Foto: Ilustrasi, sumber foto: Twitter/of_crowned Via Tribunnews.com
Stramed, Tiga anggota kelompok militan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) yang tertangkap mengaku menjalin kerja sama dengan pasukan Amerika Serikat yang ditempatkan di pangkalan al-Tanf di Provinsi Homs, Suriah, untuk melancarkan teror dan sabotase.
Laman Press TV melaporkan, Jumat (15/5), dalam pengakuan mereka yang disiarkan stasiun televisi pemerintah Suriah, SANA, pada Kamis malam, tiga orang anggota ISIS bernama Salah Jabir al-Zahir, Ali Salim Yahya dan Amr Abdul Ghafar Nimah namun di medan pertempuran mereka lebih dikenal dengan nama Abu Abdul Rahman al-Salafi, Abu al-Baraa al Hamsi dan Abu Sawan, mengungkapkan mereka diperintah oleh pasukan AS untuk menyerang pasukan pemerintah Suriah di sekitar kota tua Palmyra, pangkalan udara Tiyas–lebih dikenal T4, ladang gas Shair dan kilang minyak di sekitarnya.
“Suatu kali seorang anak buah komandan Hassan Alqam al-Jazrawi mendatangi saya dan bilang dia berkomunikasi dengan pasukan Amerika di pangkalan al-Tanf. Lelaki bernama Hassan al-Wali itu mengatakan merebut Palmyra dan pangkalan udara T4 adalah operasi penting dan pasukan AS akan menyediakan peluncur roket, senjata mesin, dukungan keuangan, mobil, dan apa pun yang kami perlukan,” kata salah seorang dari mereka, seperti dilansir stasiun televisi SANA.
“Dia juga menyebut pasukan Amerika akan mengerahkan pesawat pemantau untuk mengawasi pergerakan pasukan Suriah di wilayah Palmyra, dan memberi tahu informasi kegiatan mereka kepada kami,” ujar seorang dari anggota ISIS itu.
Militan ISIS yang belum lama ini ditangkap dalam operasi di Gurun Suriah, kemudian menyebut ada kerja sama antara para komandan mereka dengan kelompok yang mengaku bernama Pasukan Komando Revolusioner.
Pada kesempatan yang sama juga mereka mengatakan ada kerja sama antara para komandan mereka dengan pejabat senior di pasukan Kurdi SDF yang didukung pasukan AS.
Salah seorang dari anggota ISIS itu menuturkan, pembahasan kerja sama antara dua pihak itu juga terjadi di Raqqa, bekas ibu kota ISIS di Suriah.
“Ada koordinasi dalam setiap operasi yang kami lakukan. Dengan informasi dari pasukan AS kami bergerak dari Raqqa ke Deir-ez-Zor. Kami dikawal oleh tiga pasukan infanteri mobil dan dua Hummer milik pasukan AS yang menemai kami. Helikopter bersenjata juga terbang mengawal di atas kami selama perjalanan ke Deir-ez-Zor.
Untuk soal bantuan keuangan dan logistik, anggota ISIS itu menjelaskan, para komandan mereka mengusu soal ini secara bulanan di pangkalan al-Tanf.
“Mereka datang ke pangkalan setiap bulan dan membawa tiga kontainer makanan, amunisi, dan senjata, kebanyakan buatan AS. Kami mendapat seluruh logistik dari pangkalan itu. Siapa pun dari kami yang terluka akan dibawa ke pangkalan itu untuk dirawat.
Pangkalan al-Tanf adalah semacam tempat penampungan bagi kami. Kami akan pergi ke sana tiap kali pasukan Suriah menyerang. Kami menunggu beberapa pekan di sana dan menerima bantuan makanan dan juga pertolongan,” kata anggota ISIS yang tertangkap itu.
Pasukan AS melatih para militan anti-Damaskus di pangkalan al-Tanf yang terletak di perbatasan Suriah dengan Irak dan Yordania.
Washington sudah menyatakan secara sepihak bahwa kawasan sepanjang 55 kilometer di perbatasan itu adalah zona larangan militer dan kerap mengancam akan menyerang pasukan Suriah yang berada di daerah tersebut (https://babe.topbuzz.com).
Sementara itu, pengamat masalah militer dan internasional, Evita Rahayu mengatakan, pengakuan mantan anggota ISIS bahwa mereka bekerjasama atau “digunakan” oleh Amerika Serikat jelas menunjukkan kebenaran pernyataan mantan kandidat Presiden AS dan juga mantan Menlu AS, Hillary Rodham Clinton bahwa ISIS dibentuk oleh Amerika Serikat sendiri.
“Dimana-mana perang membutuhkan informasi intelijen yang sangat akurat di lokasi keberadaan musuh atau jantung musuh, sehingga dalam teorinya mereka perlu menggalang anggota militer atau teroris untuk dijadikan planted agent di lingkaran mereka yang informasinya jelas akan menguntungkan pihak yang menggunakan,” jelas Evita seraya menambahkan, penggunaan planted agent sangat penting bagi eksistensi organisasi intelijen strategis maupun intelijen taktis untuk dapat mensuplai informasi A1 kepada tim pemukul mereka yaitu militer terkait kemampuan, kelemahan, kekuatan dan niat musuh atau K3N.
“Intelijen yang tidak memiliki planted agent atau insan intelijen yang tidak memiliki jaring atau akses yang berkualitas sebaiknya dibubarkan atau pensiun dini,” sindirnya karena jelas informasinya tidak akan berguna (Red).