Foto: Andi Naja FP Paraga (Penulis)
oleh : Andi Naja FP Paraga
Stramed, Entah apa yang melatarbelakangi Gerakan Anti Cina semakin merebak ditengah mewabahnya virus corona. Indonesia pernah tersentak ketika Bung Karno ingin memulangkan semua keturunan cina bahkan sudah banyak yang telah dikumpulkan didaerah-daerah yang memiliki pelabuhan. Namun rencana tersebut gagal seiring masifnya gerakan Kontra Revolusioner yang berujung pada penggulingan Bung Karno. Era Orde Baru walaupun etnis Cina merupakan penggerak ekonomi saat itu namun gerakan anti cina tetap muncul walaupun berupa pembatasan-pembatasan sosial budaya. Para Keturunan Tiongkok ini harus berganti nama dengan nama-nama nasional ataupun berciri agama tanpa mereka tahu artinya apa apalagi untuk menjiwainya.
Kini kehebohan muncul kembali dengan rencana masuknya 500 Tenaga Kerja Asing(TKA)asal Cina di Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara. Meskipun baru rencana namun telah disambut dengan penolakan dan kritik keras dari masyarakat dan Pemerintah Daerah Kabupaten Konawe. Ketakutan terhadap kedatangan TKA Cina tersebut terkait pandemi Covid 19 yang masih mengancam jiwa masyarakat Indonesia. Pemda sendiri merasa tidak tahu tentang rencana kedatangan Para TKA tersebut yang diduga akan masuk lewat jalur laut karena jalur penerbangan sudah ditutup. Kita pun tidak tau siapa yang merencanakannya,kapan datangnya tapi penolakan sudah masif hingga muncul tagar #tolaktkacina. Namun jika melihat dinamika yang ada penolakan terhadap mereka tidak semata-mata karena kekhawatiran terhadap penyebaran Covid 19 yang sudah berakhir di Negeri Tirai Bambu itu melainkan kekhawatiran bahwa para pekerja ini potensi terbukanya lapangan kerja 2,5 juta hingga 3 juta tersebut akan diisi oleh TKA khususnya TKA Cina. Hal ini dipahami akan terjadi mengingat pemerintah semakin banyak menarik utang luar negeri dari cina dan Pemerintah banyak mengundang investor dari Cina.
Rencana kehadiran TKA Cina terus menjadi kontroversi bahkan sudah muncul sebelum pandemi mengingat pekerjaan yang dilakukan TKA Cina lebih banyak pekerjaan kasar yang sebenarnya bisa dilakukan oleh pekerja kita,hanya karena investornya atau pemilik modalnya dari Cina sehingga Ketentuan tentang TKA yang diatur di Pasal 42-49 UU No.13 Tahun 2003 ditabrak dan dilanggar secara sistemik. Betapa pun semua Investor terikat dengan aturan yang berlaku di negara tempat mereka berinvestasi tapi kecemasan ini sudah semakin meluas. Seperti meluasnya kekhawatiran terhadap penyebaran virus corona yang diyakini sangat berbahaya dan mematikan,kecemasan yang sama juga diperluas terhadap rencana kehadiran 500 TKA asal Cina ini. Kita sepertinya tak kunjung mengakhiri kekhawatiran bangsa sendiri dengan berbagai analisa,prediksi,ramalan dan lain-lain hingga rakyat terkepung dengan kecemasan demi kecemasan yang tak berujung.
Saya mengajak bangsa indonesia berfikir positif di Era AFTA dan CAFTA justru gongnya sudah ditabuh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada fase kedua kepemimpinannya dimana dunia akan pasti mengalami serbuan pekerja dari belahan dunia manapun tanpa kecuali. Bangsa Indonesia bahkan bisa menjadi TKA di negara manapun dibelahan Eropa,Amerika,Afrika. Masalahnya walaupun gong AFTA-CAFTA telah digemakan ternyata Sumber Daya Manusia(SDM) tak kunjung disiapkan. Konsentrasi pemerintah seolah hilang bahkan strategi mempersiapkan mekanisme pembentukan SDM sangat gamang. Kartu Pra Kerja yang disiapkan sebagai mekanisme mengatasi masalah justru menjadi masalah baru. Pemerintah semakin gamang dengan Omnibus Law yang dibuat untuk menciptakan jutaan lapangan kerja yang dikampanyekan sebelumnya karena penolakan terhadap RUU Cipta Kerja 2020 justru semakin masif. Artinya saat ini pemimpin dan kita sendiri sedang berada pada kepanikan yang luar biasa.
Cina adalah Bangsa yang bisa mengatasi kepanikannya dengan cepat. Ras Tua dan berbudaya ini sampai menjadi rujukan Seorang Nabi Muhammad SAWW beberapa abad silam agar umatnya belajar ke Cina bukan ke Andalusia atau Arab. Hal ini terjadi pasti ada alasannya. Mengapa harus Cina padahal di Jazirah Arab banyak suku-suku yang unggul. Semua pasti beralasan dan bukan asal alasan karena beliau manusia tauladan. Kalau kita mau beranjak dari hal yang sejujurnya mesti direnungkan sebelum enteng memaki dan mencurigai cina. Iri kepada Cina tapi tidak belajar kepada Cina membuat isi kepala menggelegak. Populasi Cina di Indonesia hanya berjumlah 3% atau -/+ 3 juta orang(Sensus 2017). Namun konon dari jumlah itu menguasai 70-80% ekonomi indonesia.
Salah satu indikatornya adalah dari 50 orang kaya indonesia 90% diduduki ras cina. Kenapa mereka kaya karena mereka pekerja keras dan serius memperjuangkan perubahan hidupnya. Italia pada awalnya ketika Covid 19 menyerang negeri pizza ini sangat marah kepada Cina yang dianggap sumber masalah utama adanya Covid 19 sampai terjadi pembunuhan ditengah jalan yang menimpa turis dari cina. Tapi kini mereka menelan malu sendiri karena Cina tanpa pamrih membantu Italia dengan mendatangkan langsung bantuan keperluan medis sebanyak 30 ton dan lengkap dengan 30 Tenaga medis. Kenapa cina membantu Italia yang justru dikelilingi Negara-negara Kaya dan pengusung HAM tetapi justru tak kunjung membantu Italia padahal Perdana Menteri Italia harus menanggung malu karena justru Perdana Menteri Cina yang menyanggupinya hanya lewat komunikasi telpon dan hanya berselang dua hari China Airlines telah landing di Italia. Mata dunia semakin terbuka dan tercengang karena bangsa ini bisa apa saja termasuk menjemput pahala di Eropa Barat.
Corona adalah wabah yang menyapu seluruh ras didunia dan Negeri Tirai Bambu itu sudah keluar dari sesak nafas yang mengkhawatirkan dunia itu. Konon kerja cepatnya sudah menghasilkan vaksin yang bisa dijadikan bahan penanggulangan. Sementara Indonesia masih direpotkan dengan ketidaksinkronan antara pemerintah pusat dan daerah dan parahnya hingga ada yang mencuri panggung agar dinilai manusia super dan agung padahal akalnya hanya sepanjang bulu hidung dan tindakannya hanya membuat bingung.
Disaat semua sedang berwacana justru gerak cepat Basuki Tjahya Purnama bersama Erick Thohir menjadikan Hotel Pertamina sebagai tempat perawatan pasien positif Covid 19 sebagai tempat perawatan pasien positif Corona begitu cepat dan nyata tanpa kejut-kejutan yang malah bikin panik. Ditempat lain kita mendengar Dr Handoko Gunawan yang sudah berusia 80 tahun bekerja siang-malam untuk membantu pasien corona hingga ia tumbang. Beliau sumbangkan ilmunya untuk kemanusiaan,bukan tua-tua malah makin menebar kesia-siaan. Tidak cukupkah Etnis Cina menunjukkan kepada Bangsa ini lewat Pengabdian yang tanpa pamrih. Saya justru menyimpulkan bahwa Amal Jariyah dan Ibadah Sosial sudah menjadi panggung Cina dimana sekali lagi dunia tercengang dan terkesima. Mereka tidak perduli apakah mereka sebagai sebuah bangsa atau hanya sebuah etnis dalam sebuah bangsa mereka adalah pekerja keras dan pengabdi kemanusiaan yang tak tertandingi.
Saatnya menyingkirkan iri bahkan belajar bagaimana menjadi pribadi atau etnis dan bangsa yang unggul. Ingin berlari kencang sebagai bangsa harus berfikir positif dan objektif terhadap siapapun termasuk terhadap etnis atau bangsa yang selama ini kita benci. Bangsa Palestina dan Bangsa Yahudi di Palestina dan Israel bahkan bekerjasama menghadapi Covid 19 dan tak terganggu dengan Pro-Kontra Tenaga Kerja Asing. Jika Eropa dan Amerika Serikat tengah panik besar janganlah bangsa kita dibuat panik karena yang dirugikan jelas Indonesia. Ayo bangkit dan jadilah penebar kesejukan bukan penyebar kepanikan.(ANFPP)
Disclaimer : Setiap opini di media ini menjadi tanggung jawab penulis. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai aturan pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini dan Redaksi akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang.