BENCANA BANJIR AKIBAT DEFORESTASI

Foto: Ilustrasi, sumber foto: Andhika/Detik.com

 

Oleh : Stefi V Farrah

Stramed, Sepanjang yang diberitakan di sejumlah media massa periode Januari sampai April 2019 misalnya, proses deforestrasi yang marak di Maluku telah menyebabkan banjir di beberapa daerah antara lain di Desa Loping Mulyo, Kecamatan Serut Timur Seti, yang mengenangi sebagian pemukiman warga dan pesawahan warga. Hal tersebut disebabkan hutan ditebang menjadi lahan perkebunan kelapa sawit oleh dua perusahaan swasta di daerah tersebut.

Sementara itu, di Trans SP 1 Waitiisa, Negeri Karlutu, Kecamatan Serut Barat, Kabupaten Maluku Tengah pada awal Januari misalnya terjadi banjir setinggi sampai 50 Cm karena hujan deras mengakibatkan Sungai Sala meluap dan merendam enam rumah warga serta sekitar dua hektar sawah.

Banjir menyebabkan tanaman sawah tersebut terancam gagal. Salah satu penyebab terjadinya banjir adalah gundulnya Hutan Karlutu akibat aktivitas salah satu perusahaan swas PT APL.

Banjir juga pernah melanda Desa Mitak, Kecamatan Wuarlabobar menyebabkan 4 rumah rusak berat, 2 rumah rusak ringan, 2,2 Km tanggul rusak berat, 2 unit motor laut rusak berat dan lain-lain.

Akhir Februari 2019, banjir menyerang Desa Samal dan Desa Waimusi, Kecamatan Serut Timur Kobi, Kabupaten Maluku Tengah dan menyebabkan 50 hektar sawah terendam banjir, 500 ton gabah hanyut, 2 km saluran irigasi rusak, 500 ekor bebek mati/hilang, 7 ribu kelapa kopra hanyut, 6,5 km jalan desa rusak, 220 buah rumah terendam banjir sekitar 1 sampai 2 meter. Sedangkan, di Desa Waimusi, Kecamatan Serut Timur Kobi menyebabkan 400 m tanggul penahan air jebol, 1 km jalan poros rusak berat, 20-25 ton gabah hanyut terbawa banjir, 20 hektar awah dan 5 hektar perkebunan rusak.

Selanjutnya, awal Maret 2019, banjir akibat curah hujan tinggi terjadi di Desa Buano Utara, Kecamatan Huamual Belakang, Kabupaten Seram Bagian Barat menyebabkan sekitar 200 rumah di bagian dataran rendah Desa Buano Utara terendam air setinggi 40 cm.

Salah seorang tokoh pemuda di Desa Englas, Kecamatan Bula, Kabupaten Seram Bagian Timur yang tidak mau disebutkan namanya mengatakan, kerusakan bibir jalan dekat Sungai Waefufa akibat banjir bandang. Salah satu penyebab banjir bandang ini adalah aktivitas perusahan-perusahan yang bergerak di bidang tambang galian C yang bermukim di hulu sungai, ditambah lagi tidak adanya normalisasi dan reboisasi hutan sehingga air banjir mudah menyerang kebun dan infrastuktur yang ada disekitarnya.

Salah seorang tokoh adat menyebutkan penyebab utama banjir di Desa Wae Loping adalah hutan gundul dan penanaman sawit yang dilakukan perusahaan swasta dan badan usaha lainnya yang membuka lahan tidak sesuai dengan aturan yang disepakati pemerintah daerah maupun masyarakat adat setempat juga memicu terjadinya kerusakan hutan sehingga terjadi banjir. Sedangkan, salah seorang pejabat daerah di Maluku Tengah menegaskan, banjir tersebut terjadi karena cuaca yang cukup ekstrim dan ditambah dengan beroperasinya sejumlah perusahaan secara liar dengan membuka lahan, sehingga menyebabkan kerusakan lingkungan, serta sungai meluap saat hujan.

Banjir di Provinsi Maluku telah terjadi sebanyak 9 kali sejak bulan Januari 2019, diantaranya lima kali di Kabupaten Maluku Tengah, satu kali di Kabupaten Kepulauan Tanimbar, satu kali di Kabupaten Seram Bagian Barat, satu kali di Kabupaten Seram Bagian Timur, dan satu kali di Kabupaten Buru. Adapun skala banjir paling luas terjadi di Desa Wae Loping, Kecamatan Serut Timur Seti yang merendam sekitar 230 rumah dan sekitar 100 ha sawah warga.

Selain karena faktor cuaca, banjir di beberapa daerah di Maluku, terutama di Maluku Tengah terjadi karena adanya deforestasi dan alih fungsi lahan, sehingga tidak ada penahan air saat curah hujan tinggi. Banjir di Kecamatan Serut Timur Seti dan Kecamatan Serut Timur Kobi, terjadi karena kawasan hutan penahan air hujan saat ini telah mengalami deforestasi dan beralih fungsi menjadi kebun sawit. Deforestasi juga terjadi di kawasan Negeri Karlutu, Kecamatan Seram Utara Barat, khususnya di kawasan Hutan Karlutu.

Tampaknya Kementerian Dalam Negeri perlu memerintahkan Pemprov Maluku untuk melakukan evaluasi terhadap aktivitas perusahaan-perusahaan swasta yang beroperasi di kawasan hutan di Kabupaten Maluku Tengah, karena diduga telah menimbulkan peningkatan eskalasi banjir di pemukiman penduduk sekitarnya, serta perusahaan kurang melakukan upaya reboisasi pada lahan gundul.

Disamping itu, tidak ada salahnya jika aparat penegak hukum di Maluku perlu mengecek kemungkinan adanya pelanggaran wilayah dan perizinan penggunaan hutan oleh sejumlah perusahaan swasta di Maluku Tengah.

*) Pemerhati lingkungan hidup

Disclaimer : Setiap opini di media ini menjadi tanggung jawab penulis. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai aturan pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini dan Redaksi akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang.

Related Posts

Surat Terbuka Gubernur Aceh Muzakir Manaf kepada Presiden Prabowo: “Pulau Kami, Harga Diri Kami!”

Bapak Presiden yang saya hormati, H. Prabowo Subianto — sahabat seperjalanan, yang dulu pernah menjadi lawan, kini menjadi saudara dalam cita-cita besar Republik.** Izinkan saya menulis surat terbuka ini. Bukan…

Ketua Majelis Syuro Partai Ummat Amien Rais dinilai otoriter oleh 27 DPW Partai Ummat

KN. Sejumlah Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai Ummat menyampaikan keprihatinan atas sejumlah keputusan yang diambil oleh Ketua Majelis Syuro Partai Ummat, Prof. Dr. M. Amien Rais, yang dinilai menimbulkan polemik internal…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *