Oleh: Dr. Happy Susanto, MA
Stramed, Sebuah negara bisa disebut besar adalah ketika penduduknya sudah memiliki pendewasaan dari segala sikap, menghargai bangsa, menghargai demokrasi, dan tentunya menjunjung tinggi hak asasi manusia. Ini semua harus dilakukan untuk menyikapi hasil Pemilu 2019.
Kita harus bersyukur bahwa perhelatan politik yaitu Pemilu 2019 yang terdiri dari Pemilihan Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Presiden (Pilpres) bisa berjalan dengan baik, lancar dan relatif kondusif dengan berbagai dinamikanya. Catatan KPU menyebutkan bahwa tingkat partisipasi pemilih mencapai 81 persen.
Perbedaan politik adalah kewajaran yang terjadi diatas kompleksitas dan keberagaman penduduk kita. Namun ketika MK sudah mengetok palu dan memutuskan sengketa Pilpres maupun Pileg kita harus taat, karena negara kita adalah negara hukum, dimana hukum adalah panglima yang harus dikedepankan untuk menyelesaikan berbagai persoalan, termasuk sengketa Pilpres dan Pileg dalam Pemilu 2019 yang sudah diputuskan oleh MK secara final dan mengikat.
Selanjutnya, sebagai warga negara, kita harus segera melakukan rekonsiliasi sosial. Arti rekonsiliasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah perbuatan memulihkan hubungan persahabatan seperti keadaan semula. Sehingga Rekonsiliasi sosial adalah proses pemulihan persahabatan seperti semula dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Perhelatan politik akbar yang telah usai disadari ataupun tidak, telah menumbuhkan polarisasi kekubuan, baik perbedaan caleg, perbedaan partai, dan mengerucut pada perbedaan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden. Pesta politik yang telah usai dengan hasil yang sudah ditetapkan KPU harus diterima oleh semua pihak. Sengketa yang timbul usai pengumuman KPU dan telah diputuskan oleh lembaga yang berwenang yaitu MK harus kita terima dengan lapang dada. Rasa sakit bagi yang kalah dan rasa senang bagi yang menang adalah kewajaran. Namun, bila kita ingin negara ini menjadi negara besar maka kita harus menjadi dewasa. Artinya yang menang jangan menjadi jumawa dan yang kalah jangan berkecil hati atau segera Move On, masih banyak jalan lain untuk mengabdi untuk negeri ini.
Tantangan bagi yang menang adalah segera merangkul yang kalah sebagai bagian untuk membentuk pemerintahan yang efektif, bersih dan profesional. Masih banyak Pekerjaan Rumah (PR) bangsa ini, diantaranya Law Enforcement atau Penegakan Hukum, Penanggulangan Kemiskinan, Peningkatan Indeks dan yang lain adalah pekerjaan bersama seluruh anak bangsa.
Rekonsiliasi wajib dilakukan baik oleh elit politik maupun masyarakat di akar rumput untuk segera bekerja bersama membangun bangsa. Negeri ini dibangun melalui perjuangan berdarah dan saat ini kita harus berjuang menyamakan semangat kebangsaan kembali. Yang menang harus berjuang menjadi pemimpin bagi seluruh anak bangsa dengan adil dan yang kalah juga berjuang menyadari bahwa kekalahan politiknya adalah hal yang wajar dalam persaingan, masih ada waktu 5 tahun ke depan untuk berjuang di jalan lain dengan tujuan yang sama yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pemerintahan kedepan harus diisi oleh profesional dibidangnya, karena tanpa profesionalisme akan menumpuk persoalan yang baru. Sebaliknya, oposisi harus kritis yang solutif, memberikan alternatif penyelesaian secara humanis serta menjauhi debat yang menghujat. Indonesia harus menjadi negara demokratis yang sukses dalam proses Pemilu, sukses rekonsiliasi dan sukses membentuk pemerintahan yang kuat, karena tantangan kedepan adalah persaingan global internasional. Persoalan internal bangsa kita harus segera diselesaikan.
Indonesia yang memiliki 263 juta penduduk yang tersebar di 17 ribu pulau harus sepakat bahwa kebesaran, kejayaan dan kemajuan akan bisa diraih bangsa dengan kesamaan pandangan yang terwujud dalam kerja bersama sesuai bidang keahlian kita masing masing secara efektif. Mari kita lupakan perbedaan politik, kita dukung pemerintah yang telah dibentuk oleh Presiden dan Wakil Presiden terpilih, kita dukung DPR dalam bekerja dan marilah segera bekerja untuk bangsa dan negara serta untuk masa depan anak cucu kita.
*) Wakil Rektor I Universitas Muhammadiyah Ponorogo. Tulisan ini sudah dimuat di Harian Radar Ponorogo.
Disclaimer : Setiap opini di media ini menjadi tanggung jawab penulis. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai aturan pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini dan Redaksi akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang.