Foto:Ketua Umum Gabungan Serikat Buruh Indonesia Rudi HB Daman, sumber foto: Redaksikota.com
Stramed, Omnibus Law adalah sebuah peraturan perundang-undangan yang mengandung lebih dari satu muatan pengaturan (banyak UU), bertujuan untuk menciptakan sebuah peraturan mandiri tanpa terikat (atau setidaknya dapat menegasikan) dengan peraturan lain.
Dan memang salah satu tujuannya untuk sinkronisasi tumpang tindihnya regulasi yang ada dalam hal ini soal masalah inventasi.
Tapi yang jadi soalnya isinya Omnibus Law Cipta yang di usung banyak merugikan rakyat dan soal kedaulatan bangsa. Patut menjadi catatan juga adalah penyusunan peraturan pelaksana menunjukkan dominasi eksekutif yang semakin menjauhkan proses pembahasan dari publik mengingat penyusunan dan pembahasan regulasi di lingkup eksekutif berlangsung dalam ruang yang lebih tertutup ketimbang undang-undang.
Perlu diwaspadai bahwa pendekatan omnibus hanyalah merupakan pintu masuk bagi pemerintah dan kelompok kepentingan tertentu untuk mengatur berbagai substansi RUU Cipta Kerja melalui proses pembahasan yang jauh dari jangkauan publik.
Demikian dikemukakan Rudi HB Daman kepada Redaksi di Jakarta belum lama ini. Berikut petikan wawancara dengan Ketua Umum Gabungan Serikat Buruh Indonesia dan Koordinator Front Perjuangan Rakyat tersebut.
Apakah ada jaminan dalam Omnibus Law agar upah minimum pekerja tidak mengalami penurunan?
Jawaban :
Tidak ada, justru di omnibus law ini hak upah buruh di turunkan dan di otak atik sedemikian rupa sehingga upah minimum sendiri akan hilang.
Dalam Omnibus Law RUU Cipta Kerja Upah ditetapkan berdasarkan satuan waktu dan satuan hasil (ketentuan ini membuka ruang adanya upah per jam). Ketika upah dibayarkan per jam (satuan waktu dan hasil), maka otomatis upah minimum akan hilang, dan akibatnya nanti hanya akan ada buruh harian lepas dan buruh borongan.
Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK) dan Upah Minumum Sektoral (UMSK) dihilangkan (di hapus). Yang ada hanya Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Penetapan kenaikan Upah Minimum hanya dihitung berdasarkan pertumbuhan ekonomi ditiap daerah.
Omnibus Law juga memuat ketentuan upah minimum padat karya. Artinya, akan ada upah di bawah upah minimum. Padahal fungsi upah minimum sendiri merupakan jaring pengaman. Tidak boleh ada upah yang nilainya di bawah upah minimum. Fungsi dan Dewan Pengupahan Kota/Kabupaten dihilangkan.
Tidak ada larangan bagi pengusaha membayar upah dibawah ketentuan upah minimum. Upah Minimum semakin tidak lagi memiliki arti, karena sanksi pidana bagi pengusaha yang membayar upah di bawah upah minimum dihilangkan. Padahal dalam UU Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun2003, jika pengusahan membayar upah di bawah upah minimum, pengusaha bisa dipidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak 400 juta.
Demi investasi asing, sistem pengupahan yang di ajukan semakin memperlihatkan sikap pemerintahan Jokowi yang tetap mempertahankan politik upah murah dan memperhebat perampasan upah buruh.
Omnibus Law sangat terang memberikan Tidak adanya kepastian pendapatan, terlihat dari dihilangkannya Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK), Upah Minimum Sektoral (UMSK), Upah ditetapkan berdasarkan satuan waktu dan satuan hasil, Perhitungan UMP hanya berdasarkan pertumbungan ekonomi daerah (inflasi di hilangkan), tidak ada lagi sanksi pidana bagi pengusaha yang membayar upah di bawah ketentuan upah minimum, dan hilangnya pesangon. Sementara itu, outsourcing dan sistem kerja kontrak jangka pendek dibebaskan, maka buruh dipastikan tidak lagi mendapatkan jaminan sosial, seperti jaminan pensiun, jaminan hari tua, jaminan kesehatan dan yang lainnya.
Beberapa pakar menilai Omnibus Law menjaga keseimbangan ekosistem dan keanekaragaman hayati, benarkah ?
Jawaban:
Pakar mana, pakar apa dan pakar siapa yang bilang begitu ? Suruh saja baca baik-baik dan hayati Naskah akademik dan pasal perpasal dari Omnibus Law RUU Cipta Kerja nya.
Kelanjutan pembahasan Omnibus Law di DPR RI karena DPR ingin melanjutkan aspirasi pekerja yang sudah disampaikan ke DPR RI?
Jawaban :
Aspirasi Sejati buruh, Serikat Pekerja/Serikat Buruh dan masyarakat sipil (CSO) yang di sampaikan ke DPRRI itu kan Batalkan Omnibus Law RUU Cipta Kerja. Menolak Omnibus Law. Meminta, Mendesak Pemerintah dan DPR RI segera membatalkan pembuatan Omnibus Law RUU Cipta Kerja ini. Bukan menunda pembahasan atau mengeluarkan Klaster Ketenagakerjaan saja dari RUU Cipta Kerja.
Apakah konsolidasi antara buruh, NGO dan BEM masih terus berlangsung untuk memprotes atau menolak Omnibus Law?
Jawaban :
Sikap GSBI menolak tetap berlangsung, tidak tergantung pada organisasi lain ataupun konsolidasi-konsolidasi yang ada. Yang jelas saat ini setiap organisasi dan elemen yang menolak terus bersinergi.
Apa langkah yang harus dilakukan pemerintah dan DPR agar Omnibus Law diterima masyarakat?
Jawaban :
Dengarkan aspirasi sejati rakyat. Pahami apa masalah sesungguhnya yang di derita rakyat dan bangsa ini. Pastikan isi Omnibus Law menguntungkan rakyat, melindungi rakyat dan kedaulatan bangsa. Dan libatkan rakyat, partisipasi publik seluas-luasnya. Jujur dan terbuka pada rakyat jangan ada maksud terselubung. Konsekwen kah menjalankan dan melaksanakan UUD dan Pancasila. Bangunlah bangsa ini secara mandiri dan berdaulatan. Jangan terus mempasilitasi modal asing /investasi (Red/Bima).