Foto: Rusuh di Papua, sumber foto: Indopos
Stramed, Pengamat intelijen Stanislaus Riyanta mengatakan, ujaran rasisme yang diucapkan oknum tertentu kepada mahasiswa Papua di Surabaya menjadi trigger terjadinya unjuk rasa masyarakat Papua di berbagai kota di Indonesia. Isu berkembang tidak hanya terkait protes atas ujaran rasis tersebut, tetapi juga mengarah kepada tuntutan untuk merdeka atau melepaskan diri dari Indonesia.
“Secara demonstratif masyarakat Papua yang melakukan unjuk rasa sudah berani untuk mengibarkan bendera Bintang Kejora, bahkan ketika melakukan unjuk rasa di seberang Istana,” ujarnya melalui keterangan tertulis, Kamis (29/8/2019).
Beberapa pihak mulai mengkritisi penanganan unjuk rasa Papua oleh aparat keamanan, bahkan membandingkan penanganan kelompok Papua dengan penanganan kelompok radikal ideologi dan pelaku teror. Aparat keamanan dianggap kurang tegas ketika menghadapi kelompok Papua, berbeda dengan sikap aparat keamanan terhadap kelompok radikal ideologis dan pelaku teror.
Menurut Stanislaus Riyanta, menangani Papua tidak mudah dan tidak bisa langsung dengan langkah represif. Ketika menangani pelaku teror dengan latar belakang ideologi, aparat keamanan mempunyai dasar hukum yang jelas yaitu UU No 5 Tahun 2019 tentang Anti terorisme.
“Aparat keamanan juga didukung oleh dunia internasional mengingat teroris sudah dipahami sebagai musuh bersama. Banyak negara sudah mengalami aksi teror dan menderita kerugian dan korban jiwa akibat aksi teror,” tuturnya.
Demo masyarakat Papua
Kasus Papua beda konteks dengan kasus terorisme oleh kelompok dengan paham radikal. Isu tentang HAM bahkan rasisme dipropagandakan oleh pihak-pihak tertentu. Bahkan, beberapa negara di kawasan pasifik selatan justru mendukung kemerdekaan Papua. Selain itu, diduga ada negara besar yang mempunyai kepentingan terhadap Papua terutama untuk menguasai sumber daya alamnya.
Papua mempunyai daya tarik yang cukup bagi media, dunia internasional, bahkan bagi pelaku bisnis. Tidak mengherankan jika ada indikasi campur tangan asing dalam kasus-kasus di Papua. Berbagai permasalahan di Papua yang ternyata tidak bisa cepat selesai hanya dengan otonomi khusus membuktikan bahwa kompleksitas masalah di Papua cukup tinggi.
Berbagai kasus unjuk rasa di berbagai kota di Indonesia terkait isu Papua yang hampir secara serentak terjadi tidak bisa hanya dianggap permasalahan karena faktor domestik. Papua menjadi panas, bahkan hingga merambat ke kota-kota lain di luar pulau Papua, menunjukkan bahwa ada pengaruh dan campur tangan pihak tertentu yang sengaja membuat keruh Indonesia melalui isu Papua.
“Melihat fakta-fakta aksi yang terjadi maka mau tidak mau harus diakui bahwa telah terjadi pendadakan strategis yang cukup membuat pemerintah kerepotan dalam menangani isu Papua ini. Pendadakan startegis ini bisa terjadi karena fungsi deteksi dini dan cegah dini atas ancaman kurang maksimal,” ujarnya. (Sumber: Okezone)