KN. Rafah merupakan wilayah terakhir yang ditetapkan sebagai wilayah aman di Gaza, walaupun terus dibom rezim kolonial Israel. “Meskipun perpecahan publik semakin besar, Israel tidak perlu takut pada Biden dan Amerika Serikat pada akhirnya akan membantu Israel dalam membersihkan etnis Palestina dengan lebih dari sekadar memasok senjata,” ungkap profesor, aktivis dan antropolog Jeff Halper kepada Sputnik’s Fault Lines.
Dia menjelaskan, “(Israel) adalah gerakan kolonial pemukim. Oleh karena itu, untuk mengubah Palestina menjadi Israel, satu negara Arab menjadi negara Yahudi, Anda harus menggusur penduduknya dan Anda harus mengambil tanahnya. Hal ini tidak hanya terjadi di Gaza. Hal ini tentunya juga terjadi di Tepi Barat.”
“Dengan menghancurkan Gaza… membuat warga Gaza tidak mungkin kembali. Sekarang, Israel ingin Mesir mengambilnya dan menempatkannya di Sanai (gurun), (tetapi) Mesir mengatakan tidak,” papar dia. Sebaliknya, Amerika Serikat dan negara-negara Barat lainnya akan menerima warga Gaza ke negara mereka.
“Amerika Serikat akan mengatakan ‘Baiklah, kami akan mengambil 50.000,’ Kanada akan mengatakan, Kanada sudah mengatakan ini, ‘kami akan mengambil 30,40,50.000.’ Setiap negara Eropa akan mengambil beberapa ribu atau puluhan ribu, Australia, Selandia Baru dan sebagainya. Israel bisa menyingkirkan satu juta atau lebih warga Palestina, dengan bantuan, keterlibatan, negara-negara Eropa dan Amerika Utara, dengan kedok bantuan kemanusiaan bagi para pengungsi… Itulah yang disebut Israel sebagai ‘pemindahan sukarela,’” ungkap dia.
Sebelumnya, co-host Jamarl Thomas bertanya tentang niat Mesir, dan mencatat citra satelit menunjukkan infrastruktur sedang dibangun di gurun Sinai, yang mungkin dimaksudkan untuk menampung calon pengungsi Palestina.
Peringatan bahaya kelaparan di Jalur Gaza sudah dilayangkan sejak jauh hari: Jika pertempuran berlanjut, bencana kelaparan kemungkinan besar akan muncul di kawasan utara mulai bulan Mei ini.
Setidaknya separuh populasi Palestina di utara Gaza berada di ambang kelaparan, lapor berbagai pakar dan organisasi internasional yang tergabung dalam inisiatif Klasifikasi Fase Keamanan Pangan Terintegrasi, IPC.
IPC terdiri dari 19 organisasi internasional, termasuk Pusat Penelitian Gabungan Komisi Eropa, Oxfam, Program Pangan dan Pertanian Inggris, Bank Dunia, Program Pangan PBB dan organisasi bantuan anak, Save the Children.
Lembaga itu mendefinisikan secara kongkrit kapan bencana kelaparan dimulai. Status terburuk dalam „skala kerawanan pangan” IPC adalah situasi, di mana “setidaknya 20 persen populasi terdampak, dengan satu dari tiga anak mengalami malnutrisi akut dan dua dari 10.000 penduduk meninggal dunia setiap hari akibat kelaparan atau interaksi antara malnutrisi dan penyakit.”
Laporan IPC menyimpulkan, situasi di Gaza saat ini sedang menjurus ke arah skenario tersebut. Keterbatasan akses tidak cuma berlaku untuk bahan pangan, tapi juga akses kesehatan, air dan sanitasi yang bersih.
Akses menuju air bersih adalah urusan hidup dan mati, dan anak-anak di Gaza saat ini cuma punya setetes untuk diminum,” kata Direktur UNICEF Catherine Russel di X, dulu Twitter, Desember lalu. „Tanpa air bersih, akan ada lebih banyak anak-anak yang mati,” imbuhnya.
Perang semakin melemahkan akses air di Gaza yang sebelumnya pun tidak berkecukupan. Segaris lahan di pesisir tepi Laut Tengah itu memang miskin air lantaran letak geografisnya. Sebagian besar konsumsi air dipasok melalui sumur bor yang cenderung memiliki tingkat salinitas tinggi karena intrusi air laut.
Cadangan air tanah di Gaza juga relatif tercemar oleh limbah cair, terutama di dekat permukaan. Terlebih, ragam pertempuran dengan persenjataan berat ikut memperparah kontaminasi air. Pada 2011 silam, PBB menemukan lebih dari 90 persen cadangan air tanah di Gaza tidak layak minum.
Kondisi topografi memaksa warga Palestina di Gaza bergantung hidup pada suplai air dari Israel. Pasokan tersebut dihentikan setelah serangan teror 7 Oktober oleh Hamas yang menewaskan 1,200 orang, termasuk juga suplai bahan pangan dan bahan bakar. Sejak itu, setidaknya 30.000 warga Gaza tewas dalam perang Israel melawan Hamas.
Dua dari tiga pipa yang memasok air bersih untuk Gaza dibuka kembali oleh Israel pada akhir Oktober silam. Harian Times of Israel melaporkan, jumlah air yang disuplai ke Gaza setiap hari mencapai 28,5 juta liter. Sebelum serangan 7 Oktober, jumlahnya masih sekitar 49 juta liter per hari.
Terhentinya pasokan bahan bakar juga memperparah situasi, karena memaksa satu-satunya pembangkit listrik bertenaga diesel di Gaza memangkas produksi. Akibatnya, suplai energi untuk menggerakkan instalasi pemurnian dan desalinasi juga ikut terhenti.
Sudah bertahun masalah air di Jalur Gaza diabaikan, kata Tobias von Lossow, peneliti dan pakar keamanan air di Clingendael Institute, Belanda. Salah satu solusinya adalah instalasi pemurnian berkapasitas lebih besar.
„Tapi pembangunannya belum juga dimulai, meskipun, terlepas dari pasokan air dari Israel, Gaza tidak punya opsi lain untuk menyuplai populasinya dengan air bersih,” kata Lossow kepada DW. Akses air bersih di Tepi Barat yang diduduki Israel sedikit lebih baik, walau di sini pun warga Palestina mengalami kelangkaan air.
Menurut informasi GlobalWaters.org milik organisasi bantuan Amerika Serikat, USAID, pipa air di Tepi Barat sering mengalami kebocoran karena sudah tua. Hanya 31 persen warga Palestina di Tepi Barat yang terhubung dengan jaringan pembuangan limbah, dan cuma lima atau 10 persen limbah cair diolah.
Perjanjian interim antara Israel dan Palestina pada 1995 atau disebut Oslo II telah meregulasi suplai air bagi kedua bangsa. Perjanjian yang sedianya berlaku selama lima tahun itu memberikan Israel kewenangan atas 80 persen cadangan air di Tepi Barat.
Palestina menuduh Israel membatasi suplai air di Tepi Barat dan mengalihkannya untuk memasok pemukiman ilegal Yahudi. Israel yang memiliki teknologi penyulingan mutakhir sebaliknya bersikeras telah mengirimkan suplai air yang cukup.
Laporan organisasi HAM Israel, B’Tselem, menyebut betapa warga Israel di pemukiman ilegal di Tepi Barat menggunakan tiga kali lipat volume air ketimbang penduduk Palestina.
Kelangkaan air di Tepi Barat “tidak bisa diklaim sebagai sebuah takdir, bencana alam atau krisis air regional, tulis organisasi tersebut. “Kelangkaan ini adalah hasil dari kebijakan diskriminatif Israel untuk secara sengaja menciptakan kelangkaan buatan yang berkepanjangan di antara populasi,” Palestina.
Keterbatasan sumber air menjadikan pasokan air bersih isu politik, menurut peneliti Belanda Lossow. Dia mengatakan, suplai air di Tepi Barat semakin berkurang dalam beberapa tahun terakhir.
Perebutan air antara Palestina dan Israel merupakan isu lama, lanjut Lossow. “Tapi, ini hanya satu dari sejumlah komponen besar yang ikut membentuk konflik ini, bersama dengan perebutan wilayah teritori, identitas, agama dan militer.”
Rusia dan China menggunakan hak veto terkait rancangan resolusi Dewan Keamanan (DK) PBB yang disponsori Amerika Serikat (AS) mengenai gencatan senjata di Gaza, Palestina. Alasannya, karena AS dinilai memberikan ‘tontonan munafik’ terkait gencatan senjata.
DK PBB menggelar rapat pada Jumat (22/3) lalu membahas resolusi gencatan senjata di Gaza yang diusulkan Amerika Serikat (AS). 11 dari 15 anggota DK PBB menyetujui resolusi.
Namun, veto dari Rusia dan China menghentikan pengesahan resolusi tersebut.
Terkait penggunaan hak veto itu, Amerika menilai Rusia dan China menggunakan hak vetonya karena alasan sinis. Linda mengatakan Rusia dan China menentang resolusi tersebut karena itu diajukan oleh Amerika Serikat.
Amerika juga menyindir sikap pasif Rusia dan China selama perang berkecamuk di Gaza.
“Terlepas dari semua retorika yang berapi-api, kita semua tahu bahwa Rusia dan Tiongkok tidak melakukan apa pun secara diplomatis untuk memajukan perdamaian abadi atau memberikan kontribusi yang berarti terhadap upaya tanggap kemanusiaan,” kata Linda Thomas kepada dewan setelah pemungutan suara.
Kepala Sumber Daya dan Amunisi Departemen Perbatasan Hizbullah, Sayyed Nawaf al-Mousawi mengatakan Israel tidak memiliki kemampuan logistik untuk menyerang Lebanon.
Dia menambahkan, Israel juga tidak memiliki kemampuan untuk menyerang Gaza, jika bukan karena bantuan Amerika Serikat (AS) yang bekerja setiap hari untuk memasok senjata dan amunisi kepada pasukan pendudukan Israel.
Hal itu dia katakan dalam program Vodcast Al Mayadeen terkait situasi terkini Perang Gaza dan perkembangan pembicaraan gencatan senjata antara Hamas dan Israel.
Terkait negosiasi gencatan senjata yang dikabarkan masih berlangsung, al-Mousawi menegaskan kalau Hizbullah memiliki jalur komunikasi langsung dengan kekuatan-kekuatan internasional.
Link-link tersebut, kata dia, beberapa di antaranya meminta Hizbullah untuk meyakinkan Hamas agar menerima kesepakatan gencatan senjata.
“Mereka meminta untuk meyakinkan saudara-saudara kami di Brigade al-Qassam untuk menerima kesepakatan yang diusulkan kepada mereka,” kata dia dilansir Al Mayadeen.
Adapun respons Hizbullah terkait proses ini adalah rakyat Palestina dan milisi Perlawanannya Palestina merupakan satu-satunya yang mempunyai hak untuk membuat keputusan seperti itu.
Al-Mousawi menekankan, situasi bencana yang terjadi saat ini di Gaza tidak ada bandingannya dan menekankan bahwa Perlawanan Islam di Lebanon tidak akan meninggalkan rakyat Palestina di Jalur Gaza yang terkepung, dalam keadaan apa pun.
Sejak 8 Oktober 2023, milisi Perlawanan Hizbullah telah menargetkan pasukan pendudukan Israel dan situs militer di sepanjang perbatasan dengan Palestina yang diduduki, untuk mendukung rakyat Gaza dan Perlawanan Palestina.
Perlawanan Lebanon menegaskan kembali kalau mereka akan menghentikan serangannya terhadap Israel setelah agresi yang sedang berlangsung di Jalur Gaza berakhir.
Menyinggung kemampuan militer Hizbullah di Lebanon yang semakin meningkat, al-Mousawi mengatakan, Hizbullah terus memperkenalkan senjata dan rudal baru bersamaan dengan konfrontasinya dengan pasukan pendudukan Israel di perbatasan Lebanon-Palestina.
Ia juga mengungkapkan kalau Hizbullah mampu menyimpan amunisi dan persnejataannya di fasilitas-fasilitasnya dalam waktu satu bulan dari apa yang biasanya membutuhkan waktu lebih dari enam bulan untuk terakumulasi.
Itu artinya, produksi amunisi dan persenjataan Hizbullah meningkat secara dahsyat.
Dia menekankan kalau Hizbullah terus membangun fasilitas penyimpanan baru dan memanfaatkan rudal-rudal baru; yang lebih tepat dan canggih untuk penggunaan angkatan laut, darat, dan udara.
Al-Mousawi menekankan kalau semua negara besar internasional, termasuk Amerika Serikat, telah meminta pembicaraan langsung dengan Hizbullah.
Namun, dia menegaskan kalau gerakan Perlawanan Lebanon itu menolak rayuan AS tersebut untuk bernegosiasi.
Tiongkok mengatakan resolusi gencatan senjata di Gaza dari Dewan Keamanan Gaza mengikat Israel.
Tiongkok kemarin menegaskan kembali bahwa resolusi Dewan Keamanan PBB mengikat Israel, dan menolak klaim Amerika Serikat yang menyatakan sebaliknya, Anadolu melaporkan.
Tiongkok menyerukan pihak-pihak terkait untuk memenuhi kewajiban mereka berdasarkan Piagam PBB dan mengambil tindakan sebagaimana disyaratkan oleh resolusi tersebut,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Lin Jian.
Lin Jian mengatakan itu ketika ditanya tentang komentar utusan utama AS untuk PBB yang mengklaim resolusi yang disahkan pada hari Senin ini bersifat tidak mengikat bagi pihak-pihak yang terlibat dalam konflik di Gaza, yang telah diserang oleh Israel sejak 7 Oktober.
Piagam PBB menetapkan bahwa semua resolusi Dewan Keamanan mengikat secara hukum berdasarkan hukum internasional.
Dewan mengeluarkan resolusi yang menuntut gencatan senjata di Gaza selama sisa bulan suci Ramadan, yang dimulai pada 11 Maret dan berakhir pada 9 April.
Empat belas negara di Dewan yang beranggotakan 15 orang memberikan suara mendukung resolusi tersebut. AS abstain.
Resolusi tersebut menuntut gencatan senjata segera di bulan Ramadan yang dihormati oleh semua pihak dan mengarah pada gencatan senjata yang berkelanjutan dan langgeng.
Mereka juga mendesak pembebasan segera dan tanpa syarat semua sandera, serta memastikan akses kemanusiaan untuk memenuhi kebutuhan medis dan kebutuhan kemanusiaan lainnya.
Demo besar mengguncang Ibu Kota Yordania; Amman. Ribuan demonstran bergerak ke dekat Kedutaan Besar Israel, menuntut diakhirinya perjanjian damai kedua negara. Para pengunjuk rasa di lingkungan kaya di Amman membawa bendera Palestina dan mendesak pemerintah menutup Kedutaan Zionis Israel.
Para demonstran ramai-ramai membawa poster bertuliskan “Amman-Gaza satu takdir”. Ada juga yang membawa poster yang menggambarkan juru bicara militer Hamas, Abu Ubaidah—yang telah menjadi pahlawan rakyat bagi banyak orang di dunia Arab.
Kompleks Kedutaan Besar Israel, tempat para pengunjuk rasa berkumpul selama lima hari berturut-turut, telah lama menjadi titik konflik ketika kekerasan meningkat antara warga Palestina dan Israel. Keamanan diperketat pada hari Kamis, yang bertujuan untuk membatasi jumlah pengunjuk rasa. Unjuk rasa pada Kamis berjalan dengan damai, tidak seperti awal pekan ini ketika polisi antihuru-hara menembakkan gas air mata dan memukul pengunjuk rasa dengan tongkat untuk mencegah mereka menyerbu Kedutaan Zionis. Namun ratusan pengunjuk rasa menentang perintah polisi untuk membubarkan diri dan turun ke jalan dengan mengatakan mereka akan tetap berada di sana.
Serangan dari milisi-milisi Perlawanan di kawasan terus menghantam wilayah pendudukan Israel.
Terbaru, Gerakan perlawanan Lebanon, Hizbullah menyatakan membombardir markas komando pasukan Israel, di Liman dan konsentrasi pasukan Israel (IDF), di belakang pangkalan militer Jal Al Alam.
Hizbullah, menyatakan, serangan intensif ini untuk mendukung perjuangan rakyat Palestina di Gaza melawan agresi militer Israel yang sudah berlangsung enam bulan. Stasiun televisi Al Mayadeen, melaporkan penembakan rudal berasal dari arah barat Galilea.
Pada saat yang sama pasukan Israel, membunykan suara sirene peringatan di sejumlah distrik wilayah pendudukan.
Pasukan Israel kemudian membalas serangan Hizbullah itu dengan melancarkan serangan ke beberapa desa, dan distrik di selatan Lebanon.
Amerika Serikat tengah bersiaga terhadap serangan Iran di Timur Tengah setelah Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menyatakan Israel siap perang lawan Iran. Negara adidaya itu dalam mode siaga tingkat tinggi dan aktif bersiap menghadapi serangan balasan Iran yang bisa terjadi dalam waktu sepekan ke depan.
Iran kemungkinan menargetkan aset-aset Israel atau Amerika sebagai balasan atas serangan Israel pada pekan lalu di Damaskus. Apalagi, serangan yang dilakukan Israel itu telah menewaskan komandan tinggi Iran.
Serangan langsung terhadap Israel oleh Iran adalah salah satu skenario terburuk yang dipersiapkan oleh pemerintahan Biden. Sebab, hal ini akan menjamin eskalasi yang cepat dari situasi yang sudah penuh gejolak di Timur Tengah.
Israel telah melakukan banyak serangan terhadap sasaran-sasaran yang didukung Iran di Suriah. Israel bahkan sering kali menargetkan pengiriman senjata yang ditujukan untuk Hizbullah, proksi Iran yang kuat di Lebanon.
Penargetan kedutaan itu sendiri menandai peningkatan yang signifikan, karena kedutaan dianggap sebagai wilayah kedaulatan negara yang diwakilinya. Iran bersumpah akan membalas dendam setelah serangan udara Israel terhadap kompleks kedutaan Iran di Suriah, yang menewaskan sedikitnya tujuh pejabat.
Kementerian Luar Negeri Iran mengatakan Mohammed Reza Zahedi, komandan tertinggi Garda Revolusi (IRGC) elit Iran, dan komandan senior Mohammad Hadi Haji Rahimi termasuk di antara mereka yang tewas dalam serangan tersebut.
AS dengan cepat memberi tahu Iran bahwa pemerintahan Biden tidak terlibat dan tidak mengetahui soal serangan terhadap kedutaan pada Senin lalu dan telah memperingatkan Iran agar tidak mengincar aset-aset Amerika.
Seorang pejabat Iran mengatakan bahwa Washington telah mengingatkan Teheran untuk tidak menyerang fasilitas Amerika Serikat. Teheran juga diingatkan agar tidak jatuh dalam perangkap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.
“Dalam pesan tertulis, Republik Islam Iran memperingatkan para pemimpin Amerika Serikat agar tidak terseret dalam perangkap Netanyahu demi AS: Menjauhlah agar Anda tidak terluka. Sebagai tanggapan, AS meminta Iran untuk tidak menargetkan fasilitas Amerika,” kata ajudan presiden Iran Mohammad Jamshidi, dikutip dari The Jerusalem Post.
Pemimpin Tertinggi Iran Ali Khamenei mengatakan dalam sebuah pernyataan yang diterbitkan oleh kantor berita Iran bahwa entitas Zionis yang jahat akan menerima hukumannya di tangan orang-orang pemberani seperti Iran.
“Kami akan membuat Zionis menyesali kejahatan penyerangan terhadap konsulat Iran di Damaskus dan konsulat serupa lainnya,” ujarnya, sebagaimana dilaporkan The Media Line.
Amerika Serikat mengatakan kepada Iran bahwa mereka ‘tidak terlibat’ atau mengetahui serangan Israel terhadap kompleks diplomatik di Suriah.
Seorang juru bicara Dewan Keamanan Nasional juga mengatakan kepada situs berita Axios bahwa tidak ada keterlibatan AS dalam dugaan serangan Israel. AS juga disebutkan tak tahu menahu soal serangan tersebut.
Laporan tersebut mengklaim bahwa pemerintahan Biden khawatir dugaan serangan Israel dapat menyebabkan peningkatan konflik di wilayah tersebut dan memicu serangan Iran terhadap pasukan AS.