![](https://kongkownews.com/wp-content/uploads/2024/05/ANCAMAN.png)
Oleh Toni Ervianto *)
KN, Landscape ancaman dan hambatan global semakin komprehensif dan asimetris sebagai imbas perubahan geopolitical landscape yang jika tidak diantisipasi berpotensi menimbulkan kerusakan parah, dan salah satu upaya menangkal kerusakan parah yang dapat meluluhlantakkan negara adalah dengan merestrukturisasi militer yang dilakukan beberapa global merespons jenis dan derajat ancaman terhadap mereka yang jelas berbeda.
Jenis dan tipe ancaman global saat ini sarat diwarnai dengan rivalitas antara Tiongkok dengan Amerika Serikat (AS). Sejak Juli 2023, The Ministry of State Security (MSS), organisasi top intelijen Tiongkok telah menggunakan WeChat untuk mengajak warganya melawan aktifitas intelijen asing, termasuk narasi anti Tiongkok yang dikembangkan AS dengan menggunakan isu SDA sampai teknologi. Upaya MSS ini menggambarkan bagaimana lembaga intelijen menggunakan declassified intelligence sebagai kebijakan luar negeri dan statecraft tool.
Pada 26 Februari 2024, White House meluncurkan laporan terkait perlunya upaya proaktif mengurangi serangan yang berasal dari cyberspace, termasuk ekosistem luar angkasa yang untuk mencegahnya membutuhkan investasi besar terkait riset menyangkut bagaimana menciptakan specific memory-safe software languages diluar angkasa. Fenomena jenis ancaman luar angkasa ini telah menyebabkan negara dan badan-badan internasional berkonsentrasi dan merumuskan strategi serta kebijakan mengatur aktifitas luar angkasa. Komersialisasi luar angkasa oleh perusahaan semacam SpaceX dan materialisasi kompetisi kekuatan di luar angkasa antara AS, Tiongkok dan Rusia telah membuat permasalahan keamanan luar angkasa menjadi kompleks dan menjadi multilayered issue. Disamping itu, perkembangan teknologi seperti senjata robotic dan manuver misil hypersonic telah menjadikan luar angkasa menjadi area penting bagi keamanan nasional (pivotal area of national security).
Rusia dan China sedang mempertimbangkan untuk membangun sebuah pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) di Bulan. Moskow menyebut langkah itu akan memungkinkan pembangunan permukiman untuk manusia di Bulan suatu hari nanti.
Seperti dilansir Reuters, Rabu (6/3/2024), hal tersebut diungkapkan oleh kepala badan antariksa Rusia, Roscosmos, Yuri Borisov. Borisov yang mantan Wakil Menteri Pertahanan Rusia ini, mengatakan bahwa Moskow dan Beijing telah bersama-sama mengerjakan program untuk Bulan. Dia menilai Rusia mampu berkontribusi dalam kerja sama itu dengan keahliannya dalam “energi nuklir luar angkasa”.1
Sementara itu, kemampuan teknologi misile dan drone Iran menarik Rusia agar Iran mendukung mereka dalam perang melawan Ukraina, seperti selama ini Iran menyuplai pejuang Houthi dengan misile seperti “Quds-3” yang dapat menjangkau sasaran sepanjang 1.500 Km dan misil Fattah yang dapat menerpa sasaran di jarak 1.400 km dan dronenya seperti Mohajer, Ababil, Amin, Arash, Kaman, dan Shahed.
Ancaman serangan siber juga menjadi perhatian berbagai negara bahkan PBB menginvestigasi lebih dari 58 serangan siber ilegal yang dilakukan Korea Utara selama tahun 2017 dan 2023, yang menghasilkan keuntungan kurang lebih $3 milyar dengan menarget infrastruktur vital milik AS dan Korea Selatan, termasuk serangan siber Korut menyasar para pengkritik pemerintah, penghianat dan tokoh oposan lainnya yang dijadikan target. Pemilu Korsel pada April 2024 berpotensi dijadikan sasaran serangan siber oleh Korut.
Jenis ancaman lainnya yang dijadikan referensi beberapa negara untuk merestrukturisasi militernya adalah masih eksisnya kelompok teror, apalagi saat ini juga sedang berkembang left-wing terrorism (terorisme sayap kiri) yang diperkirakan memiliki peran prominen dimasa depan, dengan mengangkat isu terkait lingkungan hidup, hak aborsi dan isu ekonomi karena kelompok ini juga menggunakan perkembangan teknologi seperti 5G wireless, artificial intelligence, dan robotics, dan mereka dikalangan analis intelijen internasional dilabelisasi sebagai kelompok ‘salad bar terrorism’.
Oleh karena itu, dapat diprediksikan restrukturisasi militer yang dilakukan berbagai negara akan lebih difokuskan untuk menghadapi ancaman yang lebih serius seperti ancaman eksploitasi cyberspace oleh negara rival, nuklir luar angkasa, kemajuan teknologi beberapa tahun ke depan serta salad bar terrorisme termasuk konvensional terorisme. Restrukturisasi militer di beberapa negara juga digunakan untuk mengantisipasi perang.
Perang adalah perkelahian antar kelompok dimulai sejak puluhan ribu tahunyang lalu. keegan dalam Gary D Solis 2010 mengatakan bahwa bukti tersebut ditemukan melalui suatu lukisan gua, tentang sekelompok pemanah dalam suatu konflik yang berumur 10.000 tahun yang lalu.2
Perang adalah perkelahian dalam skala besar, merupakan kelanjutan dari kebijakan dalam bentuk lain, sehingga perang memiliki makna yang sangat luas baik perang dalam bentuk fisik (menggunakan kekuatan/hard/power/force) maupun non fisik (soft power).
Pada skala yang lebih tinggi, maka perang disebabkan oleh halhal yang lebih kompleks. Thomas Lindemann (2010) mengatakan bahwa ada empat motivasiterjadinya perang, pertama yaitu prestige (kebanggaan), kedua yaitu antipathy (antipati) yang merupakan perbedaan identitas yang sangat mencolok. Ketiga adalah universal dignity (harga diri unversal/kehormatan) yaitu perang yang disebabkan oleh pelanggaran terhadap standar universal kedaulatan negara. Penyebab keempat adalah particular dignity (harga diri tertentu) seperti terjadinya trauma sejarah pada Israel.
Tujuan dalam perang seperti yang telah disampaikan Clausewitz adalah membuat musuh tidak dapat melawan kembali. Untuk mencapai tujuan tersebut, karena perang dilakukan dalam hubungan kelompok atau Negara, maka diperlukan strategi guna menyatukan setiap elemen yang dapat memberikan pengaruh terhadap berlangsungnya peperangan. Menurut pengertian klasik strategi adalah suatu manuver militer untuk mencapai pertempuran dan taktik digunakan saat kedua kekuatan saling bertemu. Clausewitz (1812) dalam Principles of War menyatakan bahwa strategi adalah the combination of individual engagements to attain the goal of the campaign or war. Menurut Clausewitz (1832) dalam On War menyatakan bahwa strategi adalah the use of an engagement for the purpose of the war. Untuk mencapai tujuan perang, maka diperlukan kekuatan/pasukan, sehingga dapat disimpulkan dari pernyataan Clausewitz bahwa strategi adalah pemanfaatan pertempuran untuk mencapai tujuan perang dengan menggunakan kekuatan/pasukan yang ada.
Tulisan singkat ini menjelaskan tentang penggunaan declassified intelligence sebagai alat kebijakan luar negeri beberapa negara maju, persaingan major powers di luar angkasa, ancaman nuklir ke depan serta salad bar terrorism termasuk konvensional terorisme. Teori yang digunakan untuk membedah masalah ini adalah teori balance of power dan teori ancaman (threats theory).
Balance of Power adalah sebuah teori dalam hubungan internasional yang menyatakan bahwa setiap negara atau sebuah kelompok negara melindungi negaranya dengan cara mengimbangi kekuatan negara yang menjadi rivalnya.
Negara dapat menciptakan perimbangan kekuasaan dengan beberapa cara diantaranya kerjasama antarnegara, peningkatan armada militer atau perluasan wilayahnya. Terdapat perbedaan yang signifikan terhadap perimbangan kekuatan sebelum perang dunia dan paska perang dunia. Paska perang dunia perimbangan kekuatan terjadi karena setiap negara merasakan ketakutan akan adanya dampak kerusakan yang fatal akibat senjata modern, sehingga setiap negara cenderung menahan diri. Maka dari itu daripada sebuah konfrontasi terbuka secara langsung, setiap negara cenderung meningkatkan kemampuan militernya dan yang kedua melalui pendekatan politik atau negara-negara superpower melakukan intervensi militer skala kecil kepada negara-negara dunia ketiga.5
Adanya sebuah ancaman nasional sebagi tolak ukur di dalam dunia intelijen dimana menurut Liotta dan Lloyd (2005) bahwa penilaian mengenai ancaman tradisional secara terus menerus memiliki peranan yang penting, walaupun dimodifikasi, dalam proses perencanaan pasukan dan strategi. Liotta & Lloyd merumuskan bahwa teori ancaman terdiri dari: T (Threat) = I (Intention) + C (Capabilities)+ C (Circumstances) + V (Vulnerabilities).6
Ancaman merupakan setiap kegiatan yang berasal dari dalam dan luar negeri yang dinilai membahayakan wilayah negara (NKRI) dan keselamatan bangsa atau sesuatu yang bersifat penghambat serta penghalang terhadap kepentingan nasional.
Ancaman merupakan faktor utama yang menjadi dasar penangkalan (deterrence), bersifat actual (nyata), dan potensial (belum nyata) (Yusgiantoro, 2019).
Penelitian sebelumnya terkait restrukturisasi militer beberapa negara
Harus diakui masih belum ada penelitian sebelumnya terkait dengan spektrum ancaman ke depan seperti ancaman eksploitasi cyberspace oleh negara rival, nuklir luar angkasa, kemajuan teknologi beberapa tahun ke depan. Penelitian yang ada masih fokus kepada restrukturisasi militer di berbagai negara dalam mengatasi ancaman konvensional mereka, bukan multilayered issue threats.
Presiden Turki Tayyip Erdogan berjanji akan segera merestrukturisasi angkatan bersenjata sehingga percobaan kudeta militer seperti yang terjadi sepekan lalu tak akan terulang kembali. Dalam wawancara pertamanya kepada Reuters setelah mengumumkan status darurat di Turki, Erdogan memaparkan bahwa terdapat kegagalan yang signifikan dalam jajaran petugas intelijen sehingga kudeta dapat terjadi. Erdogan juga menyatakan restrukturisasi militer mutlak dilakukan agar angkatan bersenjata mengalami pembaruan.7
Terkait dengan hal ini telah dilaksanakan penelitian dilatarbelakangi oleh paradigma militer Turki yang masih beranggapan bahwa militer masih mendominasi berbagai aspek dalam sosial politik Turki sebagaimana pada masa awal pemerintahan Republik. Kudeta lima jam membuktikan kapabilitas Erdogan yang mampu mengalahkan dominasi militer di Turki sehingga kondisi ini mengharuskan militer Turki untuk melakukan penyesuaian dengan gaya kepemimpinan dan sistem politik Erdogan. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah kualitatif. Data diperoleh melalui kajian kepustakaan terhadap berbagai media cetak dan digital seperti buku, artikel ilmiah, dan laporan mengenai dinamika militer di Turki serta berbagai perubahan kebijakan pada militer Turki pasca kudeta 2016. Teori yang digunakan pada penelitian ini adalah transisi demokrasi Huntington dan Strong State Francis Fukuyama. Penelitian ini menyimpulkan bahwa Adaptasi militer Turki dapat dilihat dari tiga dimensi yaitu Adaptasi Ideologi, Adaptasi Konstitusi dan Adaptasi Organisasi Militer (Restrukturisasi Organisasi). Pada Adaptasi Ideologi Sekuler-Kemalis di Tubuh Militer menitik beratkan pada ketegangan antara ideologi Pro Islam-Konservatif dengan ideologi Kemalist Sekuler. Pada Adaptasi konstitusi terjadi beberapa perubahan yakni melemahnya kewenangan dan keterlibatan militer dalam sistem politik di Turki, sehingga kewenangan yang diberikan terhadap militer hanya sebatas pada pertahanan negara saja. Pada Adaptasi Organisasi Militer, Erdogan mengambil kebijakan yang cukup ekstrem yaitu untuk mengembalikan konteks militer ke barak.
Fenomena ini memperlihatkan bahwa terdapat peningkatan kontrol pemerintahan sipil terhadap Angkatan Bersenjata Turki pasca percobaan kudeta terjadi pada tahun 2016.8
Tulisan lainnya yang ditemukan adalah restrukturisasi pasca kudeta yang dilakukan militer Mesir terhadap presiden Muhammad Mursi. Mesir memiliki sejarah panjang dengan kekuasaan militer. Sejak militer mengkudeta Raja Farouq pada tahun 1952, militer tidak pernah kehilangan kekuasaan tertinggi dalam pemerintahan Mesir hingga akhirnya gelombang Arab Spring pada tahun 2011 mengakhiri rezim militer yang telah berkuasa selama puluhan tahun. Pemilu secara demokratis diselenggarakan demi memilih presiden dengan cara yang demokratis. Maka terpilihlah Muhammad Mursi dari kelompok Islamis Ikhwanul Muslimin. Mursi terpilih pada bulan Juni 2012 dengan perolehan suara 51,7. Mursi berupaya untuk mengembalikan keadaan ekonomi dan politik Mesir yang merosot pasca revolusi 2011.
Namun ternyata, ada pihak yang tidak senang dengan berkuasanya Mursi. Salah satunya adalah pihak militer. Apalagi setelah Mursi mengeluarkan dekrit yang dianggap hanya menguntungkan dirinya. Ditambah cara Mursi yang terlalu frontal ingin menghilangkan pengaruh militer di berbagai sektor. Maka terjadilah demonstrasi besar-besaran menuntut presiden Mursi untuk turun. Suasana ini dimanfaatkan oleh militer untuk berafiliasi dengan kelompok oposisi untuk melengserkan Mursi. Dalam kondisi masyarakat yang sedang gaduh, militer menuntut Mursi untuk memperbaiki keadaan dalam waktu 48 jam sejak militer memberi ultimatum. Karena dianggap gagal, akhirnya militer mengambil alih pemerintahan pada 3 Juli 2013. Kudeta militer mesir terhadap presiden Mursi.
Kemudian tesis yang membahas nilai strategis Ukraina bagi Rusia dalam menjaga supremasinya di kawasan Eropa Timur. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain analitis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Rusia menggunakan strategi yang sangat aktif dan ofensif dalam menyikapi krisis di Ukraina, khususnya mengenai Krimea, berbeda ketika Rusia menghadapi ekspansi NATO di negara-negara Eropa Timur lainnya. Ukraina merupakan negara dengan wilayah yang strategis di Eropa Timur yang mendorong aktor-aktor internasional bersaing untuk menguasai Ukraina. Ukraina menjadi arena perebutan pengaruh antara NATO dan Uni Eropa dengan Rusia. Militer dikerahkan untuk mengamankan kepentingan Rusia di Ukraina. Bagi Rusia, Ukraina merupakan benteng terakhir dalam membendung ekspansi NATO di Eropa Timur.10
Terakhir penelitian berjudul Perubahan geomaritim Kawasan pasca restrukturisasi US Pasific Command terhadap Keamanan Maritim Indonesia (Studi kasus Laut Cina Selatan) oleh Novia Nindyarizki, Marsetio, dan Abdul Rivai RAS dari Universitas Pertahanan menyebutkan United States Pasific Command (US PACOM) merupakan komando militer Amerika Serikat yang memiliki Area Of Responsibility di lingkup Asia-Pasifik. Perkembangan dalam hal keamanan penting untuk diwaspadai, terutama modernisasi kekuatan militer China. Amerika Serikat merasa perlu untuk melakukan penilaian kembali terhadap strategi, postur pertahanan dan kekuatan yang diwujudkan dengan adanya restrukturisasi US PACOM menjadi United States IndoPasific Command (US Indo-Pacom). Amerika Serikat ingin memastikan Indo-Pasifik bebas dari hal yang dapat mengganggu kepentingan mereka terutama dengan China yang membangun fasilitas militer di Laut China Selatan (LCS). Kawasan LCS relatif tidak stabil dan dapat menjadi ancaman bagi Keamanan Maritim Indonesia apabila terjadi kontinjensi. Penelitian ini menganalisa strategi Amerika Serikat dalam rangka mempertahankan hegemoni di LCS dan untuk mengetahui upaya Indonesia dalam mencegah terjadinya konflik di LCS dan menjaga keamanan maritim Indonesia.
Dengan menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus deskriptif, peneliti menemukan lima Strategi besar Amerika Serikat yang digunakan untuk mempertahankan hegemoninya di LCS yaitu dengan Free and Open Indo-Pasific (FOIP), Rebalance to Asia, Postur Pertahanan Amerika Serikat di Asia-Pasifik, Freedom of Navigation Operations (FONOPs) dan Kerjasama Keamanan Amerika Serikat dengan ASEAN.11
Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran adalah alur pikir penulis yang menggambarkan problems yang akan dibahas dalam tulisan singkat ini, metode pembahasannya dengan menggunakan teori balance of power dan teori ancaman, serta resultsnya berupa fakta dan analisis terkait fakta actual, dimana dapat ditemukan novelty bahwa restrukturisasi militer yang sudah dilakukan beberapa negara belum mengarah kepada langkah antisipasi ancaman masa depan seperti cyberattacks, nuclear threats dan ancaman luar angkasa.
Berdasarkan dua teori yang dipakai, maka teranalisa jika major powers berniat menghindari konfrontasi terbuka di masa depan (perang) dengan menggunakan artificial intelligence (AI) maupun machine learning (MI) seperti yang dilakukan Rusia, Tiongkok, Iran dan Korea Utara, maka semua negara harus meniadakan sikon yang dapat mengarah ke perang seperti merevisi Perjanjian Luar Angkasa tahun 1967 yang dibuat PBB, dan sebagai langkah antisipatifnya mereposisi dan merestrukturisasi militer dan intelijen setiap negara mengantisipasi ancaman masa depan, bukan lagi sekedar merestrukturisasi militer dan intelijen untuk kepentingan penguasa seperti dilakukan Turki dan Mesir pasca kudeta militer mereka.
Belum mengantisipasi ancaman masa datang
Sejauh pengetahuan penulis, belum ada satupun negara yang merestrukturisasi militernya untuk mengatasi ancaman masa depan (novelty atau kebaruan dalam tulisan ini) antara lain yang akan dibahas dalam tulisan singkat ini yaitu penggunaan declassified intelligence sebagai alat kebijakan luar negeri beberapa negara maju, persaingan major powers di luar angkasa, ancaman nuklir ke depan serta salad bar terrorism termasuk konvensional terorisme. Faktanya terlihat dalam beberapa open sources news dibawah ini.
Sekretaris Jenderal Pakta Pertahanan Atlantik Utara, NATO, Anders Fogh Rasmussen hendak menggunakan paksaan penghematan menyeluruh untuk restrukturisasi besar-besaran aliansi militer internasional tersebut. Birokrasi akan diperkecil, tetapi tidak merugikan kemampuan NATO untuk mengerahkan pasukan.
“Menyingkirkan lemak dan mengembangkan otot.“ Demikian Rasmussen menyebut rencana tersebut. Tetapi ia berpendapat, pada sejumlah negara anggota NATO terjadi sebaliknya, mereka membiarkan otot-otot melemah.
Rasmussen menekankan, “Keanggotaan dalam NATO tidak dapat diperoleh secara gratis. Terutama anggota-anggota di Eropa harus melawan cobaan, untuk menggunakan krisis ekonomi sebagai alasan untuk membiarkan semakin besarnya kekosongan dana untuk pertahanan trans Atlantik.“ Sekarang saja AS telah mengeluarkan dana bagi tiap serdadu jauh lebih besar, daripada yang diberikan sebagian besar anggota di Eropa. Hanya lima anggota NATO yang melaksanakan ketetapan keanggotaan, yaitu menganggarkan sedikitnya dua persen dari produk domestik bruto untuk pertahanan. Lima negara itu adalah Albania, Perancis, Yunani, Inggris dan AS.
Rasmussen melihat potensi penghematan besar dalam kerjasama strategis antara NATO dan Uni Eropa. Sebagian besar anggota Uni Eropa juga menjadi anggota NATO, dan dalam urusan penempatan militer kedua aliansi internasional tersebut sering mengambil keputusan serupa. Tetapi dalam perundingan bersama yang berjalan teratur, banyak tema tidak didiskusikan karena alasan-alasan formal.
Demikian dikeluhkan Rasmussen. Ia menjelaskan, “Semua wakil duduk bersama di meja. Rasanya hampir memalukan, bahwa kita tidak dapat membicarakan Afghanistan, atau penanganan bajak laut, atau masalah Kosovo, atau apa saja. Saya merasa ini membuat frustasi. Tetapi ketegangan antara dua anggota NATO, yaitu Turki dan Siprus juga sering menyebabkan sulitnya kerja sama lebih lanjut. Dalam hal ini Rasmussen meminta lebih banyaknya pengertian bagi masalah Turki. Belakangan ini AS juga menuduh Uni Eropa menyebabkan semakin menjauhnya Turki dari Barat, karena Uni Eropa berkali-kali menolak permintaan Turki untuk menjadi anggota.12
Fakta lainnya adalah Angkatan Darat Australia akan merelokasi hampir 1.000 personelnya dari wilayah selatan ke wilayah utara negara itu berdasarkan program restrukturisasi pasukan paling ekstensif dalam lebih dari satu dekade. Langkah tersebut, yang diumumkan oleh pemerintah Australia pada September 2023, bertujuan untuk memperkuat kesiapsiagaan negara itu terhadap potensi konflik di Indo-Pasifik. Tinjauan Strategis Pertahanan, yang dirilis pada awal tahun 2023 oleh Departemen Pertahanan Australia, yang dikenal sebagai Defence, menekankan perlunya pasukan yang lebih terfokus dan lebih sesuai untuk mengatasi meningkatnya ketegangan geostrategis, khususnya mengenai postur Republik Rakyat Tiongkok (RRT) di kawasan itu. Sejalan dengan berbagai rekomendasi tinjauan tersebut, Departemen Pertahanan Australia menerapkan penyesuaian penting dalam unit dan formasi Angkatan Darat, termasuk transisi dari brigade tempur generalis menjadi brigade tempur yang lebih terspesialisasi. Perubahan itu berupaya untuk memperkuat kemampuan, kesiapsiagaan, dan proyeksi kekuatan Angkatan Darat.
Berdasarkan pengaturan baru ini, Brigade ke-1 Angkatan Darat, yang bermarkas di Darwin di Northern Territory, akan menjadi brigade tempur ringan yang sangat cocok untuk lingkungan pesisir. Sementara itu, Brigade ke-3, yang bermarkas di Townsville, Queensland, akan bertransformasi menjadi brigade tempur lapis baja yang dikhususkan untuk operasi amfibi. Transformasi ini sejalan dengan misi Angkatan Laut Australia untuk mengamankan medan kritis. Brigade ke-7, yang berpangkalan di Brisbane, Queensland, akan beralih menjadi brigade tempur bermotor yang mampu dikerahkan secara cepat melalui udara dan laut untuk mengatasi keadaan darurat regional.
Selain itu, Angkatan Darat Australia sedang membentuk kembali Brigade ke10, yang berpangkalan di Adelaide, Australia Selatan, untuk berfungsi sebagai “brigade penembakan rudal.” Jumlah prajurit brigade itu diperkirakan akan meningkat secara bertahap seiring dengan kedatangan Sistem Roket Artileri Mobilitas Tinggi (High Mobility Artillery Rocket System – HIMARS) dari Amerika Serikat.
Townsville juga akan menjadi pusat kendaraan lapis baja serta penerbangan angkut jarak menengah dan serbu Angkatan Darat, sementara itu Brisbane akan menjadi pangkalan bagi brigade tempur bermotor, yang meningkatkan kemampuan angkutan udara dan pergerakan personel, demikian yang dilaporkan Departemen Pertahanan Australia. Penyesuaian pada brigade yang berpangkalan di Darwin akan menekankan pada pasukan ringan yang dapat beradaptasi dan bergerak dengan cepat. Adelaide akan menjadi pusat kemampuan serangan jarak jauh, serta sistem pertahanan udara dan rudal terintegrasi. Restrukturisasi itu diperkirakan akan mencakup beberapa siklus penempatan personel selama lima hingga enam tahun.
Relokasi personel akan dimulai pada tahun 2025 dan selaras dengan pengiriman alutsista. Perubahan tersebut mencerminkan konfigurasi ulang pasukan yang lebih luas oleh Sekutu dan Mitra, termasuk Jepang dan Filipina, yang dipicu oleh perubahan situasi keamanan di kawasan itu, demikian ungkap Jenderal Charles Flynn, Panglima Angkatan Darat A.S. di Pasifik, kepada U.S. Naval Institute baru-baru ini.13
Sementara, Angkatan Darat Amerika Serikat akan mengurangi sebanyak 24.000 tentara sebagai bagian dari strategi restrukturisasi kekuatan tahun jamak, di tengah masalah rekrutmen yang dihadapi militer AS. Angkatan Darat AS telah melakukan Analisis Total Angkatan Darat (TAA) selama setahun terakhir untuk menilai struktur pasukannya, kata Angkatan Darat AS dalam sebuah pernyataan. Angkatan Darat sedang bergerak maju dengan transformasi struktur kekuatan yang signifikan untuk melanjutkan modernisasi dan perubahan organisasi terkini, menurut pernyataan tersebut. Struktur kekuatan Angkatan Darat saat ini dirancang untuk dapat menampung 494.000 tentara, dan kekuatan akhir tugas aktif ditetapkan oleh peraturan sebesar 445.000 tentara, menurut pernyataan itu. Perubahan struktural akan mempersempit kesenjangan antara tingkat pasukan yang berwenang dan aktif, tambahnya.
Angkatan Darat berupaya untuk memiliki setidaknya 470.000 tentara yang bertugas aktif pada tahun fiskal 2029, yang berarti sekitar 20.000 tentara di atas kekuatan akhir saat ini tetapi terjadi pengurangan sekitar 24.000 tentara dibandingkan dengan struktur kekuatan yang direncanakan. Restrukturisasi kekuatan terjadi di tengah tantangan rekrutmen di militer AS. Angkatan Darat gagal mencapai target perekrutan pada tahun 2023 dengan sekitar 10.000 anggota baru, berdasarkan laporan media AS pada Januari dengan mengutip data internal Departemen Pertahanan. Angkatan Darat sedang berupaya untuk memprofesionalkan dan mereformasi tenaga kerja dan proses perekrutan. Perubahan struktur pasukan dan rekrutmen tidak akan “terjadi dalam semalam” tetapi sedang berlangsung, tambahnya.14
Fokus Restrukturisasi Militer : Mengatasi Ancaman Masa Depan Mengacu kepada teori ancaman yang ditemukan Liotta dan Lloyd (2005) bahwa penilaian mengenai ancaman tradisional secara terus menerus memiliki peranan yang penting, walaupun dimodifikasi, dalam proses perencanaan pasukan dan strategi. Liotta & Lloyd merumuskan bahwa teori ancaman terdiri dari: T (Threat) = I (Intention) + C (Capabilities)+ C (Circumstances) + V (Vulnerabilities), maka penggunaan declassified intelligence sebagai alat kebijakan luar negeri beberapa negara maju, persaingan major powers di luar angkasa, ancaman nuklir ke depan serta salad bar terrorism termasuk konvensional terorisme jelas merupakan ancaman yang tidak main-main, karena para aktor pelakunya memiliki niat, kemampuan, didukung oleh perkembangan Sikon dan minimnya kerentanan mereka.
Terkait penggunaan declassified intelligence sebagai alat kebijakan luar negeri beberapa negara maju berdasarkan kajian The Soufan Center15 berjudul Declassified intelligence as a foreign policy tool in great power competition tanggal 5 Maret 2024 intinya disebutkan sejak Juli 2023, lembaga intelijen Tiongkok the Ministry of State Security (MSS) menggunakan WeChat untuk mengajak masyarakat mewaspadai intelijen asing dengan memberikan honor kepada warganya yang berhasil menangkap agen asing sebesar $70,000, dan sejak April 2023, Tiongkok memberlakukan hukum anti espionase. Pada Januari 2024, MSS dalam mengedukasi warganya menerbitkan serial komik di WeChat berjudul “The Secret Special Investigation Division,” yang menceritakan kehidupan nyata agen intelijen.
Sementara, Direktur CIA William Burns selama kepemimpinannya juga menggunakan declassified intelligence sebagai alat kebijakan luar negeri khususnya dalam perang di Ukraina untuk mengatasi kerjasama Rusia-Tiongkok seperti menggunakan declassified intelligence terkait Partai Komunis Tiongkok (CCP) yang menyuplai senjata Rusia dalam perang Ukraina, termasuk rencana Rusia yang disebarkan ke publik melalui media massa adalah contoh niat dan kemampuan didukung Sikon menggunakan spycraft untuk tujuan publik, hal yang sama juga dilakukan intelijen Inggris, MI6.
Sedangkan, terkait persaingan major powers di luar angkasa terlihat jelas dari laporan White House berjudul “Back to the Building Blocks: A Path Toward Secure and Measurable Software,” intinya ada kebutuhan proaktif mengatasi ancaman yang datang dari cyberspace, termasuk kerentanan unik dari software di ecosystem angkasa luar. Keamanan luar angkasa menjadi isu global saat ini karena menimbulkan kesempatan dan risiko bagi aktifitas manusia di luar angkasa, hal ini diatensi AS dan Uni Eropa yang pada November 2023 mengeluar the first EU Space Strategy for Security and Defense, dan rencanya pada Maret 2024 akan mengeluar EU Space Law. Pada Desember 2023, NASA meluncurkan literasi terkait the Space Security Best Practices Guide terkait cybersecurity.
Persaingan memperebutkan hegemoni di luar angkasa juga melibatkan pihak swasta seperti pada tahun 2022, Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) melaporkan SpaceX’s Starlink dan OneWeb menguasai 74% operasional satelit di luar angkasa, sedangkan berdasarkan laporan Defense Intelligence Agency (DIA), penerbangan luar angkasa Tiongkok dan Rusia selama tahun 2019 dan 2021 mencapai 70%. Kondisi ancaman ini menyebabkan militer beberapa negara perlu dilengkapi dengan senjata anti satelit, termasuk harus diratifikasi Perjanjian PBB terkait luar angkasa yang disepakati tahun 1967 oleh AS, Inggris, Rusia dan Tiongkok. AS bahkan curiga tidak lama lagi, Rusia ada kemungkinan menempatkan senjata nuklir di luar angkasa, seperti dikemukakan the chairwoman U.S. House Intelligence Committee.
Kemampuan dan niat Tiongkok dan Rusia menggunakan luar angkasa untuk menebarkan ancaman masa depan, sudah dipraktikan Rusia dalam perang dengan Ukraina, terbukti pada 24 Februari 2022, serangan cyber menyebabkan satelit telekomunikasi AS yaitu Viasat yang dipakai di Posko Komando Militer Ukraina rusak berat. Namun, pada Juni 2023, In June 2023, hacker melakukan serangan siber ke provider satelit telekomunikasi Rusia yaitu Dozor-Teleport, yang selama ini digunakan Kemenhan Rusia dan perusahaan Migas, Gazprom, menunjukkan mereka juga memiliki kerentanan.
Sementara, Tiongkok terus berniat mengurangi dominasi AS diluar angkasa dengan menggunakan laser berkekuatan tinggi di daratan dan luar angkasa (ground and space-based high-powered lasers), manuver hypersonic missiles untuk merusak satelit musuh dan mengoptimalisasi satelit robot.
Pada 7 Februari 2024, Reuters melaporkan PBB mencatat lebih dari 58 serangan siber ilegal dilakukan Korea Utara selama periode 2017 sampai 2023 dengan keuntungan mencapai $ 3 milyar. Serangan siber Korut menargetkan perusahaan yang bergerak di bidang pertahanan, rantai suplai, industri blockchain dan industry cryptocurrency termasuk Korsel. Berdasarkan laporan Chainalysis, sebuah perusahaan analisa blockchain dari AS menyebut selama tahun 2023, serangan siber Korut menyasar industri cryptocurrency. Sedangkan, Microsoft dan OpenAI pada 14 Februari 2024 memberikan warning bahwa North Korean cybergroup Emerald Sleet (THALLIUM) menggunakan ChatGPT untuk memfasilitasi serangan siber dengan menggunakan AI dan machine learning (ML). Komunitas intelijen AS juga fokus pada aktor serangan siber yaitu Rusia, Tiongkok dan Iran.
Menurut laporan The Soufan Center, kelompok kriminal siber dari Korut yaitu Lazarus Group bertanggung jawab atas serangan siber ke AstraZeneca di masa COVID-19. Sedangkan, observasi yang dilakukan Microsoft menyebutkan, sebuah kelompok bernama Emerald Sleet menghukum akademisi dan aktifis NGO yang mengkritik pemerintahan Korut.
Kondisi ancaman dengan mengeksploitasi sikon di luar angkasa jelas menjadikannya sebagai area penting bagi keamanan nasional (pivotal area of national security) yang perlu dijaga dan diantisipasi ke depan dengan restrukturisasi dan reoptimalisasi peran militer dan intelijen di semua negara, termasuk Indonesia jika tidak mau mendapatkan pendadakan strategis (strategic surprises) dari luar angkasa.
2 Gary D. Solis, The Law of Armed Conflict, (New York: Cambridge University Press, 2010
3 Carl Von Clausewitz, On War, Terjemahan Michael Howard dan Peter Paret, (New York : Oxford University Press, 2007.
4 Thomas Lindemann, Causes of War : The Struggle for Recognition, (Colchester, UK : ECPR Press, 2010.
5 https://repository.unikom.ac.id/32156/1/BALANCE%20OF%20POWER.pdf
6 HJC Prunckun, Handbook of Intelligence Inquiry, 2005.
7 https://www.cnnindonesia.com/internasional/20160722065957-134-146262/erdogan-akanrestrukturisasi-militer-pasca-kudeta diunduh 6 Maret 2024.
8 Adaptasi Militer Turki Terhadap Gaya Kepemimpinan dan Sistem Politik Erdogan Pasca Kudeta 2016 = Turkish Military Adaptation to Erdogan Leadership Style and Political System post 2016 Coup; Wawan; Abdul Muta`ali, supervisor; Muhammad Syaroni Rofii, supervisor; Ade Solihat, examiner; Mohammad Izdiyan Muttaqin, examiner (Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2022)
9 Egyptian military coup againts president Mursi, Muhammad Haikal Hamdi; Letmiros, supervisor (Fakultas Ilmu Pengatahuan Budaya Universitas Indonesia, 2016).
10 Geostrategi Rusia di Eropa Timur (Analisis Strategi Militer Ofensif di Ukraina Pasca-jatuhnya Presiden Viktor Yanukovych) = Russia?s Geostrategy in Eastern Europe (Analysis of an Offensive Military Strategy in Ukraine Post-President Viktor Yanukovych). Agung Wicaksono; Hariyadi Wirawan, supervisor; Kusnanto Anggoro, examiner (Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014)
11 file:///C:/Users/tonie/Downloads/jeanne,+1.+Nindya.pdf diunduh 7 Maret 2024.
12 https://www.dw.com/id/penghematan-dan-restrukturisasi-nato/a-5718131 diunduh 7 Maret 2024.
13 https://ipdefenseforum.com/id/2023/11/angkatan-darat-australia-menggeser-pasukannya-ke-utarauntuk-meningkatkan-pertahanan-indo-pasifik/ diunduh 7 Maret 2024.
14 https://www.antaranews.com/berita/3986340/as-akan-kurangi-jumlah-tentara-untuk-strategirestrukturisasi diunduh tanggal 7 Maret 2024.
15 The Soufan Center is an independent non-profit center offering research, analysis, and strategic dialogue on global security challenges and foreign policy issues.
*) Penulis alumni Fisipol Universitas Jember dan pasca sarjana KSI Universitas Indonesia serta penulis.