Stramed-Jakarta. Dalam pembahasan RUU Cipta Kerja di Baleg DPR RI, masih banyak DIM (daftar isian masalah) dari pasal-pasal yang dibahas Ketika gagal diselesaikan pembahasannya diputuskan menggunakan pasal-pasal yang eksisting (UU sebelumnya). Menurut pengamat intelijen Stanislaus Riyanta, hal ini menunjukkan DPR tidak maksimal dalam membahas RUU Cipta Kerja, DPR gagal melakukan kompromi terhadap para pemangku kepentingan sehingga tidak tercapai kesepakatan dalam RUU Cipta Kerja. Akhirnya DPR menggunakan skenario alternatif dengan menggunakan UU sebelumnya.
Berikut petikan wawancara dengan mahasiswa program doktoral Kebijakan Publik Universitas Indonesia (UI) di Jakarta melalui Whatsapp ini.
RUU Cipta Kerja dinilai bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945, karena Negara telah melepaskan tanggung jawabnya dalam memberikan dan menjamin terlaksananya hak-hak konstitusional rakyat. Bagaimana respons Anda?
Jawaban : Jika ada yang menyatakan demikia perlu dibeberkan juga fakta-fakta mana yang menunjukkan bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Pemahaman parsial tersebut perlu dikomunikasikan secara aktif dengan DPR dan Pemerintah. Karena bagaimanapun juga munculnya pemahaman tersebut berarti menunjukkan sosialisasi atas RUU Cipta Kerja kurang berhasil.
Dalam RUU Ciptaker juga dibahas pembatasan frekuensi terhadap industri penyiaran harus diperhatikan dlm RUU Ciptaker, namun tidak bisa dipungkiri bahwa masih banyak masyarakat Indonesia yang menggunakan TV tabung? Ada komentar?
Jawaban : Kemajuan teknologi tidak bisa dihindari lagi, berbagai kebijakan untuk menyelaraskan situasi dengan kemajuan teknologi pasti akan dilakukan. Namun, massa transisi perlu dilakukan supaya masyarakat tertentu yang belum siap dapat mengerti dan mengikuti perkembangan zaman. Hak masyarakat dari kelompok tersebut tidak bisa diabaikan begitu saja.
Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA) tergabung dalam GEBRAK (Gerakan Buruh Bersama Rakyat) akan terus bersuara dan melakukan aksi dalam menolak pembahasan Omnibus Law RUU Cipta Kerja pada 24 September 2020? Ada komentar?
Jawaban : Kebebasan untuk menyuarakan pendapat dijamin oleh Undang-Undang, namun kebebasan tersebut tentu perlu diurai apa tujuannya dan apakah dengan cara tersebut tujuan akan tercapai. Jika pendapat untuk menolak pembahasan RUU Cipta Kerja dapat disampaikan secara konstruktif dan menjadi masukan yang lebih berharga bagi terwujudnya RUU Cipta Kerja tentu akan lebih baik lagi dan bermanfaat bagi seluruh pemangku kepentingan.
Menurut Anda, ditengah pro kontra Omnibus Law, ada du acara legal yang dapat ditempuh untuk merefleksikannya yaitu menggugat ke Mahkamah Konstitusi atau melakukan aksi-aksi unjuk rasa, kira-kira cara apa yang akan paling banyak ditempuh serta alasannya?
Jawaban : Unjuk rasa masih lebih populer karena mempunyai daya tarik untuk dipublikasikan dan bisa memberikan tekanan lebih kuat karena menggunakan massa. Namun cara-cara ini harus diimbangi dengan cara legal supaya tujuan untuk mengkritisi Omnibus Law dapat tercapai. Tentu saja unjuk rasa tidak akan terjadi jika pemerintah membuka ruang dialog yang cukup bagi semua pemangku kepentingan untuk menyampaikan pendapat dan menguji pendapat tersebut (Red/Wijaya).