Foto: OPM, sumber foto: Jerry Omona/Metro Merauke
Oleh : Bayu Kusuma
Stramed, Penembakan terhadap 3 (tiga) pengemudi ojek atas nama Herianto, La Soni dan Rijal oleh kelompok TPN/OPM dari Distrik Sugapa Kabupaten Intan Jaya menuju Kampung Pugisiga, Distrik Hitadipa yang terjadi pada 25 Oktober 2019 telah menjadi bahan “perang propaganda” di Papua, hal ini terlihat dalam sejumlah pemberitaan media online yang pada intinya memberitakan bahwa Polda Papua menggelar penyelidikan pembunuhan pengemudi ojek oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB), namun disisi yang lain berkembang berita juga terutama di medsos dengan sentimen negatif yang mengutip pernyataan kubu OPM bahwa tiga pengemudi ojek yang dibunuh OPM merupakan militer Indonesia, bukan masyarakat sipil.
Banyak pihak di Papua yang berpendapat bahwa kelompok orang bersenjata yang berada di Kampung Pugisiga Distrik Hitadipa tersebut merupakan kelompok OPM/TPN yang sedang bergerak menuju daerah Tembagapura dan Timika.
Penyerangan menggunakan busur panah dilakukan kelompok orang tak dikenal di Distrik Dekai, Yahukimo, Papua. Salah satu korbannya merupakan pegawai Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) Jayapura Kementerian PUPR.
“Akibat dari serangan itu korban La Hanafi mengalami luka panah di perut bagian belakang tembus paru, dan korban Heri Sugianto mengalami luka panah pada bagian dada atas sebelah kanan,” kata Kabid Humas Polda Papua Kombes Ahmad Musthofa Kamal dalam keterangan tertulis, Sabtu (26/10/2019).
Penyerangan dengan panah ini terjadi di Jl Gunung, Distrik Dekai, Jumat (25/6). Kelompok ini menyerang rombongan staf BBPJN termasuk karyawan PT Agung Mulia. Saat itu rombongan hendak mengecek proyek pekerjaan jalan yang digarap PT Agung Mulia. Mulanya rombongan berhenti di kali Bele Km 45 karena melihat truk mogok. Karyawan PT Agung Mulia berhenti untuk memberikan bantuan.
Namun setelah itu, rombongan dibuntuti orang yang menggunakan motor karena ada karyawan PT Agung Mulia yang mengambil gambar waga. “Sehingga HP karyawan tersebut diambil atau disita oleh masyarakat tersebut. Setelah menyita HP milik karyawan PT. Agung Mulia kemudian rombongan karyawan melanjutkan perjalanan,” sambung Kamal.
Rombongan kemudian memutuskan menghentikan perjalanan dan kembali ke Dekai. Saat putar balik kendaran, tiba-tiba ada sekelompok orang menghadang. “Masyarakat tersebut langsung menyerang rombongan Karyawan PT. Agung Mulia dengan menggunakan busur panah sehingga mengakibatkan 2 orang terkena panah. Kemudian korban dilarikan ke RSUD Dekai,” kata Kamal.
Banyak kalangan menilai bahwa kejadian penembakan yang terjadi di Kabupaten Intan Jaya jelas menunjukkan bahwa ancaman KKSB/OPM ke pendatang yang masih berada di Papua masih direalisasikan mereka, dimana hal ini mengindikasikan juga bahwa militansi dan kekuatan tempur kelompok OPM tetap terjaga, apalagi ditambah dengan tindakan Kalegak Talenggen dan Goliath Tabuni yang sudah mengumumkan perang ke TNI dan Polri dan akan mengusir atau membunuh kalangan pendatang.
Perhatian penuh
Sementara itu, Presiden Joko Widodo dalam kunjungan ke Papua dan Papua Barat telah disambut meriah ribuan warga Pegunungan Arfak dan telah berdialog dengan Pemda setempat mengenai percepatan pembangunan di Kabupaten Pegunungan Arfak.
Disamping itu, Presiden RI telah menugaskan Menko Polhukam RI untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM di tanah air khususnya di Papua.
Sementara itu, Mendagri RI, Jenderal Polisi Tito Karnavian, PhD akan fokus pada optimalisasi dana otonomi khusus dengan segera memprioritaskan sinkronisasi program tepat sasaran di Pemprov Papua.
Bagaimanapun juga, pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin memiliki perhatian penuh dan keseriusan dalam menyelesaikan masalah Papua, bahkan akan mengevaluasi pelaksanaan dana Otsus termasuk 18 tahun implementasi UU Otsus, agar pemberdayaan, perlindungan dan penghormatan terhadap local wisdom Papua dan Papua Barat dapat terjaga seiring dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Menurut penulis, langkah Presiden Jokowi untuk mengevaluasi pelaksanaan UU Otsus adalah langkah yang tepat, karena banyak yang menilai pelaksanaan UU Otsus dengan biaya atau dana Otsus yang sangat besar dinilai berbagai kalangan kurang tepat sasaran, karena ada fenomena “Patipa (Papua tipu Papua)”.
Disamping itu, sejalan dengan langkah dan pidato yang disampaikan Presiden Jokowi sesaat setelah dilantik menjadi Presiden pada 20 Oktober 2019 yang menegaskan akan dilakukan debirokratisasi dengan penyederhanaan birokrasi pemerintah, maka sebaiknya tidak perlu ada badan pengawas Otsus, karena pengawasannya dapat dilakukan oleh instansi pemerintah yang lainnya.
Termasuk adanya usulan dari 61 tokoh Papua yang bertemu dengan Presiden yaitu perlu dibentuk lembaga adat perempuan Papua, banyak kalangan menilai pembentukan lembaga adat baru sebaiknya tidak dilakukan, dan cukup dengan memberikan penguatan peran dan wewenang lembaga adat yang sudah ada untuk memberdayakan kaum perempuan di Papua dan Papua Barat.
*) Penulis adalah pemerhati masalah Papua.
Disclaimer: Setiap opini di media ini menjadi tanggung jawab penulis. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai aturan pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini dan Redaksi akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang.