Oleh : Toni E
Stramed, Klaim dan tuduhan bahwa selama 18 tahun berjalannya Otsus Papua yang dimulai sejak tahun 2002 sampai 2020 telah mengalami kegagalan seperti dikemukakan kelompok anti NKRI di Papua dan klaim bahwa seluruh masyarakat Papua menolak dilanjutkannya Otsus adalah tidak benar, setidaknya perasaan dan penilaian jujur bahwa masyarakat Papua masih membutuhkan keberlanjutan Otsus terungkan dalam workshop dan evaluasi 19 tahun otonomi khusus yang dilaksanakan di Wilayah Tabi dan Saireri, dimana dalam kesempatan tersebut 9 kepala daerah di wilayah Tabi dan Saireri bersepakat bahwa Otsus tetap dilanjutkan melalui Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001, dengan sejumlah rekomendasi perbaikan dan penataan ulang.
Rekomendasi yang mereka sarankan yaitu penataan dan pengaturan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Kabupaten/Kota dalam kerangka otonomi khusus Papua; Harus ada lembaga atau Kementerian yang mengatur Otonomi Khusus di Pusat; Harus ada Daftar Prioritas Anggaran (DPA) Khusus Otsus; Harus ada Rapat Koordinasi Pembangunan (RAKORBANG) yang bersifat Khusus untuk perencanaan pembangunan daerah; Harus ada Grand Desain Otsus untuk 5 (lima) program utama (pendidikan, kesehatan, ekonomi, infrastruktur); Besaran Dana Otsus yang bersumber dari 2% plafon DAU dan Dana Tambahan Infrastruktur harus dinaikan dari pengaturan saat ini dalam ketenatuan pasal 34 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua; Pengaturan ulang mekanisme distribusi Dana Tambahan Infrastuktur antara Provinsi dan Kabupaten/Kota; Pemilihan Kepala Daerah harus ada pengaturan bersifat khusus; Pemilihan Anggota DPR Provinsid an DPRD Kabupaten/Kota harus dilakukan pengaturan secara khusus; Pembentukan Daerah Otonom Baru (Provinsi) pada wilayah adat Ha-Anim, Lapago, Mepago; Jabatan Kepala Daerah dan Wakil Daerah tingkat Kabupaten/Kota diisi oleh Orang Asli Papua.
Bupati Kepulauan Yapen, Tonny Tesar, S.Sos dalam kesempatan Konferensi pers yang didampingi oleh Ketua Forum Kepala Daerah Tabi, Mathius Awoitauw usai mengikuti penutupan kegiatan evaluasi ini menjelaskan bahwa ia berterima kasih atas respon baik dari kepala daerah di Tabi tentang gagasannya untuk kegiatan evaluasi otsus oleh kepala daerah Saireri, hal ini sesuai dengan amanat undang-undang 21. Sehingga wacana tentang kelanjutan Otsus ini tidak hanya dibicara diluar saja, tetapi dibicarakan dalam satu forum dan mencapai hasil kesepakatan. 11 poin ini akan ditindak lanjuti kepada semua stakholder yang ada terutama kepada Gubernur Papua, juga kepada pimpinan dan Anggota DPRP, MRP serta kepada pemerintah Pusat. Ia berharap 11 poin yang telah disepakati ini bisa menjadi bahan pertimbangan dalam membuat revisi UU 21 Otonomi Khusus Papua.
Bagaimanapun juga, pelaksanaan workshop dan evaluasi implementasi Otsus yang dilaksanakan di wilayah Tabi dan Saireri ini jelas menunjukkan bahwa sebagian besar opini dan niat serta motifasi dari masyarakat Papua terhadap Otsus tidak dapat dipengaruhi oleh propaganda dan agitasi ataupun berbagai manuver yang dilakukan berbagai kelompok anti NKRI di Papua.
Fenomena positif dan konstruktif ini juga semakin menggambarkan bahwa dengan laju pembangunan yang semakin membaik di Papua dan Papua Barat, maka eksistensi kelompok separatis dan sayap politiknya semakin redup dan menjadi masa lalu bagi masyarakat Papua dan Papua Barat.
Bukti Itikad Politik Presiden
Sementara itu, Presiden Jokowi telah menunjukkan itikad baik dan political will yang tulus dengan menegaskan dalam sebuah pertemuan di Jakarta tanggal 30 Juli 2020 bahwa Otsus Papua akan tetap dilanjutkan, dimana skema penggunaan dana Otsus dalam waktu 10 tahun ke depan adalah 1% dikirimkan ke Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota secara langsung atau block grant dan 1,25% dikelola oleh pemerintah pusat untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat Papua atau performance based atau earnmark based.
Memang Kepala Negara juga menilai bahwa pelaksanaan Otsus di Papua sejak tahun 2002 sampai dengan 2020 telah menelan lebih dari Rp 90 Triliun, namun saying sekali uang sebanyak itu tidak ada wujudnya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat Papua. Banyak kalangan yang menilai hal ini terjadi karena ada anggapan dari beberapa oknum di Papua bahwa dana Otsus dinilai sebagai dana politik atau dana kompensasi politik.
Meskipun demikian, sebagai bentuk wujud perhatian tulus dan mengimplementasikan semangat “Papua adalah Indonesia dan Indonesia adalah Papua”, maka Presiden Jokowi tetap berkomitmen melanjutkan Otsus Papua. Bahkan, Kepala Negara sudah memerintahkan setiap kementerian dan lembaga negara untuk membuat grand design yang baik dalam pelaksanaan Otsus selama 10 tahun ke depan di Papua. “Penggunaan dana Otsus ke depan harus jelas arah, formula dan designnya serta paradigma kerja yang baru,” ujar ayah dari dua orang putra ini.
Selama ini, Pemerintah Pusat selalu disudutkan dan dituding jelek oleh kelompok anti NKRI di Papua maupun di luar Papua terkait dana Otsus, dimana negative framing yang dibuat oleh mereka adalah “selama ini pusat dinilai menarik semua pendapatan atau menguras sumber daya alam Papua untuk dibawa dan membangun Jawa”, namun sebenarnya faktanya adalah “penerimaan APBN dari Papua sebesar Rp 12 Triliun, sedangkan belanja APBN untuk Papua setiap tahunnya mencapai Rp 45 Triliun” atau dengan kata lain Pemerintah Pusat harus menambah dana buat Papua sebanyak Rp 33 Triliun setiap bulannya. Hal ini perlu dijelaskan kepada masyarakat Indonesia semuanya agar “tidak ada dusta diantara kita”.
*) Penulis adalah alumnus pasca sarjana Universitas Indonesia (UI).
Disclaimer : Artikel ini menjadi tanggung jawab penulis. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai aturan pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis dan Redaksi akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang.