Oleh : Bayu Wauran
Stramed, Landasan pelaksanaan Otonomi Khusus di wilayah Provinsi Papua dan Papua Barat, yakni UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua, yang disahkan pada 21 Oktober 2020. Selanjutnya dalam Undang-Undang tersebut pada pasal 34 huruf C, angka (2) bahwa “penerimaan khusus dalam rangka pelaksanaan Otonomi Khusus yang besarnya setara dengan 2% dari Plafon Dana Alokasi Umum Nasional, yang terutama ditujukan untuk pembiyaan pendidikan dan kesehatan”, dan dilanjutkan pada angka (6) yakni “penerimaan dalam rangka Otonomi Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat 3 huruf e, berlaku selama 20 tahun”. Pelaksanaan Otonomi Khusus di Provinsi Papua pada dasarnya difokuskan di 4 sektor utama yakni Bidang Pendidikan, Bidang Kesehatan, Bidang Infrastruktur dan Bidang Ekonomi Kerakyatan.
Terdapat pasal-pasal krusial dalam UU Otsus Papua yang menjadi prioritas utama dalam pelaksanaan otonomi khusus di Papua seperti Pasal 34 ayat 3 yang menyatakan penerimaan khusus dalam rangka pelaksanaan Otsus setara dengan 2% dari Plafon Dana Alokasi Umum (DAU) Nasional, terutama ditujukan untuk pembiyaan pendidikan dan kesehatan yang berlaku selama 20 tahun, yang akan berakhir pada November 2021.
Saat ini pembahasan masih dilakukan oleh Kementerian Keuangan RI, karena salah satu point penting dalam revisi UU Otsus Papua tersebut adalah terkait dengan pemberian Dana Alokasi Khusus (DAK) yang akan selesai pada tahun 2021, sehingga hal tersebut menjadi ranah/bidang dari Kemenkeu RI.
Setelah selesai dibahas oleh Kemenkeu RI, maka selanjutnya akan dilanjutkan pembahasan pada tingkat antar Kementerian/Lembaga terkait, sebagai bentuk harmonisisasi. Selanjutnya, revisi UU Otsus Papua tersebut baru akan diajukan ke DPR RI untuk dibahas secara legislasi, untuk kemudian disahkan menjadi UU.
Namun sayangnya, hingga tulisan ini dibuat Kemenkeu belum menyerahkan hasil pembahasan revisi pasal 34 kepada Ditjen Otda Kemendagri, sehingga menyebabkan proses revisi UU Otsus Papua menjadi buntu alias stagnan.
Oleh karena itu, proses pembahasan revisi UU Otsus Papua saat ini yang masih mengalami beberapa kendala akan cepat terselesaikan dengan syarat adanya semangat dan upaya bersama Kementerian/Lembaga RI untuk menyelesaikan revisi UU Otsus Papua dan komitmen yang kuat untuk memutus rantai lack of coordination and lack of communication based on several reasons.
Stagnasi pembahasan revisi UU Otsus Papua jelas bukanlah berita yang menggembirakan, karena akan menciptakan “angin” yang dapat dipolitisasi beberapa elemen anti NKRI atau yang tergalang dengan kelompok yang kurang sepaham dengan pemerintah untuk menuntut berbagai tuntutan yang tidak masuk akal mulai dari peningkatan DAK lebih dari 2% dari DAU Nasional, adanya fleksibilitas penggunaan dana Otsus, menyuarakan legitimasi Partai politik lokal Papua dan percepatan pembentukan daerah otonomi baru di wilayah Papua.
UU Otsus Papua merupakan salah satu kebijakan strategis Pemerintah Indonesia untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang sudah akut dan berkelindan di Papua dan Papua Barat dengan mengarusutamakan pendekatan kemanusiaan atau humanity approach untuk menghadirkan keamanan insani (human security) yang sejati di provinsi paling Timur Indonesia ini. Otsus Papua mengandung pengaturan atas berbagai aspek pembangunan, kemanusiaan dan kehidupan berbangsa dan bernegara, sehingga penerapannya haruslah maksimal dan optimal untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Papua dan Papua Barat. Sejauh ini, beberapa kelompok kecil di Papua berusaha untuk mencabut revisi UU Otsus Papua dari Prolegnas 2020 bahkan menolak keberlanjutan Otsus, dimana niat ini jelas ingin menghadirkan ambiguity and uncertainty di Papua, sehingga menjadi “pintu masuk” asing untuk mengintervensi masalah Papua bukan lagi menggunakan proxy warnya melainkan direct intervere atau intervensi langsung.
*) Penulis adalah pemerhati masalah Papua.
Disclaimer : Artikel ini menjadi tanggung jawab penulis. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai aturan pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis dan Redaksi akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang.