Stramed, Demokrasi itu ada yang melihatnya sebagai demokrasi formal atau prosedural. Dan seringkali yang formal dan prosedural itu hanya diukur lewat pemilu, atau pemilihan kepala daerah, atau pemilihan Presiden dan juga pemilihan wakil-wakil rakyat untuk di DPR atau DPRD. Ada lagi diukur lewat tata pemerintahan atau pelayanan publik, dan itu juga diukurnya lewat adanya institusi-institusi Pemerintah, ujar Founder of Lokataru Indonesia Haris Azhar dalam webinar tentang Demokrasi, HAM,& Rasisme di Papua, Sabtu (27/02).
Tetapi ada juga yang membantah demokrasi itu sebetulnya lebih melihat pada substansinya, dalam arti substansi itu apa yang diberikan, pelayanan-pelayanannya apakah sudah memenuhi standar dan lain-lain. Dan juga apakah yang menang dalam pemilihan-pemilihan atau orang-orang yang dipilih itu dia memproduksi satu rangkaian kebijakan dan pelaksanaan kebijakan dalam aspek keadilan, kesejahteraan, keamanan dan lain-lain, kata Haris.
Tapi dalam konteks yang mendasar sebetulnya demokrasi itu membutuhkan atau terkait satu prinsip yang namanya the rule of law. Dan demokrasi juga erat kaitannya dengan HAM, lalu kontrol terhadap kekuasaan, dan juga dari ketiga itu kita bisa melihat dan menguji. Kalau kita bicara tentang rule of law, saya pikir aturan main hukum itu memang mensyaratkanaturan-aturan hukum. Kita sudah punya struktur, kita sudah punya rujukan kalau pakai perspektif negara Republik Indonesia. Jelas mantan korrdinator KontraS ini.
Kalau kita bicara tentang rasisme itu pertama kali dan awal mula munculnya rasisme adalah cara pandang orang tentang kamidan mereka. Kami yang dimaksud adalah kelompok yang menyatakan diri berbeda dengan mereka. Awal mula munculnya rasisme itu dilihat dari perbedaan warna kulit, karena itu rasisme pertama dimunculkan oleh orang Spanyol dan Portugis. Awal mula itu saat Sintra, Sintra itu awaltahun 1462, dia orang Portugis yang masuk ke Sierra Lione, Ketika dia masuk dia melihat orang-orang asli Afrika Barat itu berbeda secara warna kulit. Karena itu warna kulit yang dipunyai dan dimiliki oleh orang Afrika Barat pada saat Sintra masuk pada tahun 1462 itu adalah warna hitam, maka didalam Bahasa Spanyol disebut negro, terang Natalius Pigai.
Menurutnya, ketika penyebutan negro didalam pemahaman imperioritas barat pada saat itu Portugis dan Spanyol masuk, itu adalah Barat menganggap dirinya adalah superioritas, dimana orang asli di Afrika Barat, terutama yang berada saat itu di Sierra Lione itu adalah suku Tembe dan Mande. Ketika kepala suku Tembe dan Mande bertemu Sintra itu karena warnanya berbeda, Sintra dan komunitasnya yang ikut Bersama dia menyatakan orang asli itu sebagai kelompok-kelompok yang primitif, kelompok yang jelek, kelompok yang kotor, maka mereka disebut kelompok negro.
Di Eropa sebetulnya rasisme ini dimulai oleh Herbert Spencer, yang dia bilang ada tigaras di dunia ini, yaitu warna kulit putih, kulit kuning dan kulit hitam. Kemudian dia bilang bahwa masyarakat itu akan berkembang otomatis karena pertambahan penduduk, sementara makanan terbatas. Sehiingga menurut dia, akan ada deferensiasi, karena pertambahan penduduk akan ada pembagian pekerjaan, pembagian segala sesuatu, ucap Akademisi dari Universtas Kristen Indonesia. Dr. Antie Solaiman, M.A.
Dan deferensiasi itu akan mengakibatkan juga fungsi-fungsi yang berubah, mungkin perempuan memelihara anak, laki-laki membuka kebun dan sebagainya. Setelah itu karena terus-menerus akan ada perubahan kedepan, mereka deferensiasi dan fungsi ini akan membuat integrasi yaitu pikiran dari Spencer, jelasnya.(Red)