Sumber foto: Istimewa
Oleh : Ruskandi Anggawiria
Stramed, Karena terlalu mendewakan idealisme ajaran Islam dan menafikkan paradigma politik dalam drama politik praktis, akhirnya PA 212 terlihat frustasi ketika sibuk mendukung capres yang dianggapnya akan mengakomodasi agenda mereka. Ternyata semua wacana yang dibicarakan dalam konteks pilpres, bagi mereka merupakan bahasa artifisial, yang sulit diterjemahkan secara harfiah.
Memberi kesan ada kejanggalan dalam penerjemahan makna partai Allah, lalu disandingkan dengan partai setan ketika tawaran Amien Rais menghendaki sharing kekuasaan antara kubu oposisi dengan pemerintah, pernyataan Novel Bamukmin sebagai jubir PA 212 semakin menegaskan kepandiran dirinya sebagai orang yang bau kencur dalam dunia politik.
Guna meninggalkan kesan bahwa mereka hanya mendompleng kepada partai politik, sementara agenda mereka sendiri tidak bisa disisipkan kepada partai yang didukungnya, maka lebih elegan jika mereka sendiri mencoba peruntungannya sebagai partai tersendiri, dan tidak hanya menjadi bayang-bayang para politisi yang sudah malang melintang di percaturan nasional.
Kalau saja mereka hanya bermain di ranah wacana, bahwa ijtima Ulama yang akan digagasnya adalah untuk membuka wacana pendirian partai sendiri, lebih baik langsung diputuskan, sehingga terlihat jelas hitam atau putihnya. Publik selanjutnya akan menguji kehadiran mereka sebagai kendaraan bagi para pelakunya. Apakah benar mereka membawa agenda syariat Islam, dan lebih tegasnya mengusung pendirian negara khilafah ?
Jika para pemilihnya kelak cukup signifikan, ini berarti akan membuka arena perebutan pemilih dengan para pendukung NKRI. Dan jika dikalkulasi dari massa yang selama ini menjadi pengikut mereka, yang pernah diklaim berjumlah puluhan juta, maka nanti akan kita buktikan seandainya mereka berhasil menjadi peserta Pemilu berikutnya.
Novel dalam salah satu kalimat pernyataannya akan mengusulkan untuk membersihkan PA 212 dari pengaruh partai politik yang sempat didukungnya, menegaskan bahwa para calon pendirinya sejak awal memang terobsesi dengan menjejalkan berlakunya syariat Islam. Bahkan dengan malu-malu pula sebenarnya mereka tengah merancang kekuatan untuk mempromosikan gagasan khilafah Islam.
Meskipun kita dapat mengendus tujuan akhir itu, namun lebih menarik seandainya kita melihat perkembangan, termasuk bagaimana visi dan misi partai yang akan berdiri tersebut. Kalau kita bandingkan dengan partai-partai berazaskan Islam terdahulu, yang beberapa diantaranya bahkan memiliki basis kuat secara nasional, barangkali partai yang akan didirikan oleh PA 212 ini akan menghadapi persaingan sengit.
Untuk menembus dominasi di parlemen saja, bisa kita gambarkan akan seterjal seperti yang dialami Partai Bulan Bintang, yang bahkan praktis hanya satu kali sejak berdirinya, mereka berhasil masuk di kursi parlemen.
Dengan mendirikan partai sendiri, PA 212 tentu akan mengalami pembelajaran, bahwa perjuangan politik untuk mengusung agenda mereka, tidak semudah membalikkan telapak tangan. Dan lahan yang mereka garap tidak serata yang dibayangkan sebelumnya. Namun bagi kita, lebih ideal jika cara yang ditempuhnya seperti itu, ketimbang mengekspresikan sikap politiknya secara barbar dan liar di lapangan.
Ketika ada bendera politik di belakang mereka, pemerintah pun akan mudah mengidentifikasi kepentingan politik mana yang sedang diusungnya, ketika para pengikut mereka melakukan aksi-aksi di lapangan.
Sebagaimana yang kerap kita saksikan, massa yang menamakan diri PA 212 seperti menampakkan diri sebagai pejuang penegakkan syariat Islam, karena mereka tidak berafiliasi kepada partai manapun. Dan ketika kelak akan memiliki partai politik sendiri, karakter sebuah partai politik, dengan sendirinya akan terbentuk secara alamiah.
Kiblat perjuangan mereka sendiri nanti akan dinilai oleh calon pemilihnya, dan beruntung jika massanya cukup mengakar di masyarakat. Namun peluang untuk mendapatkan dukungan itupun tidak pula tanpa perlu perjuangan yang keras dan panjang.
Jika mereka tidak memiliki akar pendukung yang kuat, tentu pada akhirnya akan hilang sendiri. Dan pengalaman itulah yang harus mereka cicipi, agar di masa yang akan datang, tidak asal menyalahkan kepada pemerintah atau partai-partai politik.
Sebagaimana kita saksikan dalam aksi-aksi unjuk rasa mereka, selalu ada tema yang membuat mereka menyerang pihak pemerintah, meskipun dibungkus dengan tuntutan tentang kepentingan agama, namun kita juga mudah melihat ada agenda politik di balik aksi-aksi tersebut.
Dan ketika kini mereka mulai melirik itikad untuk mendirikan sebuah partai politik, maka aksi-aksinya sendiri dengan mudah pula kita identifikasi sebagai kiblat perjuangan partai yang mereka usung, dan tampaknya tidak akan jauh dari perjuangan untuk menegakkan syariat Islam di bumi pertiwi ini.
*) Pemerhati politik
Disclaimer: Setiap opini di media ini menjadi tanggung jawab penulis. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai aturan pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini dan Redaksi akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang.