KN. Sebanyak 68 alumni Universitas Gadjah Mada (UGM) yang merupakan warga Nahdlatul Ulama (NU) menolak pemberian izin tambang bagi organisasi masyarakat. Alasannya, hal itu akan merusak organisasi keagamaan yang seharusnya menjaga marwah sebagai institusi yang bermoral. “Kami meminta pemerintah untuk membatalkan pemberian izin tambang pada ormas keagamaan,” kata juru bicara warga NU alumni UGM Slamet Thohari.
Dia mengatakan izin tambang itu berpotensi hanya akan menguntungkan segelintir elite dan menghilangkan tradisi kritis ormas. “Dan pada akhirnya melemahkan organisasi keagamaan sebagai bagian dari kekuatan masyarakat sipil yang bisa mengontrol dan mengawasi pemerintah atas ongkos yang sebagian besar akan ditanggung oleh nahdliyin.” Selain itu, dosen Universitas Brawijaya itu menyatakan, warga NU alumni UGM mendesak PBNU untuk membatalkan Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang telah diajukan ke pemerintah. Sebab, hal itu akan menjerumuskan NU pada kubangan dosa sosial dan ekologis.
Tuntutan selanjutnya, PBNU diminta kembali berkhidmah untuk umat dengan tidak menerima konsesi tambang yang akan membuat NU terkooptasi menjadi bagian dari alat pemerintah. PBNU juga diminta menata organisasi secara lebih baik dan profesional dengan mendayagunakan potensi yang ada demi kemandirian ekonomi, tanpa harus masuk dalam bisnis kotor tambang yang akan menjadi warisan kesesatan historis.Slamet juga mengatakan pihaknya mendesak pemerintah untuk konsisten dengan agenda transisi energi Net Zero Energy 2060 yang di antaranya dengan meninggalkan batubara, baik sebagai komoditas ekspor maupun sumber energi primer, serta menciptakan enabling environment bagi tumbuhnya energi terbarukan melalui regulasi.
Selain itu, mereka yang terdiri dari kalangan akademisi, pengusaha, aktivis dan lainnya itu mendesak pemerintah untuk mengawal kebijakan, mengawasi, dan melakukan penegakan hukum lingkungan atas terjadinya kehancuran tatanan sosial dan ekologi. Seperti perampasan lahan, penggusuran, deforestasi, eksploitasi, korupsi, dan polusi, akibat aktivitas pertambangan batubara.
Ketua Dewan Pengurus Pusat Front Persaudaraan Islam atau FPI Aziz Yanuar mengatakan organisasinya belum mau memberikan sikap atau komentar mengenai bagi-bagi izin tambang ormas keagamaan. Aziz menyebut pendapat dari badan hukumnya, DPP Advokat Persaudaraan Islam memaparkan beberapa pasal yang cenderung kontra dengan bagi-bagi IUP lantaran dianggap berpotensi pada tindak pidana korupsi.
Aziz menyebut DPP API menganalisis Kepres 70 Tahun 2023 tentang wewenang penetapan, penawaran, dan pemberian Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) oleh Menteri Investasi atau Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).
Pada pasal 5 ayat (1) menyatakan bahwa Menteri Pembina Sektor (Menteri ESDM) mendelegasikan wewenang penetapan, penawaran, dan pemberian WIUP kepada menteri atau kepala badan yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang investasi atau koordinasi penanaman modal selaku ketua satuan tugas. Menurutnya, BUMD meliputi, Badan usaha yang dimiliki oleh ormas, koperasi, badan usaha yang dimiliki oleh usaha kecil dan menengah.
Azis menyebut ketentuan pemberian wewenang melalui delegasi dari Menteri ESDM kepada Menteri Investasi atau Kepala BKPM melanggar ketentuan dalam Undang-Undang (UU) Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan sebagaimana telah diubah dengan Perppu (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja ( UU Administrasi Pemerintahan).
Pasal 1 Nomor 23 UU Administrasi Pemerintahan menyatakan delegasi adalah pelimpahan kewenangan dari badan dan atau pejabat pemerintahan yang lebih tinggi kepada badan dan atau pejabat pemerintahan yang lebih rendah dengan tanggung jawab dan tanggung gugat beralih sepenuhnya kepada penerima delegasi.
Dia menyebut pasal 5 ayat (3) menyatakan bahwa Satuan Tugas Menteri Investasi atau Kepala BKPM melakukan penawaran dan pemberian WIUP kepada Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (5) huruf a sampai dengan huruf e (BUM Desa, BUMD, Badan usaha yang dimiliki oleh ormas, koperasi, badan usaha yang dimiliki oleh usaha kecil dan menengah).
Aziz menjelaskan pasal itu menyatakan WIUP Mineral logam diberikan kepada Badan Usaha, koperasi, atau perusahaan perseorangan dengan cara lelang, lebih lanjut dalam Pasal 60 ayat (1) menyatakan WIUP Batubara diberikan kepada Badan Usaha, koperasi, atau perusahaan perseorangan dengan cara lelang.
Ketentuan itu, menurut Aziz, dianggap mengandung makna pemberian WIUP mineral logam dan batubara harus diberikan dengan cara lelang, tidak bisa diberikan dengan dibagi-bagi.
Prosedur lelang WIUP menurutnya, sebagaimana diatur dalam Pasal 51 ayat (2) dilakukan dengan mempertimbangkan kemampuan pelaku usaha terkait dengan administratif atau manajemen, kemampuan teknis dan pengelolaan lingkungan,
dan kemampuan finansial.
Ketentuan tentang pemberian WIUP melalui lelang diatur lebih lanjut dalam pasal 17 sampai dengan pasal 86 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan.
Sebaliknya apabila WIUP diberikan secara langsung tanpa melalui proses lelang, menurutnya cara dengan pemberian bagi-bagi ini tidak dapat dipertanggungjawabkan, ada unsur subjektifitas, potensial fraud dan dimungkinkan ada unsur transaksional atau motif lain di luar aspek teknis dan kemampuan dalam pengelolaan kegiatan usaha pertambangan. Sedangkan, untuk WIUP mineral bukan logam, batuan, Izin Pertambangan Rakyat (IPR), dan Surat Izin Penambangan Batuan (SIPB) dapat diberikan kepada badan usaha, koperasi, atau perusahaan perseorangan melalui permohonan kepada Menteri ESDM sebagaimana diatur dalam Pasal 54, Pasal 57, Pasal 67 ayat (2) dan Pasal 86A ayat (4) yang kewenangan tersebut telah didelegasikan kepada pemerintah daerah provinsi melalui Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2022 tentang Pendelegasian Pemberian Perizinan Berusaha di Bidang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Aziz juga menyebut Perpres 70 Tahun 2023 Melanggar UU Minerba dan UU Administrasi Pemerintahan. Ketentuan tentang pemberian WIUP kepada pelaku usaha termasuk badan usaha yang dimiliki oleh ormas tanpa melalui proses lelang dianggap pelanggaran terhadap UU Minerba dan UU Administrasi Pemerintahan.
Menurutnya berdasarkan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan bahwa kedudukan PP dua level di bawah undang-undang, oleh karena itu tidak boleh bertentangan dengan norma yang terdapat dalam
undang-undang.
Dia mengatakan terdapat kerugian negara merupakan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) sebagai salah satu ormas keagamaan menolak konsesi izin tambang setelah pemerintah membolehkan organisasi keagamaan mengelola usaha pertambangan. Keputusan ini datang setelah Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengeluarkan kebijakan yang memungkinkan ormas keagamaan untuk mengelola wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK).
Kebijakan tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 yang merupakan perubahan atas PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. “Kami dengan segala kerendahan hati menyatakan bahwa HKBP tidak akan melibatkan dirinya sebagai Gereja untuk bertambang,” kata Ephorus HKBP, Pendeta Robinson Butarbutar, dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo.
Robinson menjelaskan bahwa keputusan HKBP untuk menolak keterlibatan dalam izin tambang itu didasarkan pada Konfesi HKBP tahun 1996. Menurutnya, Konfesi tersebut menetapkan bahwa HKBP memiliki tanggung jawab untuk menjaga lingkungan dari eksploitasi manusia atas nama pembangunan. Eksploitasi sumber daya alam, menurut Robinson, telah terbukti menjadi salah satu penyebab utama kerusakan lingkungan dan pemanasan global yang tidak terkendali.
Menurut Robinson, kerusakan lingkungan harus segera diatasi dengan beralih ke energi alternatif segera mungkin. Misalnya, penggunaan teknologi ramah lingkungan seperti energi matahari atau solar energy, atau energi bersumber tenaga angin angin (wind energy).
Selain menolak terlibat dalam aktivitas tambang, HKBP juga mendesak pemerintah untuk menindak tegas para penambang yang melanggar aturan lingkungan. Mereka menegaskan bahwa setiap penambangan harus dilakukan dengan mematuhi regulasi yang bertujuan melindungi lingkungan dari kerusakan.