Foto: Menhan Prabowo Subianto, sumber f:oto: WinNetNews.com
Stramed, Presiden Joko Widodo resmi menunjuk Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo sebagai Menteri Pertahanan dalam Kabinet Indonesia Maju. Menariknya, kasus ini mungkin menjadi yang pertama di dunia, saat seorang calon presiden bergabung ke dalam kabinet lawannya yang terpilih pada pemilihan presiden (Pilpres) 2019.
Hal tersebut disampaikan pengamat politik Jerry Sumampouw. Menurut Jerry, hal ini dapat mengganggu sistem demokrasi di Indonesia, karena dapat mengurangi kekuatan dari oposisi pemerintah. “Ini yang pertama di dunia, ini aneh aja. Ini tidak biasa karena di pemilu kita liat dua orang ini punya visi misi berbeda, ketika terpilih, diajak masuk ke kabinet mau aja,” ujar Jerry di kantor Formappi, Matraman, Jakarta, belum lama ini.
Ia menjelaskan, hal serupa pernah terjadi dalam Pilpres di Amerika Serikat. Saat itu, Hillary Clinton dan Barack Obama sempat berselisih tegang dalam berebut menjadi calon presiden dari Partai Demokrat.
Namun, pada akhirnya Partai Demokrat memilih Obama dan ia juga terpilih sebagai Presiden Amerika Serikat. Saat membentuk kabinetnya, Obama justru menunjuk Hillar sebagai Menteri Luar Negeri.
Jerry menjelaskan, perselisihan yang terjadi pada Obama dan Hillary adalah hal yang berbeda dengan Kabinet Indonesia Maju. Sebab, keduanya masih berada dalam partai yang sama.
“Capres ada dua, 02 punya visi misi sendiri, begitu juga 01. Tiba-tiba ketika dia susun kabinet masuk capres lawannya, ini mengerikan, ini sistem demokrasi seperti apa yang terjadi,” ujar Jerry.
Menurutnya, hal tersebut dapat berbahaya bagi sistem demokrasi di Indonesia. Karena, itu dapat menimbulkan oligarki dalam pemerintahan yang hanya dikuasai oleh orang atau kelompok tertentu.
“Ada dimensi-dimensi seperti ini yang mungkin tdak menjadi pertimbangan (Jokowi), yang penting cepat terbentuk kabinet, politik stabil, dan kita kerja ke depan,” ujar Jerry.
Keputusan Presiden Jokowi merangkul lawan politiknya Prabowo Subianto masuk ke kabinet mendapat perhatian banyak pihak, termasuk para pemerhati politik di Amerika. Menurut sejumlah pengamat, bergabungnya Prabowo menunjukkan kekhawatiran Jokowi dalam mengemban mandat dari konstituennya.
Sementara itu, pengusaha yang sekaligus mantan wakil gubernur DKI Jakarta Sandiaga Salahuddin Uno menilai dipilihnya Prabowo Subianto menjadi menteri pertahanan sebagai sinyal persatuan Indonesia. “Pak Prabowo memberikan sinyal persatuan. Semua sudah selesai, kontestasi selesai,” kata Sandiaga, di Kota Malang, Jawa Timur, belum lama ini. Sandiaga menambahkan, Prabowo selalu memberikan tiga pesan kepada dirinya dan masyarakat Indonesia.
Pesan tersebut, yakni untuk selalu mencintai Republik Indonesia, jangan menengok ke belakang, dan rakyat Indonesia jangan terpecah belah.
Sedangkan, Bendahara Umum TKN Wahyu Sakti Trenggono menjabat sebagai Wakil Menteri Pertahanan (Wamenhan) di Kabinet Indonesia Maju. Usai menghadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana, Trenggono mengaku telah mendapatkan penugasan sebagai Wamenhan.
Ia mengaku diberi tugas untuk mengembangkan sektor industri pertahanan agar menjadi lebih baik. Kepada Presiden Jokowi, Trenggono pun menyampaikan kesediaannya untuk membantu kerja Menteri Pertahanan Prabowo Subianto.
“Latar belakang saya lebih ke arah pengembangan industri. Jadi saya kira fokus saya nanti di situ lebih banyak kepada bagaimana mengembangkan industri pertahahanan di dalam negeri,” ucapnya.
Beberapa waktu yang lalu kekecewaan datang dari kelompok pendukung Prabowo, karena Prabowo meninggalkan gelanggang, lalu menyerah dan bergabung dengan musuh politiknya Jokowi. Keputusan Prabowo yang sangat tiba-tiba berbalik, dari musuh menjadi anak buah Jokowi, menggoreskan kekecewaan besar. Sumpah serapah bertebaran di medsos.
Sementara itu, Trias Kuncahyono dalam tulisannya berjudul “Kisah Lincoln dan Stanton” menulis, Orang-orang di Washington sungguh tidak mampu memahami keputusan Presiden Abraham Lincoln (1809-1865) yang mengangkat Edwin McMaster Stanton (1814 – 1869) menjadi Menteri Pertahanan? Ketika itu, Perang Saudara (1861-1865) tengah mengancam perpecahan AS. Sudah menjadi rahasia umum di Washington bahwa Stanton, ahli hukum dan politisi kondang itu, sangat membenci Lincoln. Ketidaksukaan Stanton terhadap Lincoln tidak pernah ditutup-tutupi. Tidak ada sedikit pun pada diri Lincoln yang bisa menggerakkan hati Stanton untuk memujinya.
“Pada tahun 1855, Stanton sebagai pengacara membela John M Manny, dalam kasus pelanggaran hak paten yang diajukan oleh McCormick Reaper Company. Ketika itu, Abraham Lincoln yang juga sebagai pengacara dilibatkan dalam tim menangani kasus tersebut, Stanton sangat tidak suka. Maka, ketika Stanton melihat Lincoln lantas mengatakan kepada temannya dalam nada rasialis, “Mengapa Anda membawa kera bertangan panjang ke sini.”
Meskipun dihina disebut sebagai kera, Lincoln tidak kecil hati. Lincoln bahkan memuji Stanton dengan mengatakan telah belajar banyak dari kinerja Stanton di pengadilan. Tetapi pujian Lincoln itu tidak meruntuhkan sinisme hati Stanton. Ia bahkan menyebut Lincoln sebagai “jerapah” karena berleher panjang. Lincoln ketika itu adalah pemuda kurus, jangkung, tetapi tegap. Pakaiannya selalu tak pernah tampak pas. Lengan bajunya selalu terasa pendek dan celananya selalu menggantung di atas mata kaki. Suatu ketika pada tahun 1860, pengacara yang menjadi politikus, dan disebut kera serta jerapah itu, terpilih menjadi presiden. Namun, Stanton tetap kurang menghargainya dan menganggapnya tidak memiliki cukup kepandaian.
“Bagaimana Lincoln menundukkan dan menghancurkan musuhnya? Ia merangkul dan menjadikan musuh-musuhnya sebagai teman. Seperti yang dikatakan oleh Sun Tzu, ahli strategi militer dari Tiongkok (544 SM – 496 SM) bertempur dan menaklukkan musuh dalam peperangan bukanlah kehebatan paling tinggi; kehebatan tertinggi terjadi ketika Anda mampu menghentikan musuh tanpa perlawanan. Jalan menang tanpa ngasorake itulah yang dipilih Lincoln. Ia mengangkat Stanton menjadi menteri pertahanan di zaman Perang Saudara. Sebab, Lincoln meyakini bahwa cinta adalah satu-satunya kekuatan yang mampu mengubah musuh menjadi teman. Dengan mengangkat Stanton menjadi Menteri Pertahanan, Lincoln harus dengan sukarela menelan semua harga dirinya; mengubur dalam-dalam egonya. Ia harus menyingkirkan kepentingan diri dan lebih mengutamakan kepentingan bersama, kepentingan negara dan bangsa yang tengah menghadapi perang. Ketika rekan-rekannya bertanya pada Lincoln, mengapa ia memilih Stanton, tokoh yang sangat membencinya? “Karena ia adalah orang terbaik untuk pekerjaan itu,” jawab Lincoln (https://triaskun.id/2019/10/25/kisah-lincoln-dan-stanton/)
Sementara itu, pemerhati masalah strategis Indonesia, Wildan Nasution mengatakan, langkah dan keputusan Presiden Joko Widodo mengangkat Prabowo Subianto sebagai Menteri Pertahanan adalah tepat, untuk meredakan tensi persaingan politik sekaligus menunjukkan bahwa diantara mereka sudah terjalin persahabatan yang kuat.
“Sering Presiden Jokowi mengatakan Prabowo adalah sahabatnya, bahkan dalam pidato pelantikan Presiden, Jokowi juga menyebut Prabowo sebagai sahabat karibnya.
Pengangkatan ini juga menjadi tantangan Prabowo Subianto yang di masa kampanye dan debat Presiden selalu menyatakan sistem pertahanan kita lemah, sehingga dengan pengalaman dan kepakarannya, Jokowi mempercayai Prabowo akan bakal mampu memperkuat sistem pertahanan Indonesia,”ujar Wilnas selanjutnya sekaligus menegaskan, itulah ciri-ciri negarawan yang baik karena mampu menempatkan persaingan politik hanya sebatas persaingan tapi tidak merusak persahabatan apalagi nilai kemanusiaan (Red).