KN. Puluhan warga dari dua desa di Kecamatan Sungai Mas, Kabupaten Aceh Barat, menghentikan aktivitas pengerukan emas di aliran sungai, Jumat (21/6/2024). Warga datang membawa poster menolak para pekerja asal Tiongkok melakukan eksplorasi besar-besaran di aliran sungai setempat.
Saat didatangi warga dari Desa Tutut dan Desa Lancong, sejumlah pekerja WNA asal Tiongkok di atas kapal turun menjumpai massa. Akan tetapi warga dan WNA tersebut tidak ada titik temu, karena kedua belah pihak saling tak mengerti bahasa masing-masing.
“Kami datang hari ini meminta agar Kapal Tiongkok tersebut menghentikan aktivitas pengerukan emas dan segera meninggalkan lokasi tambang. Tidak ada izin mereka di sini,” kata Hasansar (50) di lokasi kepada RRI.co.id.
Menurut informasi warga, kapal pengeruk emas dengan pekerja WNA Tiongkok itu beraktivitas di bawah perusahaan PT Indoasia Mineral Persada (IMP). Kapal rakitan itu mengeksplorasi emas di kawasan Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Koperasi Putra Putri Aceh (KPPA).
Namun pihak KPPA menyatakan belum memberikan izin kepada perusahaan Tiongkok karena ada poin kesepakatan yang belum diselesaikan, sehingga disebut aktivitas kapal Tiongkok tersebut ilegal. Warga membawa poster sebagai bentuk aksi bertuliskan ‘Warga Menolak Kehadiran Kapal Tiongkok’.
Aktivitas pekerjaan kapal pengeruk bebatuan mencari emas itu sangat bising. Warga dari dua desa tersebut tidak dapat beristirahat tenang karena suara kebisingan tersebut.
“Kapal Tiongkok ini sedikitpun tidak menghargai kearifan lokal, siang malam mereka kerja, lebaran mereka kerja, waktu Jumat mereka kerja. Ini sangat meresahkan kami sebagai masyarakat,” tambah Fauzan, peserta aksi.
Secara terpisah, Keuchik Lancong, Iskandar, menyampaikan, apa yang dilakukan oleh warganya adalah memperjuangkan hak dan kearifan lokal. Masyarakat khawatir jika kapal Tiongkok tersebut akan terus menguras sumber daya alam, sementara legalitas mereka tidak jelas.
“Kita meminta agar pemerintah mengambil tindakan. Jangan ada lagi WNA tersebut dengan kapalnya mengeruk emas,” ujar Iskandar.
Warga juga meminta pemerintah mengambil solusi untuk mengizinkan warga memanfaatkan sumber daya alam di kampung melalui pembentukan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR). Jika tidak diizinkan, maka warga Aceh hanya menjadi penonton harta Karun diambil begitu saja oleh WNA Tiongkok.