Foto: Gerindra, sumber foto: Twitter.com
Oleh : Hendro S
Stramed, Kali ini saya akan kembali menyambung tulisan saya ke bagian dua seperti yang saya janjikan sebelumnya di bagian satu. Tulisan saya kali akan tetap mengupas strategi Prabowo dalam menaikkan suara Gerindra dalam pilpres 2019. Pada artikel sebelumnya, saya telah menyinggung dua strategi Prabowo dan Gerindra.
Tetap nyapres walaupun sadar akan kalah merupakan strategi pertama Prabowo. Merangkul para ekstrimis garis keras seperti eks HTI merupakan langkah kedua. Dalam tulisan saya kali ini, saya akan kembali mengupas dua strategi Prabowo lainnya. Mari kita kupas satu persatu berdasarkan analisa awam saya.
Strategi ketiga Prabowo adalah dengan mengambil Sandiaga Uno sebagai wakilnya. Kita tahu bahwa Prabowo melawan hasil rekomendasi itjimak ulama guna menggandeng ulama sebagai wakilnya. Prabowo ternyata lebih memilih menggandeng Sandi yang notabene merupakan sesama orang Gerindra.
Walaupun Sandi sudah keluar dari Gerindra tapi kita semua sudah terlanjur tahu bahwa Sandi adalah orang Gerindra. Lantas mengapa Prabowo lebih memilih Sandiaga daripada menggandeng kader PKS, PAN maupun Demokrat. Ini mungkin pertanyaan yang selama ini diperdebatkan. Saya punya dua analisa terkait hal tersebut.
Pertama adalah masalah logistik. Seperti kita semua ketahui bahwa ongkos nyapres serta nyawapres sangatlah besar. Prabowo mungkin sadar bahwa kemungkinan menang sangatlah kecil sehingga resiko uang triliunan hilang sangatlah riskan.
Sandiaga adalah pengusaha sukses dengan uang melimpah. Mungkin saja Prabowo menawarkan posisi wapres dengan syarat segala logistik harus ditanggung oleh Sandiaga. Kita tentu masih ingat dengan isu kardus 500 miliar untuk PKS dan PAN guna memuluskan jalan Sandi menjadi cawapresnya Prabowo.
Saya rasa uang Sandi yang habis bukan hanya 1 triliun untuk PKS dan PAN jika memang benar adanya uang kompensasi tersebut. Mungkin saja semua ongkos kampanye dari A sampai Z dikeluarkan oleh Sandiaga seorang. Lihatlah bagaimana tertekannya Sandiaga ketika hasil hitung cepat keluar. Mengapa Sandi mau berkorban sebegitu banyak? Mungkin saja Sandi ingin menginvestasikan namanya untuk pilpres 2024.
Alasan kedua mungkin adalah masih mudanya Sandiaga. Setelah masalah biaya teratasi, Prabowo membidik suara para emak – emak serta kaum muda yang tertarik dengan pesona Sandiaga. Mungkin Prabowo menilai bahwa pesona Sandiaga paling tidak mampu menggerek naik suara Gerindra khususnya dari kalangan emak – emak kaya.
Bayangkan saja jika Prabowo menarik cawapres dari PAN, PKS ataupun Demokrat; ketiga partai ini mungkin tak akan membiayai kampanye nantinya. Selain itu, jika cawapres terpilih dari tiga partai tersebut maka elektabilitas tiga partai itu yang akan naik bukan suara Gerindra yang naik.
Strategi keempat Prabowo adalah menerima Demokrat yang sudah di ujung tanduk. Kita tahu bahwa Demokrat masih mencoba sampai detik terakhir untuk masuk ke dalam koalisi Jokowi. Namun, banyak partai koalisi Jokowi yang merasa bahwa koalisi sudah cukup kuat serta Demokrat terlalu telat menyatakan diri ingin ikut gerbong Jokowi.
Demokrat mungkin takut akan sanksi tak bisa mencalonkan capres pada 2024 nantinya sehingga mau tak mau mereka harus masuk koalisi Prabowo. Prabowo pun sadar bahwa Demokrat tak mempunyai banyak pilihan lain. Prabowo pun dengan senang hati menerima Demokrat. Demokrat yang mungkin merencanakan AHY tampil sebagai cawapres Prabowo pun merapat ke Kertanegara.
Ternyata oh ternyata. Prabowo menikam Demokrat dengan tak memilih AHY sebagai cawapres. Demokrat yang sudah masuk tak mungkin keluar lagi. Mereka mau tak mau harus ikut gerbong Prabowo walaupun dengan setengah hati. Di sinilah strategi Prabowo berjalan, sadar bahwa tidak semua kader Demokrat suka dengan pemerintahan Jokowi; Prabowo pun mencoba menggerus suara Demokrat perlahan – lahan.
Lihat saja bagaimana suara Demokrat terjun bebas dalam pileg 2019 kali ini. Mereka terlempar ke luar dari lima besar. Mungkin sebagian kecil suara Demokrat lari ke Gerindra karena seperti yang saya katakan bahwa tidak semua kader maupun pendukung Demokrat suka dengan Jokowi. Inilah momentum untuk mengalihkan suara mereka ke Gerindra ketika para elit Demokrat lebih mendukung Jokowi.
Saya rasa itulah empat strategi Prabowo dan Gerindra dalam menaikkan suara partai mereka dalam pileg 2019. Prabowo memainkan dua harapan di sini. Pertama adalah kemungkinan menyalip Jokowi jika katakanlah ada kasus heboh yang mungkin menyeret Jokowi. Kedua adalah menaikkan suara partai, jika tak menang pilpres tapi mampu menaikkan suara partai saja sudah cukup.
Banyak yang menilai Prabowo ceroboh dalam berpolitik. Menurut kacamata saya, Prabowo paham dengan strategi politik walaupun masih kalah dengan sang mastermind politik yakni Jokowi. Ini hanyalah analisa awam saya. Yang pasti Jokowi dan Prabowo sudah bertemu demi mendinginkan tensi politik dalam negeri.
Kita sebagai pendukung baik Jokowi maupun Prabowo harus mengikuti arahan mereka. Mereka menyudahi kompetisi mereka. Kita sekarang harus mampu maju serta bergandengan tangan menyambut Indonesia Maju Raya dan Jaya. Merdeka.
Disclaimer : Setiap opini di media ini menjadi tanggung jawab penulis. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai aturan pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini dan Redaksi akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang.