Foto: Surya Paloh, sumber foto: Pinter Politik
Oleh : Yulius Regang
Stramed, Sisa-sisa kekecewaan sebagian rakyat Indonesia khususnya rakyat DKI Jakarta atas terpilihnya Anies Baswedan sebagai Gubernur DKI Jakarta beberapa waktu lalu belum pupus.
Tak lama berselang Pemilu presiden yang menyita perhatian seluruh rakyat Indonesia dengan sederet peristiwa yang melukai hati dan pikiran rakyat juga masih membekas. Kondisi rakyat Indonesia saat ini benar-benar belum pulih. Rasa dendam dan sakit hati berantai masih menjadi duri di lubuk hati yang paling dalam.
Hajatan Pemilu yang dilangsungkan di tengah merebaknya hoax, diksi-diksi politik bernada menyindir dan menyerang, demonstrasi massa boikot hasil pemilu, ancaman people power dan merebaknya tuduhan kecurangan serta penipuan suara belum seutuhnya membuat rakyat benar-benar lupa.
Sesungguhnya bangsa Indonesia masih butuh waktu untuk menenangkan pikiran dari rasa kebencian, sakit hati, dendam dan permusuhan. Walau rakyat dipaksakan untuk segera move on, tetapi yang namanya luka pasti butuh waktu untuk proses penyembuhan atau pemulihan.
Kegalauan masyarakat sepertinya berakhir pasca Jokowi dan Prabowo saling berjabatan tangan dan berangkulan di Stasiun MRT Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Pertemuan kedua tokoh nasional yang terlibat dalam duel panas merebut kursi kepemimpinan di republik ini, menjadi titik mula berakhirnya perseteruan di gelanggang politik.
Perjumpaan dua elite nasional ini diharapkan mampu menurunkan tensi ketegangan yang muncul di tingkat akar rumput, walau faktanya masih ada yang belum rela mengorbankan perasaan kekecewaan untuk menerima kemenangan Jokowi dan mengakui kekalahan Prabowo.
Wujud perdamaian kedua tokoh nasional Jokowi dan Prabowo Subianto nyata dalam isi pidato yang dilontarkan Jokowi. Ia mengatakan bahwa “Saya dan Prabowo merupakan sahabat dan saudara, tak ada lagi 01 dan tak ada lagi 02. Tak ada lagi cebong dan tak ada lagi kampret yang ada adalah garuda, garuda pancasila,” Kata Jokowi.
Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia Yunarto mengatakan, “pertemuan di moda transportasi umum juga dapat menyimbolkan bahwa kedua kubu ingin mengajak masyarakat ikut dalam rekonsiliasi ini. “Harusnya memberikan pesan kuat kepada masing-masing pendukung untuk rekonsiliasi, bukan berhenti di dua individu ini,” katanya.
Ada pesan moral yang mau disampaikan kepada publik Indonesia untuk mewujudkan semangat persatuan dan kesatuan dengan meninggalkan beban politik yang lahir atas fanatisme buta di masa-masa kampanye, pada saat dan sesudah pemilihan presiden beberapa waktu lalu.
Di saat rakyat sedang berupaya melupakan yang lalu-lalu, situasi politik nasional kembali memanas lantaran dipicu tiga pertemuan yang melibatkan sejumlah partai politik dan elite-elite partai politik.
Pertemuan dimaksud antara lain, pertemuan ketua umum Golkar, PKB, PPP di kediaman NasDem Surya Paloh, pertemuan Ketua umum PDIP Megawati Soekarnoputri dan Ketua umum Gerindra Prabowo Subianto yang bersamaan dengan pertemuan antara Surya Paloh-Anies Baswedan.
Lantas publik bertanya-tanya, ada apa dibalik semuanya ini? Publik dan para pengamat politikpun sedang terjebak untuk membahas dan mendiskusikan apa yang terjadi dikemudian hari pasca pertemuan tiga edisi yang melibatkan multi pihak partai pendukung calon presiden 01, Megawati-Prabowo dan pertemuan antara Surya Paloh-Anies Baswedan.
Apakah pertemuan ini sungguh memperkuat peristiwa rekonsiliasi nasional yang telah dilakukan Jokowi dan Prabowo Subianto atau pertemuan dalam rangka mengamankan jatah menteri yang akan mengisi kabinet Jokowi jilid II dengan mendang rival politik yang hendak bergabung dalam rumah koalisi Indonesia kerja jilid II?
Hasilnya masih misteri, yang pasti serangkaian pertemuan ini seakan membuka luka lama yang masih membekas di hati rakyat.
Terlepas dari manuver politik partai NasDem untuk mengamankan jatah menteri, satu hal yang menjadi sorotan publik akhir-akhir ini adalah pertemuan antara Surya Paloh – Anies Baswedan. Pertemuan kedua tokoh ini menimbulkan banyak tanggapan dari publik Indonesia (warganet). Reaksi publik atas pertemuan Surya Paloh dan Anies Baswedan beraneka ragam, ada yang pro dan ada pula yang kontra.
Bagi kubu yang pro tentu tidak bermasalah, tetapi bagi kubu yang kontra tentu pertemuan ini berimplikasi buruk terhadap reputasi partai NasDem yang selama ini cukup mendapat simpati dari publik Indonesia atas konsep restorasi dan komitmen politik yang kuat untuk untuk kepentingan bangsa Indonesia.
Sepertinya Surya Paloh sudah siap menerima kenyataan untuk tidak populer dan siap menerima kenyataan jika buah dari langkah politik yang ditempuhnya berpengaruh terhadap elektabilitas partai NasDem lima tahun mendatang. Bagi Surya Paloh, mungkin ini perkara kecil dan bisa diperbaiki dalam perjalanan waktu, tetapi bagi rakyat (pendukung) ini adalah duri dalam daging, durinya tak kelihatan, tetapi jika disentuh sakit rasanya.
Langkah politik yang dibangun oleh ketua umum partai NasDem, tentu mengejutkan publik Indonesia khususnya rakyat DKI Jakarta yang lagi getol menyoroti kebijakan pembangunan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pasca ditinggalkan Ahok-Djarot. Apa motif politik Surya Paloh dan partai NasDem kedepan? Apakah NasDem sedang mempersiapkan Anies Baswedan menjadi calon presiden pada tahun 2024?
Rasanya terlalu jauh, rakyat Indonesia masih lelah memikirkan hiruk pikuk politik yang baru lewat, kini partai NasDem kembali mengejutkan rakyat dengan manuver politiknya. Mungkin ini cara dan gaya partai NasDem yang selalu menjadikan dirinya terdepan dalam membidik figur-figur pemimpin bangsa, tanpa mahar.
Apa pembelajaran yang bisa dipetik dari manuver politik Surya Paloh dan NasSem? Apakah dengan langkah ini otomatis NasDem akan meninggalkan Jokowi? Kabarnya, koalisi partai pendukung 01 masih solid. Yang pasti manuver politik yang dibangun Surya Paloh dan NasDem berimplikasi politik baik jangka pendek maupun jangka panjang.
Pendiri Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia (KedaiKOPI) Hendri Satrio coba memaknai pertemuan antara Surya Paloh-Anis Baswedan, kata Hendri Satrio, “ada dua kekuatan besar politik yang sedang tarik-menarik. Untuk kepentingan jangka pendek semacam posisi menteri atau jangka panjang menuju Pilpres 2024.
Jika ini yang diinginkan oleh Surya Paloh dan Partai NasDem dengan menunjukkan kepiawaiannya dalam mengontrol parpol koalisi, sekaligus showing bahwa Surya Paloh bisa dekat dengan kandidat kuat Pemilu 2024, seperti Anies Baswedan,” maka kita tunggu ending dari manuver politik Surya Paloh dan NasDem lima tahun yang akan datang.
*) Pemerhati Polkam
Disclaimer : Setiap opini di media ini menjadi tanggung jawab penulis. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai aturan pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis opini dan Redaksi akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang.