Foto: Ijtima ulama IV, sumber foto: Istimewa
Stramed, Dengan berpedoman Ayat Al Quran ; Annisa 58, 135, Almaidah 8, 42, Al Hud 113, Ibrahim 42, An Nahl 90, As Syuro 227, Al Hujarat 9, serta hadist-hadist Nabi.
Ijtima ulama, bahwa sesunguhnya ulama aswaja telah sepakat bahwa penerapan syariat dan penegakan khilafah serta amar maruf nahi munkar adalah kewajiban agama islam.
Konstitusi NKRI, bahwa dlm konstitusi NKRI telah mengamanahkan untuk menegakkan kemanusiaaan yg adil dan beradab serta mewujudkan keadilan sosial bago seluruh rakyat Indonesia.
Perhatikan padangan, saran dan masukan saran peserta Ijtima Ulama IV ;
Pertama, melawan kedzaliman dan kecurangan di Indonesia harus tetap melalui jihad konstitusional.
Kedua, Pemilu 2019 adalah pemilu curang yg TSM dan brutal.
Ketiga, kematian lebih dari 500 perugas Pemilu tanpa otopsi dan ditambah ada lebih dari 11.000 petugas pemilu jatuh sakit serta dirawat di berbagai Rumah Sakit adalah tragedi kemanusiaan yang harus diusut tuntas untuk diketahui sebab dan musababnya.
Keempat, tragedi berdarah tanggal 21 dan 22 Mei yang mengakibatkan ratusan orang terluka, ada yang ditangkap dan disiksa, dibunuh dengan sadis dan brutal, 4 diantaranya adalah anak-anak merupakan bentuk pelanggaran HAM berat dan harus diproses dengan tuntas demi tegaknya keadilan.
Keputusan Ijtima Ulama dan Tokoh Nasional IV :
Memutuskan :
Menetapkan :
Pertama, menolak kekuasaan yang berdiri atas dasar kecurangan dan kezaliman serta mengambil jarak dengan kekuasaan tersebut.
Kedua, menolak segala putusan hukum yang tidak memenuhi prinsip keadilan.
Ketiga, mengajak seluruh ulama dan ummat untuk terus berjuang dan memperjuangkan penegakan hukum terhadap penodaan agama apapun oleh siapapun, sesuai amanat UU Anti Penodaan Agama yang tertuang dalam PNPS No. 1 Tahun 1965 jo. UU No. 5 Tahun 1969 Jo. KUHP Pasal 156 a.
Mencegah bangkitnya ideologi Marxisme, Leninisme, Komunisme, Maoisme dalam bentuk apapun dan cara bagaimana pun sesuai amanat TAP MPRS No. XXV tahun 1966, UU No. 27 Tahun 1999 Jo. KUHP Pasal 107a, 107b, 107c, 107d, dan 107e.
Menolak segala bentuk perwujudan tatanan ekonomi kapitalisme dan liberalisme di segala bidang termasuk penjualan aset negara kepada asing maupun aseng dan memberikan kesempatan kepada semua pribumi tanpa memandang suku maupun agama untuk menjadi tuan di negeri sendiri.
Pembentukan tim investigasi dan advokasi untuk mengusut tuntas Tragedi Pemilu 2019 yang terkait kematian lebih dari 500 petugas Pemilu tanpa otopsi dan lebih dari 11 ribu Petugas Pemilu yang jatuh sakit, serta ratusan rakyat yang terluka, ditangkap dan disiksa bahkan 10 orang dibunuh secara keji, yang 4 diantaranya adalah anak-anak.
Menghentikan agenda pembubaran ormas Islam dan stop kriminalisasi ulama maupun persekusi Da’i, serta bebaskan semua ulama dan aktivis 212 beserta simpatisannya yang ditahan/dipenjara pasca Aksi 212 Tahun 2016 hingga kini dari segala tuntutan, serta memulangkan Imam Besar Umat Islam Indonesia Muhammad Rizieq Husein Syihab ke Indonesia tanpa syarat apapun.
Mewujudkan NKRI Bersyariah yang berdasarkan Pancasila sebagaimana termaktub dalam pembukaan dan batang tubuh UUD 1945 dengan prinsip ayat suci diatas ayat konstitusi agar diimplementasikan dalam kehidupan beragama, berbangsa dan bernegara.
Keempat, perlunya Ijtima ulama dilembagakan sebagai wadah musyarawah antara Habaib dan Ulama serta tokoh Istiqomah untuk terus menjaga kemaslahatan agama, bangsa dan negara.
Kelima, perlunya dibangun kerjasama dari pusat hingga daerah antar ormas Islam dan Parpol yang selama ini istiqomah berjuang bersama Habaib dan ulama serta umat Islam dalam membela agama, bangsa dan negara.
Keenam, menyerukan kepada segenap umat Islam untuk mengonversi simpanan dalam bentuk logam mulia.
Ketujuh, membangun sistem kaderisasi yang sistematis dan terencana sebagai upaya melahirkan generasi Islam yang tangguh dan berkualitas.
Kedelapan, memberikan perhatian secara khusus terhadap isu dan masalah substansial tentang perempuan, anak dan keluarga melalui berbagai kebijakan dan regulasi yang tidak bertentangan dengan agama dan budaya.
Keputusan ini dibaca oleh KH Muhammad Yusuf Martak (Red)







