Stramed-Jakarta. Sosok Silvany Austin Pasaribu mencuri perhatian, saat Sidang Umum PBB soal tuduhan Vanuatu mengenai dugaan pelanggaran HAM di Papua.
Lewat diplomat muda itu, Pemerintah Indonesia mengeluarkan pernyataan tegas yang ditujukan untuk Perdana Menteri (PM) Vanuatu, Charlot Salwai yang rutin ngoceh menuduh dugaan pelanggaran HAM di Papua di setiap Sidang PBB.
Silvany dengan tegas meminta negara Pasifik itu untuk berhenti mencoba mencampuri urusan dalam negeri Indonesia.
“Saya bingung, bagaimana bisa sebuah negara berusaha mengajarkan negara lain, tapi tidak mengindahkan dan memahami keseluruhan prinsip fundamental Piagam PBB,” kata Silvany dalam pidatonya seperti dikutip dari akun resmi PBB.
Silvany mengatakan bahwa Indonesia sebagai negara yang memiliki berbagai budaya, ratusan kelompok etnis, suku, dan bahasa, berkomitmen pada isu HAM.
“Kami menghargai perbedaan, menghormati toleransi, dan setiap orang memiliki hak yang sama di negara demokrasi terbesar ketiga di dunia ini,” lanjutnya.
Silvany menekankan bahwa Papua adalah bagian dari Indonesia, dan Vanuatu tidak memiliki hak apa pun untuk berbicara atas nama rakyat Papua.
“Anda (Vanuatu) bukan perwakilan dari rakyat Papua dan berhenti mengkhayal menjadi perwakilan mereka. Rakyat Papua adalah rakyat Indonesia, kita semua memainkan peran penting dalam pembangunan Indonesia termasuk di Pulau Papua,” tukasnya.
Dia menambahkan bahwa sesuai dengan prinsip PBB, Indonesia akan terus menjaga keutuhan kedaulatan wilayahnya dan melawan segala upaya separatisme.
“Provinsi Papua dan Papua Barat adalah bagian dari Indonesia yang tidak dapat diganggu gugat sejak 1945 dan secara resmi didukung oleh PBB dan komunitas internasional sejak beberapa dekade. Status ini adalah final, tidak dapat diubah dan permanen,” ucapnya.
Mengutip dari website Kemlu.go.id, Silvany saat ini menjabat sebagai Sekretaris Kedua Fungsi Ekonomi untuk
Perutusan Tetap Republik Indonesia Untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York, AS. Sebelumnya Silvany juga pernah menjabat sebagai Atase Kedutaan RI di Inggris (http://share.babe.news/s/jfvvUTpQvR).
Sementara itu, pemerhati masalah internasional, Toni Soemintardjo membenarkan pendapat diplomat muda Indonesia tersebut. “Perdana Menteri Vanuatu kurang melakukan check, recheck dan crosscheck terkait perkembangan yang semakin positif di Papua dan Papua Barat, dan Vanuatu tidak lebih sebagai juru bicara TPN-OPM,” ujarnya seraya menyarankan, jika Vanuatu terus mencampuri Indonesia, maka PBB harus membuat keputusan strategis mengeluarkan Vanuatu dari anggota PBB.
Menurut Toni, kepedulian pemerintah Indonesia terhadap Papua dan Papua Barat sangat besar dimana dengan diberlanjutkannya otonomi khusus Papua dengan akan segera dirampungkannya pembahasan revisi UU Otsus Papua maka Indonesia sangat mencintai Papua dan Papua Barat.
“Disamping itu, sudah banyak tokoh-tokoh di Papua dan Papua Barat yang mendukung keberlanjutan Otsus dan ini diabaikan oleh Vanuatu karena negara kecil tersebut menjadi korban provokasi dan propaganda Benny Wenda dan kawan-kawan, dan saat ini banyak orang di Papua dan Papua Barat sudah melupakan Benny Wenda dan koleganya,” tambah Toni yang juga penulis di beberapa media massa ini (Red).