
KN. Cadangan devisa Indonesia diprediksi masih berpotensi terkuras hingga akhir Semester I 2025 lantaran digunakan Bank Indonesia (BI) untuk mengintervensi pasar valuta asing (valas) demi stabilisasi nilai tukar rupiah. Senior Chief Economist Samuel Sekuritas Indonesia Fithra Faisal Hastiadi menjelaskan, dengan inflasi umum yang meningkat menjadi 1,95 persen pada April lalu ditambah keputusan bank sentral Amerika Serikat (The Fed) mempertahankan suku bunga tetap tinggi, BI diperkirakan akan mempertahankan nilai tukar rupiah tanpa mengubah suku bunga acuannya.
Salah satu cara menjaga stabilitas rupiah tanpa ubah suku bunga acuan ialah dengan menggunakan cadangan devisa untuk melakukan intervensi di pasar valas. Operasi valas mencerminkan sikap proaktif BI dalam menjaga stabilitas nilai tukar guna menahan ekspektasi inflasi, terutama ketika risiko inflasi impor muncul kembali. Pendekatan yang hati-hati ini memungkinkan pelonggaran makroprudensial untuk terus mendukung kredit dan pertumbuhan, meskipun pelaku pasar saham dan mata uang melakukan aksi ambil untung setelah pengumuman cadangan devisa yang jauh lebih rendah.
“Kami memperkirakan cadangan devisa Indonesia akan stabil di sekitar 150–155 miliar dollar AS pada Kuartal II 2025,” ujarnya dalam laporannya. Fithra mengungkapkan, upaya tersebutlah yang menyebabkan cadangan devisa RI terus turun hingga April 2025 menjadi 152,5 miliar dollar AS dari posisi akhir Desember 2024 yang sebanyak 155,7 miliar dollar AS. Pengurangan cadangan devisa juga sebagian didorong oleh pembayaran utang luar negeri pemerintah yang dijadwalkan dan pola musiman pada April.
Namun setelah dibantu dengan intervensi di pasar valas, mata uang garuda tersebut ternyata kembali mengalami tekanan depresiasi di tengah menguatnya dollar AS, meningkatnya imbal hasil Treasury AS, dan meningkatnya ketidakpastian pasar yang dipicu oleh ancaman tarif Presiden AS Donald Trump. Kendati demikian, cadangan devisa Indonesia masih memadai menurut standar global, yang mencakup 6,4 bulan impor atau 6,2 bulan impor ditambah kewajiban utang luar negeri pemerintah, jauh melebihi patokan kecukupan Dana Moneter Internasional (IMF) selama 3 bulan.
Ke depannya, Fithra memperkirakan, BI akan mempertahankan strategi intervensi dalam waktu dekat karena risiko eksternal masih ada, termasuk ketidakpastian atas laju normalisasi kebijakan The Fed, negosiasi perdagangan AS-China, dan volatilitas di pasar modal global. Selanjutnya, BI kemungkinan akan membangun kembali cadangan devisa akhir tahun ini. Hal ini didukung oleh ekspor komoditas yang kuat terutama minyak kelapa sawit dan batu bara, pemulihan pariwisata yang sedang berlangsung, dan arus masuk modal yang terkait dengan restrukturisasi perusahaan milik negara dan penerbitan obligasi negara. Oleh karenanya, selama tidak terjadi penurunan signifikan dalam risiko global, dia memperkirakan cadangan devisa Indonesia akan pulih secara bertahap pada Semester II 2025.
Dalam waktu kurang lebih setahun, 21 izin usaha Bank Perekonomian Rakyat (BPR) di Indonesia dicabut izin usahanya oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Penambahan terbaru terjadi pada April 2025 dengan ditutupnya PT BPRS Gebu Prima di Medan, Sumatera Selatan.
Penutupan BPRS Gebu Prima disebabkan perusahaan tidak mampu melakukan penyehatan, meski sudah diberi waktu kepada pemegang saham maupun dewan komisaris dan direksi. Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) juga sudah memastikan simpanan nasabah dapat dibayarkan sesuai dengan ketentuan berlaku. Pihaknya juga sudah menyiapkan proses pembayaran klaim penjaminan simpanan dan pelaksanaan likuidasi.
LPS pun akan melakukan rekonsiliasi dan verifikasi atas data simpanan dan informasi lainnya untuk menetapkan simpanan yang akan dibayar, rekonsiliasi dan verifikasi dimaksud akan diselesaikan LPS paling lama 90 hari kerja. Dana yang digunakan untuk pembayaran klaim penjaminan simpanan nasabah PT BPRS Gebu Prima bersumber dari dana LPS.
Nasabah dapat melihat status simpanannya di kantor PT BPRS Gebu Prima, atau melalui website LPS (www.lps.go.id) setelah LPS mengumumkan pembayaran klaim penjaminan simpanan nasabah BPR tersebut. Bagi debitur bank, tetap dapat melakukan pembayaran cicilan atau pelunasan pinjaman di kantor PT BPRS Gebu Prima dengan menghubungi Tim Likuidasi LPS.
Sekretaris Lembaga LPS, Jimmy Ardianto mengimbau agar nasabah PT BPRS Gebu Prima tetap tenang dan tidak terpancing atau terprovokasi untuk melakukan hal-hal yang dapat menghambat proses pembayaran klaim penjaminan dan likuidasi bank. Juga tidak mempercayai pihak-pihak yang mengaku dapat membantu pengurusan pembayaran klaim penjaminan simpanan dengan sejumlah imbalan atau biaya yang dibebankan kepada nasabah.
Sebelumnya, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae menerangkan banyaknya penutupan itu tidak menunjukan adanya goncangan terhadap sektor keuangan. Malahan itu menunjukan bahwa sistem pengawasan telah berjalan.
Dian, yang merupakan anggota Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) ex-officio, mengatakan bahwa lembaga itu dapat menyikapi jatuhnya BPR-BPR di berbagai tempat dengan cepat. Sehingga deposan masyarakat aman, dan masalah dapat diselesaikan dengan cepat.
Indonesia menjadi negara yang memiliki hambatan perdagangan internasional terbanyak. Hal ini terlihat dari Indonesia menempati posisi terakhir dalam International Trade Barrier Indeks 2025 yang disusun oleh Tholos Foundation. Trade Barrier Indeks (TBI) merupakan indeks yang membandingkan tingkat keterbukaan dan hambatan perdagangan antarnegara. Indeks ini mengukur hambatan perdagangan langsung dan tidak langsung dari 122 negara yang jika digabungkan mencakup 97 persen produk domestik bruto (PDB) global dan 80 persen populasi dunia.
Pada laporan ini, peringkat 1 hingga 5 diisi oleh Hong Kong, Singapura, Israel, Kanada, dan Jepang. Sementara peringkat 117 hingga 122 diisi oleh Vietnam, Thailand, Venezuela, India, Rusia, dan Indonesia. “Wilayah Asia Timur dan Pasifik memiliki rentang yang ekstrem, dengan Hong Kong peringkat pertama dan Singapura peringkat kedua yang unggul. Sementara Indonesia peringkat terakhir (peringkat 122) dan Vietnam peringkat 117 memiliki skor yang buruk dalam pilar tarif dan pembatasan layanan,” tulis Tholos Foundation dalam laporannya.
Laporan tersebut mengugkapkan, Indonesia berada di peringkat terbawah dalam Indeks Trade Barrier Indeks karena menerapkan tarif perdagangan yang tinggi serta pembatasan layanan. Hal ini salah satunya dapat dilihat dari pembatasan layanan untuk produk iPhone 16 di Indonesia sehingga produk tersebut tidak dapat dijual di Indonesia karena tidak memenuhi persyaratan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). “Indonesia berada di urutan terakhir dalam pilar ini dan menjadi subjek studi kasus TBI 2025 karena pembatasan layanan yang diberlakukan pada iPhone, yang mencegahnya menjangkau pasar karena persyaratan konten,” tulis laporan tersebut.
Sebagai informasi, TBI menilai hambatan perdagangan suatu negara menjadi dua kategori yakni hambatan langsung dan tidak langsung. Untuk hambatan langsung meliputi tarif, hambatan non-tarif (non-tariff barriers/NTB), dan pembatasan layanan. Sedangkan hambatan tidak langsung meliputi kinerja logistik, hak cipta, pembatasan perdagangan digital, dan keanggotaan dalam perjanjian perdagangan bebas (FTA).
Secara keseluruhan Indonesia mendapat nilai 5,84 dalam International Trade Barrier Indeks 2025. Hal ini dikarenakan penilaian terhadap aspek tarif dan layanan yang sebesar 7,11 dan 8,15. Kedua aspek penilaian tersebut berada di posisi 109 dan 122 dari 122 negara. Sementara untuk aspek penilaian hambatan non-tarif, Indonesia mendapatkan nilai 2,1 atau peringkat ke-79 dan penilaian fasilitasi sebesar 6 atau peringkat ke-87.
Sinyal pelemahan konsumsi mulai terlihat di perbankan. Tercatat kredit konsumsi yang disalurkan perbankan mengalami pelambatan pada Maret 2025. Bank Indonesia (BI) mencatat pertumbuhan kredit konsumsi sebesar 9,5% secara tahunan (year on year/YoY) menjadi Rp2.235,7 triliun pada Maret 2025, lebih lambat dari pertumbuhan 10,2% YoY pada bulan sebelumnya. Berdasarkan Analisis Uang Beredar BI, pelambatan terjadi di semua jenis kredit konsumsi yakni kredit pemilikan rumah (KPR), kredit kendaraan bermotor (KKB), dan kredit multiguna yang bersentuhan langsung dengan masyarakat. Laju pertumbuhan KPR terpantau melambat dari 10,7% YoY menjadi 8,9% pada Maret 2025, dengan total pembiayaan yang disalurkan mencapai Rp806,2 triliun. Pertumbuhan KKB juga melambat dari 6,1% YoY pada Februari 2025 menjadi 5,9% YoY pada bulan ketiga tahun ini, dengan total kredit sebesar Rp144,8 triliun.
Sementara itu, kredit multiguna tercatat tumbuh 9,7% YoY pada Maret 2025, lebih rendah dari pertumbuhan 10,3% YoY pada bulan sebelumnya. Total kredit multiguna yang disalurkan mencapai Rp1.284,7 triliun.
Ketahanan ekonomi Indonesia dari efek perlambatan ekonomi global kini terlihat makin melemah, menurut pandangan Center Centre for strategic and international Studies (CSIS).
Direktur Eksekutif Center for Strategic and International Studies (CSIS) Yose Rizal Damuri mengatakan, semakin melemahnya ketahanan ekonomi Indonesia kini terlihat dari pergerakan kurs rupiah yang melemah terhadap dolar AS. Padahal, indeks dolar cenderung tengah tertekan efek kebijakan perang dagang Presiden AS Donald Trump.
Sejak Trump mengumumkan pengenaan tarif resiprokal yang tinggi kepada negara-negara mitra dagang utamanya, Yose menegaskan, kondisi rupiah terus melemah terhadap dolar AS. Padahal, indeks dolar juga terus melemah seusai periode yang Trump sebut sebagai Liberation Day.
Kurs rupiah saat itu sudah tembus di level atas Rp 16.800 dan bahkan sudah menyentuh level Rp 16.900 per 9 April 2025. Sementara itu indeks dolar terus menurun ke level bawah 99.
Di sisi lain, ia mengatakan aliran modal asing tercatat terus keluar dari pasar keuangan domestik. Berdasarkan catatan BI, sepanjang tahun ini, dari awal tahun sampai dengan data setelmen hingga 30 April 2025, non residen tercatat jual neto sebesar Rp 49,56 triliun di pasar saham, Rp 12,05 triliun di SRBI, serta beli neto sebesar Rp 23,01 triliun di pasar SBN.
Yose berpendapat, mengkhawatirkannya ketahanan ekonomi domestik ini dipicu oleh permasalahan yang selama ini terbilang menjadi tameng saat masa krisis, namun kini malah melemah, yaitu masalah transparansi fiskal, dan isu tidak independennya kebijakan moneter.
Diperburuk dengan permasalahan yang selama krisis selalu menjadi masalah, yakni sektor riil atau iklim bisnis yang masih tersandung inefisiensi, serta ketenagakerjaan maupun daya beli yang kini makin tertekan.
Makanya, ia berpendapat, ke depannya pertumbuhan ekonomi akan semakin tertekan. Laju pertumbuhan ekonomi pada kuartal I-2025 yang telah ke posisi 4,87 menjadi awal tak akan lagi tercapainya pertumbuhan ekonomi yang selama satu dekade terakhir terus stagnan di kisaran 5%.
Indonesia menempati peringkat keempat dalam daftar negara dengan persentase penduduk miskin terbanyak pada 2024. Data ini tercantum dalam laporan Macro Poverty Outlook edisi April 2025 yang dirilis Bank Dunia.
Laporan tersebut memuat daftar 10 negara dengan persentase penduduk miskin tertinggi di dunia, berdasarkan standar garis kemiskinan yang ditetapkan oleh Bank Dunia. Persentasenya berkisar antara 34,6 persen hingga 63,4 persen.
Dalam laporan itu, yang dikutip dari Kompas.com, Indonesia tercatat memiliki 60,3 persen penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan. Angka tersebut menempatkan Indonesia di posisi keempat secara global, setelah Afrika Selatan, Namibia, dan Botswana.
Bank Dunia membedakan garis kemiskinan berdasarkan kategori pendapatan negara. Indonesia termasuk dalam kelompok negara berpendapatan menengah ke atas (upper middle income country). Oleh karena itu, ambang batas garis kemiskinan yang digunakan untuk Indonesia adalah sebesar 6,85 dollar AS per kapita per hari atau sekitar Rp 113.234 per hari.
Sebagai perbandingan, Bank Dunia juga memiliki dua standar garis kemiskinan lainnya: Garis kemiskinan internasional: 2,15 dollar AS per kapita per hari (sekitar Rp 35.540) Garis kemiskinan untuk negara berpendapatan menengah ke bawah: 3,65 dollar AS per kapita per hari (sekitar Rp 60.336).

Berikut daftar 10 negara dengan persentase penduduk miskin terbanyak versi Bank Dunia berdasarkan data tahun 2024:
1. Afrika Selatan: 63,4 persen
- Namibia: 62,5 persen
- Botswana: 61,9 persen
- Indonesia: 60,3 persen
- Guatemala: 57,3 persen
- Guinea Khatulistiwa: 57 persen
- Armenia: 51 persen
- Fiji: 50,1 persen
- Georgia: 35,6 persen
- Gabon: 34,6 persen