Foto: Ilustrasi, sumber foto: SINDOnews/Isra Triansyah
Stramed-Semarang. Rencana kegiatan akbar Persaudaraan Alumni (PA) 212 yang akan menggelar reuni pada Senin (02/12) di Jakarta, hendaknya murni untuk kegiatan ibadah, bukan pengerahan massa yang rawan ditumpangi kepentingan politik. Selain itu, jangan pernah ada bendera-bendera yang dikibarkan selain bendera Merah Putih. Ini untuk menjaga ketentraman dan kedamaian. Jangan ada kepentingan politik dan kepentingan lainnya yang memanfaatkan pengerahan massa dalam reuni 212.
Demikian dikemukakan Dr KH Ahmad Darodji MSi kepada media di Semarang, Jawa Tengah, seraya menambahkan perlunya kesepakatan-kesepakatan hitam di atas putih antara penyelenggara dengan otoritas keamanan tentang apa saja kegiatan yang digelar agar jangan melenceng dari tujuan yang diketahui masyarakat yang mengikutinya.
Terkait dengan sejumlah potensi kerawanan yang bakal muncul, seperti adanya pihak yang menumpangi dengan agenda lain dan bakal menyebabkan masalah sosial seperti kemacetan lalu lintas, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Tengah ini meminta masyarakat bisa memikirkan untung dan ruginya.
“Kalau saya sih mendingan tidak usah ikut berangkat ke Jakarta. Pertimbangannya pertama menghindari kerawanan-kerawanan yang bisa terjadi, juga untuk menghemat beaya. Lebih baik beaya dialihkan untuk kebutuhan lain daripada untuk transportasi ke Jakarta. Sedang untuk menggelar pengajian bisa juga kita lakukan di sini. Sama saja kita berdoa di mana saja untuk negara. Di sini maupun Jakarta,” papar Ketua MUI Jawa Tengah.
Sementara Pengamat Politik Universitas Diponegoro (Undip) Semarang M Yulianto menilai kegiatan PA 212 makin berkembang seiring dengan iklim demokrasi dan adanya kelonggaran yang diciptakan pemerintah. Mereka makin membesar sebagai hegemoni demokrasi yang mengusung simbol-simbol Islam.
“Selama mereka bisa mempertahankan suasana sejuk dan damai yang dibangun, tentu tidak akan menjadi persoalan. Namun bila sudah berubah menjadi dis-harmoni dengan banyaknya kepentingan yang masuk, maka dikhawatirkan akan berhadapan dengan masyarakat, bahkan negara,” ujar M Yulianto.
Berkaitan dengan munculnya indikasi ‘penyusup’ yang memanfaatkan momentum Reuni Persaudaraan Alumni 212 yang rencana akan digelar Senin (02/12) akan datang, M Yulianto menilai wajar sebagai bentuk warning. Oleh karenanya hal tersebut perlu diantisipasi.
Gus Iwan, tokoh muda Wakil Ketua I Laskar Merah Putih Jawa Tengah terpisah sependapat dengan KH Ahmad Darodji. Siapapun yang hendak ke Jakarta dalam kaitannya dengan kegiatan massa PA 212 harus mempertimbangkan lebih jauh efektifitasnya.
“Saya ajak berpikir, pertama tentang biaya akomodasi dan transportasi, ketika kehadiran massa yang tak terbendung pasti akan mengakibatkan kemacetan lalu lintas dan kesulitas kita untuk memanfaatkan sarana transportasi. Pada saat digelar hari Senin, sangat pasti akan mengganggu aktifitas masyarakat yang memanfaatkan jalan untuk jalur transportasi kerja. Jadi tujuan mulia kita yang semula untuk silaturahmi dan istighosah, otomatis bisa berpotensi mengganggu mereka bila massa tak terbendung. Saya kira hal yang mestinya manfaat bagi kita bisa saja jadi mudzarat karena mengganggu orang kebanyakan,” kata Gus Iwan di tempat berbeda.
Menurut Gus Iwan, warga Jawa Tengah tidak perlu ikut berbondong-bondong memadati Jakarta. Yang menjadi pertimbangan adalah dampak dari mobilisasi massa yang berpotensi menciptakan dis-harmoni sebagaimana yang jadi gambaran Pengamat Politik Undip M Yulianto.
“Apapun yang namanya dampak mobilisasi massa itu pasti terjadi kemacetan, pasti akan ada akses jalan yang biasa dilewati masyarakat ditutup. Ada pengalihan rute yang pasti berdampak pada lamanya perjalanan ke kantor maupun ke sekolah bagi masyarakat atau warga, ini yang dikhawatirkan menimbulkan dampak psikologis yang bisa memicu disharmoni,” ungkap Gus Iwan Cahyono.
Hal yang bisa berdampak merugikan negara dan masyarakat, menurut Gus Iwan antara lain membengkaknya beaya pengamanan. “Aksi massa secara tidak langsung melibatkan banyak personel pengamanan. Selama pengamanan tentu dibutuhkan transportasi dan akomodasi yang semuanya ditanggung negara. Bila sering terjadi aksi yang melibatkan massa banyak, sudah barang tentu negara akan terbebani anggaran pengamanan, sehingga anggaran yang mestinya bisa untuk hal lain, akhirnya tersedot habis untuk pengamanan aksi massa. Karena itu saya mengajak kepada masyarakat agar sadar dan paham kondisi demikian sehingga lebih bijak dalam mengambil keputusan,” tambahnya.
Dalam kaitan aksi massa tersebut, Gus Iwan bukan bermaksud mencegah atau melarang setiap orang mengikuti kegiatan istighosah atau pengajian apapun yang diselenggarakan, namun mengajak agar lebih bijaksana memikirkan dampak yang diakibatkan. (Red)