Stramed-Jakarta. Keinginan pemerintah dan DPR RI untuk segera mengesahkan RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja tidaklah berjalan dengan mulus, walaupun sejumlah upaya dialog, membentuk tim bersama DPR RI dan buruh bahkan penggalangan terhadap kalangan yang menolak Omnibus Law banyak dilakukan K/L, namun gelombang penolakan dan “ancaman aksi unjuk rasa” masih terdengar. Menyikapi masalah ini, GMNI (Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia, red) bersama elemen buruh akan mengawal pembahasan RUU ini di DPR RI.
Berikut petikan wawancara dengan Dodi Nugraha yang juga Wakil Ketua DPP GMNI Bidang Kajian Perundang-undangan dan Advokasi Kebijakan di Jakarta.
Jika Omnibus Law ini disahkan, maka kaum buruh melakukan aksi penolakan, apakah hal ini dapat membahayakan keberlanjutan pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin?
Jawaban : Tentunya Omnibus Law ini adalah salah satu RUU yang diprioritaskan Oleh pemerintahan Jokowi-Maaruf, pemerintah hari ini berspekulasi apabila RUU Cipta Lapangan Kerja (omnibus law) disahkan akan menghilangkan tumpah tindih peraturan perundangan undangan, tapi spekulasi pemerintah ini membuat gejolak penolakan dimana mana tentunya semakin banyak para buruh, tani, mahasiswa dan aliansi gagalkan omnibus akan membuat aksi dan perlawanan, tentunya sampai ke ranah judicial review di Mahkamah Konstitusi apabila RUU ini dipaksakan tanpa mendengar yang menjadi aspirasi rakyat.
Tanggal 24 September 2020 bertepatan dengan Hari Tani Nasional, elemen buruh akan kembali menggelar aksi unjuk rasa terkait penolakan Omnibus Law RUU Cipta Kerja, apakah hal ini berarti kesepahaman DPR RI dengan 16 serikat buruh tidak berfungsi apa-apa?
Jawaban : Ya, karena RUU Cipta Lapangan Kerja (Omnibus Law) ini di ajukan pemerintah harusnya apabila ada gejolak penolakan dan penggagalan Omnibus Law ini tarikan kan nya aksi diistana dengan substansi dan gagasan yg baik, adapun momentum hari tani Nasional nanti tanggal 24 September 2020 akan menjadi gelombang besar penolakan dari manapun.
RUU Cipta Kerja menyebutkan bahwa ada uang penghargaan lainnya yang diberikan jika karyawan dengan masa kerja 3 – 6 tahun di PHK, maka berhak mendapatkan uang penghargaan. Bagaimana respons Anda?
Jawaban : Beberapa aliansi buruh mundur dari tim teknis, dengan alasan ada draft yg diusulkan mereka yg tidak bisa menjadi salah satu poin di klaster ketenagakerjaan, salah satu nya mereka mengusulkan UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang akan menjadi regulasi yang menurut mereka akan mendorong kesejahteraan buruh dan selama ini tuntutan buruh tidak lepas dari jaminas sosial, kesehatan, dan lain lain ini yg harus nya di dorong, tentunya ketika buruh ada penghargaan setelah PHK pun harus nya pemerintah memikirkan setelah mereka tidak bekerja apa tidak menyusahkan lagi dan menambah beban pemerintah? Itu yg menjadi persoalan.
Komnas HAM Minta Pembahasan Omnibus Law Dihentikan karena proses perumusan dan pembentukan RUU Cipta Kerja atau Omnibus Law bermasalah. Apakah efektif desakan Komnas HAM ini?
Jawaban : Menurut kami efektif ini menambah kekuatan secara kelembagaan yang nantinya bisa menjadi acuan pemerintah untuk terus membahas RUU Cipta Lapangan Kerja (Omnibus Law).
KRPI (Komite Revolusi Pendidikan Indonesia) memposting meme berjudul Pancasila Omnibus Law RUU Cipta Kerja yang isinya mengenai : (1) Investasi yang Maha Utama (2) Kerusakan alam, lingkungan hidup dan hak warga biarkan saja (3) Persatuan penguasa, pengusaha dan oligarki (4) Kekuasaan yang dipimpin oleh kehendak modal dan keserakahan (5) Keadilan dan kemakmuran sosial hanya bagi orang yang sangat kaya. Bhineka Tunggal Laba, berbeda-beda tetap untung jua. Bagaimana respons Anda?
Jawaban : Itu sebagai ekspresi kekecewaan mungkin, ketika aspirasinya tidak dapat dipertimbangkan. Pastinya, GMNI akan mengawal dan mendampingi buruh sampai RUU Cipta Lapangan Kerja ini dihentikan pembahasannya di DPR RI (Red/Wijaya).