Foto: Ekonom INDEF Enny Sri Hartati, sumber foto: Ist
Stramed-Jakarta, Momentum hari Buruh, Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) melalui Akspel Forum for Young Leader mengelar diskusi virtual dengan tema “Ciptakerja Ditunda, PHK Melanda, Pra-kerja Waspada” Sabtu (2/5/2020).
Diskusi Virtual ini di buka langsung oleh Korneles Galanjinjinay (Ketua Umum GMKI) serta dihadiri enam narasumber diantarannya Melki Laka Lena (Wakil Ketua Komisi IX DPR RI), Benny Rhamdany (Kepala BP2MI), Prof. Muchtar Pakpakhan (Tokoh Buruh), Timboel Siregar (Pengamat Tenaga Kerja & Jaminan Sosial), Ayub Manuel Pongrekun (Pengusaha Muda), Enny Sri Hartati (Ekonom Indef) dan dimoderatori oleh Christian Patricho Adoe (Pengurus Pusat GMKI).
Ekonom INDEF Enny Sri Hartati mengatakan, RUU Omnimbus Law masih sangat jauh dari yang kita harapkan, bahkan terdapat rumusan rumusan pada beberapa klaster dalam Omnibus Law yang berpotensi membahayakan Perekonomian kita kedepan. Terutama terkait di sektor Pertambangan, khususnya Minerba yang diberikan ijin sampai 90 tahun, tanpa mengikuti prosedur baku. Ini mungkin salah satu penumpang gelapnya. Sebenarnya, inisiatif Pemerintah segera membahas omnibuslaw cipta kerja ini sangat bagus. Namun karena terlalu esesif, banyak klaster, sehingga justru banyak penumpang gelapnya. Mestinya fokus dulu ke dua sektor, yaitu Industri Manufaktur dan sektor Pertanian, yang jelas-jelas berdampak pada cipta kerja yang besar.
Sayangnya, sejak awal pembahasan omnibus law sangat tidak terbuka, jangankan kepada publik. Di antara kementrian Lembaga saja yang terlibat mereka tidak pernah mendapatkan draf secara utuh di dalam pembahasan.
Enny memaparkan, terakhir sampai Triwulan I 2020 kemarin, BKPM bangga dan percaya diri. Pasalnya di tengah pandemi mereka masih mampu meningkatkan investasi sampai 210 triliiun. Secara angka kuantitatif betul, tetapi coba kita lihat sektor yang diminati investor hanya sektor jasa, terutama logistik. Dimana porsi PMDN yang ke sektor logistik (Transportasi, Pergudangan dan Transportasi) mencapai 33,4%. Sementara total investasi ke sektor industry hanya 11,6% dan ke sektor Pertanian (Tanaman Pangan, Perkebunan, dan Peternakan) 8,2%. Selebihnya juga didominasi oleh sektor jasa lainnya hamper 30%. Lalu investasi di sektor logistik tadi guna melayani kepentingan siapa, jika investasi di sektor produktif (sektor riil) justru terpuruk? Artinya logistic yang membaik bukan berdapak pada efisiensi dan menurunnya high cost economy, tapi justru akan lebih banyak dinikmati barang-barang impor.
Jika tren investasi yang masuk ke Indonesia seperti itu, bisa jadi berbagai kemudahan investasi melalui omnibuslaw nanti, justru berpotensi hanya mengeksploitasi sumber daya alam Indonesia, sementara sektor industri tetap mengalami deindustrialisasi.
“Oleh karenanya, kalau RUU Omnibuslaw ditujukan untuk Cipta Kerja, maka mending fokus aja untuk kemudahan investasi ke sektor – sektor jelas-jelas mampu menciptakan lapangan kerja, seperti sektor Industri Manufaktur dan Pertanian” ungkap Ekonom INDEF ini.
Terakhir, Enny mengungkapkan mengenai kartu pra-kerja, Jikalau Pemerintah mengasumsikan orang yang akan terkena PHK hanya sekitar 2,5 juta, pasti itung-itungannya tidak valid. Pasalnya dengan adanya PSBB, hampir seluruh aktifitas masyarakat nyaris terhenti. Secara aturan kalau tidak salah hanya sekitar 5 kegiatan yang masih diperkenankan. Diantaranya sektor yang menyediakan kebutuhan pokok masyarakat dan tenaga medis tentunya. Artinya, hampir dipastikan lebih dari 50 persen kegiatan ekonomi masyarakat sementara terhenti. Memang, tidak semua kena PHK, sebagian masih berstatus di rumahkan. Tapi yang pasti dampaknya terhadap angka pengangguran sangat besar, tidak mungkin hanya 3,5 juta. (AFFYL)