KN. Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus), Febrie Adriansyah, mengatakan jumlah kerugian dalam kasus dugaan korupsi komoditas timah di Bangka Belitung sebesar Rp 300 triliun masuk ke kategori kerugian negara. Febrie mengatakan ini adalah kerugian real loss.
“Kemarin kan banyak berpendapat Rp 271 triliun yang intinya perdebatan apakah ini real loss atau potential loss. Dan jaksa yakin bahwa ini adalah kerugian riil yang harus nanti jaksa tuntut sebagai kerugian negara,” kata Febrie dalam jumpa pers di Kejagung, Jakarta Selatan.
Febrie mengatakan jaksa akan mendakwa para terdakwa dengan kerugian negara. Dia menegaskan kasus ini bukan kerugian perekonomian negara.
Sebelumnya, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin melaporkan perkembangan terbaru penanganan kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022. Dia menyebut berkas perkara ini diharapkan sudah dilimpahkan ke pengadilan.
Burhanuddin mengatakan kerugian kasus ini mencapai sekitar Rp 300 triliun. Jumlah ini terungkap setelah Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) melaporkan hasil penghitungan terbaru soal kasus korupsi timah tersebut.
Indonesia Police Watch (IPW) dan Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) bersama sejumlah praktisi hukum yang mengatasnamakan diri sebagai Koalisi Sipil Selamatkan Tambang (KSST) melaporkan sejumlah pihak ke KPK terkait dugaan persekongkolan lelang aset sitaan korupsi kasus Jiwasraya.
Salah satu terlapornya adalah Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Korupsi (Jampidsus) Kejaksaan Agung Febrie Adriansyah.
Mereka yang dilaporkan ke KPK yakni:
ST, Kepala Pusat PPA Kejagung RI selaku Penentu Harga Limit Lelang;
Febrie Adriansyah, Jampidsus Kejagung RI selaku Pejabat yang memberikan Persetujuan atas nilai limit lelang;
Pejabat DKJN bersama-sama KJPP, selaku pembuat Appraisal; dan
Andrew Hidayat, Budi Simin Santoso, Yoga Susilo diduga selaku Beneficial Owner dan/atau Pemilik Manfaat PT. IUM.
“Ironis dan memprihatinkan. Aparat penegak hukum yang berwenang memberantas korupsi, tetapi diduga nyambi korupsi,” kata Ketua IPW dalam keterangannya di Gedung Merah Putih KPK.
Pelaporan IPW dkk tersebut didasarkan pada dugaan tindak pidana korupsi berupa penyalahgunaan wewenang atau persekongkolan dalam pelaksanaan lelang barang rampasan benda sita korupsi berupa satu paket saham PT. Gunung Bara Utama (PT. GBU) — perusahaan tersebut disita dari Heru Hidayat terpidana korupsi Jiwasraya.
Persekongkolan yang dimaksud IPW adalah dengan memenangkan PT. Indobara Utama Mandiri (IUM) dengan harga penawaran Rp 1,945 triliun. Harga penawaran tersebut diduga di-mark-down dari harga seharusnya Rp 12 triliun.
“Nilai total keekonomian dan/atau nilai pasar wajar (fair market value) 1 (satu) paket saham PT. GBU, dengan cadangan Resources 372 juta MT dengan (total reserves) sebanyak 101.88 juta MT, berikut infrastruktur hauling road 64 km dan jetty, sedikitnya sebesar Rp. 12 Triliun. Diduga dengan menggunakan modus operandi mark down dan/atau merendahkan nilai limit lelang dari Rp 12 triliun, menjadi Rp 1,945 triliun,” ungkap Sugeng, sehingga pelelangan tersebut mengakibatkan dugaan kerugian negara hingga Rp 9,7 triliun.
Sugeng mengatakan, PT IUM diduga sengaja didirikan oleh Andrew Hidayat pada 19 Desember 2022, 10 hari sebelum penjelasan lelang. PT IUM disiapkan sebagai pemenang.
Dalam pembuatan PT IUM tersebut, Andrew Hidayat menunjuk sejumlah nominee atau boneka yang tidak memenuhi kualifikasi dari aspek personality dan party untuk duduk selaku direksi dan komisaris. Pemegang saham di perseroan dengan diatasnamakan PT MPN dan PT SSH.
Adapun uang pembayaran lelang oleh PT. IUM sebesar Rp. 1,945 triliun disebut bersumber dari pinjaman lembaga perbankan milik Bank BUMN, dengan pagu kredit sebesar Rp 2,4 triliun.
KPK belum memberikan keterangan mengenai laporan ini. Adapun laporan itu sudah dimasukkan ke KPK pada hari ini. Para pihak yang dilaporkan juga belum memberikan tanggapan.
Sosok Jenderal Purn Inisial B diduga dalang pengintaian anggota Densus 88 terhadap Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, Febrie Adriansyah.
Meski sudah pensiun sebagai anggota Polri, namun Jenderal B masih punya pengaruh besar.
Jenderal B tak senang saat kasus korupsi timah di Bangka, dibongkar Kejaksaan Agung.
Dalam kasus korupsi timah tersebut, sebanyak 16 orang telah ditetapkan sebagai tersangka.
Para tersangka dinilai telah bersama-sama korupsi timah dan merugikan negara hingga Rp 271 triliun.
Kini beredar kabar bahwa di balik 16 tersangka, ada seorang jenderal purnawirawan turut terlibat melindungi tambang ilegal di Bangka.
Sosok Purnawirawan bintang empat pertama kali berinisial B diungkap oleh Sekretaris Pendiri Indonesia Audit Watch (IAW) Iskandar Sitorus.
Namun, Iskandar tak menjelaskan dengan detail siapa sosok tersebut.
Dia hanya mengatakan, bintang 4 itu pensiunan aparat berseragam.
Di dalam institusi kemiliteran dan kepolisian, bintang 4 merujuk pada pangkat Jenderal.
“(Korupsi) ini pasti di-back up, pasti ada bekingnya, dia tentu orang yang mempunyai pengaruh, mempunyai kewenangan, punya kekuasaan termasuk pertahanan dan lain-lain.”
“Mereka itu berseragam, mempunyai pangkat dipundak, nggak tanggung-tanggung bintangnya bisa sampai empat, tiga atau dua.”
“(Dari 2015 mengendus ini) instansinya pasti ada dari oknum polri, oknum angkatan laut, oknum beacukai, mereka berkolaborasi untuk menyusksekan maling ini,” ungkap Iskandar dikutip dari siniar YouTube Uya Kuta Tv, 16 April 2024.
Iskandar menyebutkan ada oknum bintang 4, seorang oknum pensiunan dan berseragam sebagai sosok di balik praktik hitam pertambangan timah tersebut.
“Selain Harvey Moeis, ada lagi yang di atas, kalau Herlina Liem itu hanya keset kaki, di atas keset kaki yaitu sepatunya ya si Harvey Moeis, lalu kaos kakinya sudah pasti RBT.”