KSEI.
Rencana pemerintah membentuk sinergi atau holding BUMN untuk pembiayaan dan pemberdayaan ultra mikro serta UMKM , dinilai bisa menjadi jalan masuk mewujudkan efisiensi pelayanan bagi pelaku usaha segmen tersebut.
Kepala Pusat Kajian Iklim Usaha dan Rantai Nilai Global Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) Mohamad Dian Revindo mengatakan, efisiensi pelayanan UMKM bisa tercipta apabila holding BUMN berkomitmen meningkatkan jangkauan pembiayaan. Peningkatan jangkauan juga diperlukan untuk melayani UMKM yang selama ini belum tersentuh layanan pembiayaan formal.
Menurut Revindo, selama ini masih banyak UMKM yang mengalami masalah aksesibilitas pembiayaan. Problem ini kerap muncul karena faktor UMKM sendiri yang belum tertarik mengajukan pembiayaan ke lembaga formal karena merasa tidak memiliki kapasitas yang cukup.
Selain itu, masih ada beberapa bank yang dalam menyalurkan pembiayaan masih mempertimbangkan keberadaan jaminan dari UMKM. Hal ini membuat semakin minim jumlah UMKM yang bisa mendapat pembiayaan. Menurut dia perlu dipastikan bahwa holding ini punya motivasi untuk meningkatkan outreach, yaitu menyasar mereka yang selama ini belum tersentuh pembiayaan.
“Kemudian perlu dimonitor betul dampak dari pembiayaan terhadap bisnis UKM. Di sini peran aplikasi UMKM naik kelas menjadi penting, yaitu memantau dan menyediakan data untuk mengetahui faktor-faktor apa yang menentukan pembiayaan akan berdampak pada UKM,” tuturnya. Revindo juga mengusulkan agar pendampingan untuk UMKM supaya bisa naik kelas tidak semata diukur dari kenaikan omset pelaku usaha terkait. Alasannya, sepanjang 2021 diprediksi kondisi perekonomian belum akan kembali ke titik nomal seperti sebelum pandemi.
“Yang penting pada 2021 pemerintah menjaga agar UMKM seminimal mungkin memutuskan hubungan kerja karyawannya, mempersiapkan mindset pemilik atau pengurus, memperkuat sistem manajemen bisnis, dan mempercepat penetrasi internet ke daerah,” sebut dia.
Untuk diketahui, data Podes (Potensi Desa) 2018 menunjukkan terdapat 21 ribu desa yang belum terkoneksi internet. Ini juga sangat menghambat upaya digitalisasi UMKM.
Di tempat terpisah, Menteri BUMN Erick Thohir meminta agar semua manajemen emiten plat merah terus memelihara rasa empati terhadap persoalan sosial yang terjadi saat ini. Oleh karena itu dia memberikan tantangan bagi manajemen perseroan untuk melihat secara langsung kondisi di lapangan saat ini.
Dia menyebut, banyak pimpinan BUMN yang hanya duduk di belakang meja saja sembari memberikan perintah. Sementara para karyawan atau bawahan yang ditugaskan ke lapangan. Erick menilai, seyogyanya direksi dan komisaris perseroan negara juga harus turun gunung agar mereka merasakan kondisi di lapangan. Bahkan, mantan Bos Inter Milan itu mengatakan, pihak Account Officer (AO) Nasabah PT Permodalan Nasional Madani (Persero) atau PNM sebagai contoh konkrit bagi manajemen BUMN. Dimana, AO Nasabah PNM selalu terus bersentuhan dengan kondisi masyarakat.
“Saya ingin menantang, seluruh BUMN harus punya empati seperti ini. Kalian (AO PNM) contoh luar biasa bagi pimpinan BUMN, kalian turun langsung ke jalan. Banyak pimpinan BUMN yang hanya duduk saja. Harusnya langsung turun dan merasakan apa yang terjadi di lapangan,” ujar Erick dalam Webinar AO PNM.
Dalam kesempatan itu, Erick mendengar langsung kisah para AO Nasabah PNM yang kerap bersentuh dengan para nasabah di lapangan. Erick pun memberikan apresiasi saat mendengar cerita mereka. Oleh karena itu, dia meminta agar manajemen PNM bisa berikan kesempatan kepada AO untuk dapat memberikan pendidikan jauh lebih tinggi melalui program CSR. Bahkan dia meyakini para AO ada yang bisa jadi direksi namun harus dimulai dengan pendidikan yang baik.
“Makanya PNM bisa mapping AO yang kinerja yang baik dan bisa memiliki pendidikan yang lebih tinggi. Saya rasa untuk teman-teman AO, saya sangat apresiasi dan terharu. Bagaimana perjuangan kalian sebagai generasi muda langsung turun di garis terdepan dan membantu masyarakat terutama ibu-ibu yang saat ini sedang kesulitan dan sebelumnya saat dalam perjuangan,” kata dia.
Erick juga kembali mengutarakan keinginannya agar komposisi direksi di perusahaan pelat merah minimal 15 persen harus berasal dari kalangan perempuan. Dia juga menginginkan agar setidaknya minimal 7 persen dari direksi berasal dari kalangan usia di bawah 40 tahun.
“Kemarin saya sudah bicara terbuka, saya ingin komposisi direksi BUMN itu ada 15 persen perwakilan dari perempuan. Saya juga mau usia direksi di bawah 40 tahun, paling tidak 7 persen,” tandasnya (Red/dari berbagai sumber).