Foto: Prabowo Subianto, sumber foto: Winnetnews.com
Oleh : Ninanoor
Stramed, Ada yang bilang suhu politik sekarang sedang dingin. Ini saya antara setuju dan enggak. Dingin di permukaan, namun tetap hangat di kedalaman, menurut saya lebih cocok begitu. Memang di area publik, pertentangan akibat kontestasi Pilpres sudah lumayan reda. Pertemuan fenomenal antara Prabowo dan Jokowi, serta Prabowo dan Megawati, nampaknya sudah bisa mendinginkan kepala-kepala para pendukungnya. Tentu masih ada yang panas sih, misalnya PA 212 dan ijtimak ulama yang mengusung khilafah itu, serta para pendukung fanatik militan garis keras Prabowo yang tidak terima Prabowo baikan sama Jokowi/Megawati. Ya namanya juga orang banyak, ada saja yang demen konflik ketimbang damai.
Sekarang kita menuju ke kedalaman sekian meter dari permukaan. Di sini suhu jadi hangat. Karena sejatinya politik itu dinamis dan tidak mau istirahat. Apalagi menyangkut masa depan partai. Politik juga tidak kenal batasan. Di sini jadi teman, di sana bisa jadi lawan. Di sini kalah, di sana menang.
Sah-sah saja. Partai politik juga dibikin untuk bertahan lama, tidak hanya setahun dua tahun saja. Buat selamanya. Makin tua makin bagus, makin senior, makin bergengsi. Di sini, Prabowo dan Gerinda kelihatan kasak kusuk sendiri.
Pertama, penunjukan Dahnil Anzar Simanjuntak menjadi juru bicara resmi Prabowo sebagai Ketua Dewan Pembina/Ketua Umum Partai Gerindra. Dahnil pun resmi bergabung dengan Partai Gerindra. Ini adalah satu langkah untuk mengangkat derajat Prabowo, agar tetap berkelas alias jaga gengsi.
Sebagai pihak yang kalah di Pilpres 2019, Prabowo sudah mengakui kekalahannya dengan mau baikan dan beramah-tamah dengan pihak lawan. Namun, gesture ini membawa dampak negatif terhadap para pendukungnya, terutama yang militan. Mereka malah ngomel dan meninggalkan Prabowo.
Nah, langkah pertama ini adalah menegaskan kembali eksistensi Prabowo dan memulai langkah merangkul kembali para pendukungnya.
Kedua, Dahnil mengklarifikasi pernyataan Prabowo yang kata Sohibul Iman, Presiden PKS, mengajak pimpinan parpol koalisi mereka untuk merapat ke pemerintah. Menurut Dahnil, maksud Prabowo waktu itu adalah mempertanyakan pilihan, apakah jadi oposisi atau merapat ke pemerintah. Yang benarnya apa, mana kita tahu kan? Tapi jelas dari klarifikasi Dahnil ini menegaskan bahwa Prabowo masih belum menentukan arah Gerindra di masa jabatan kedua Presiden Jokowi.
Ketiga, Prabowo yang sebelumnya terlihat cuek dengan urusan kepulangan Rizieq Shihab, yang sebelumnya ditiupkan oleh Dahnil, tiba-tiba menyatakan bersedia menjadi mediator antara pemerintah dan FPI. Ini disebutkan kepada media asing, South China Morning Post (SCMP). Sebelumnya, Presiden Jokowi menyebut kemungkinan melarang FPI juga di hadapan media asing Associated Press (AP). Artinya apa? Prabowo sedang berusaha mensejajarkan dirinya dengan Jokowi.
Tidak sembarang orang bisa jadi mediator terhadap sebuah masalah berskala nasional. Mediator adalah orang yang senior, berpengalaman, dan dihormati oleh kedua belah pihak. Ini cara halus mendongkrak diri sendiri.
Mengangkat derajat diri sendiri. Nama Prabowo pun mulai terangkat lagi. Dalam pandangan para pendukung lawan, maupun di kalangan pendukungnya sendiri.
Keempat, Prabowo bersedia hadir dalam Kongres PDIP pada tanggal 8 – 11 Agustus.
Yang mengungkapkan hal ini adalah Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto. Dan kemudian dibenarkan oleh Fadli Zon.Langkah ini perlu diambil oleh Prabowo untuk mempertahankan citra kenegarawanannya yang mulai naik lagi ketika dia mau bertemu dengan Jokowi dan Megawati.
Kelima, di lain pihak, Fadli Zon yang kemarin-kemarin sunyi senyap jadi anak baik-baik, tiba-tiba mulai nyinyir lagi. Dia menyebut listrik mati berjam-jam kemarin merupakan ciri-ciri negara yang salah urus. Dia tidak menyebut BUMN maupun perusahaan, namun yang disebut adalah “negara”. Ini menyerang Jokowi (lagi). Ini menjadi tonggak kembalinya Fadli Zon menjadi tukang nyinyir terhadap pemerintah. Apakah ada deal yang hasilnya jelek buat Fadli Zon/Gerindra? Bisa jadi. Atau, ini adalah sebuah upaya Fadli Zon merangkul kembali para pendukung Prabowo yang sempat bubar.
Kasak kusuk ini memenuhi apa yang tadi sudah saya sebut, masa depan partai dan Prabowo. Sementara belum memastikan posisinya apakah merapat ke pemerintahan atau jadi oposisi, Gerindra dan Prabowo juga sedang menggalang lagi kekuatan yang sempat kendor. Walaupun sudah kalah di Pilpres 2019, mereka sedang berbenah.
Karena tahun depan ada lagi perhelatan besar yang pasti akan diikuti oleh Gerindra, yakni Pilkada Serentak tahun 2020. Ada 270 daerah yang akan menyelenggarakannya. Yakni 9 pemilihan gubernur, 224 pemilihan bupati dan 37 pemilihan wali kota Sumber. Gerindra perlu menang lagi. Prabowo masih perlu panggung politik. Mereka tidak akan diam menghadapi Pilkada ini. Harapan saya hanya satu, jangan bawa-bawa lagi politik identitas.
*) Pemerhati politik.
Disclaimer : Setiap opini di media ini menjadi tanggung jawab penulis. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai aturan pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini dan Redaksi akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang.