Stramed-Jakarta. Kami perlu meluruskan kebijakan Otsus, karena narasi yang berkembang di masyarakat, terutama di Papua dan Papua Barat bahwa kebijakan otsus itu hanya berlaku selama 20 tahun, artinya nanti berikutnya jilid 2 akan dilihat apakah akan diperpanjang atau tidak. Kemudian juga ada asumsi atau narasi yang berkembang bahwa seolah-olah pembicaraan otonomi khusus tersebut hanya bicara tentang uang atau pendanaan.
Demikian dikemukakan Budi Arwan, MSi dalam webinar bertema “20 Tahun Otonomi khusus di Tanah Papua: Sudah Efektifkah?” di Jakarta seraya mengklarifikasi bahwa kebijakan Otsus itu tetap berjalan sepanjang UU No. 21 Tahun 2001 tidak dicabut keberadaannya.
Menurut Budi Arwan, ada beberapa kekhususan yang diberikan kepada Papua dan Papua Barat, tentunya pertama dari sisi kelembagaan adanya Majelis Rakyat Papua yang merupakan representasi kultural masyarakat asli Papua yang memiliki kewenangan tertentu.
“Dari sisi pendanaan ada 3 penerimaan khusus dalam rangka otsus yaitu dana 2 % dari DAU nasional, kemudian adanya dana tambahan untuk mendukung infrastruktur, kemudian yang ketiga adalah BPH Migas, itu dari sisi keuangan. Kemudian ada dari sisi kewenangan, sebagaimana kewenangan yang diberikan oleh UU No. 21 Tahun 2001, hanya saja di pasal 4 UU No, 21 tahun 2001 kewenangan khusus dan kewenangan tertentu tersebut yang diberikan kepada kedua Provinsi ini diatur lebih lanjut dengan Perdasi dan Perdasus.
“Ketika Perdasi dan Perdasusnya belum ada, maka otomatis kewenangannya akan beralih pada ketentuan secara umum.yaotu UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dan UU Sektoral,” ujar Kasubdit Prov. Papua dan Papua Barat, Direktorat Penataan Daerah, Otsus, dan DPOD, Ditjen Otda Kemendagri ini.
Sementara itu, pemerhati masalah Papua, Bustaman al Rauf mengatakan, masyarakat Papua dan Papua Barat harus berterima kasih dengan adanya revisi UU Otsus, karena akan semakin baik tata kelolanya ke depan, sekaligus menutup ruang penyalahgunaan berbagai kalangan (Red)