oleh Stanislaus Riyanta
Stramed, Otonomi Khusus (Otsus) Papua menjadi instumen penting bagi para stakeholder dalam membangun dan memajukan Papua. Namun. Namun, pelaksanaan Otsus selama hampir 20 tahun ini belum memenuhi harapan banyak pihak terutama masyarakat Papua, untuk itu perlu dilakukan perubahan atas Otonomi Khusus tersebut.
Perubahan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Provinsi Papua harus segera dilakukan. UU Nomor 20 Tahun 2001 yang berlaku selama dua puluh tahun akan selesai pada tahun 2021. Saat ini adalah kesempatan terakhir untuk melakukan perubahan UU Otonomi Khusus tersebut sehingga apda saat UU No 20 Tahun 2001 tersebutu berakhir, UU Otonomi Khusus yang sudah direvisi dapat diundangkan.
Saat ini Kementrian Dalam Negeri sudah menyiapkan dua skenario atas UU Otsus tersebut. Pertama otonomi khusus dilanjutkan dengan alokasi dana dari Dana Alokasi Umum. Kedua adalah revisi bertolak dari amanat Presiden tahun 2014 tentang pemerintahan otonomi khusus bagi Propinsi Papua. Dalam skenario kedua ada delapan poin yang akan dibahas antara lain masalah kewenangan, kerangka keuangan fiskal, ekonomi pembangunan, dan lainnya yang berujung pada percepatan pembangunan di Papua dan mereduksi isu-isu yang bisa merusak keutuhan NKRI.
Saat ini diskursus terkait UU Otsus Papua masih dinami. Berbagai penolakan dan dukungan masih cukup kuat. Di pihak DPR, UU Otsus Papua sudah masuk dalam Prolegnas Prioritas 2020, namun pelaksanaannya hingga saat ini masih banyak kendala. Adanya pandemi Covid-19 juga menjadi kendala yang serius bagi pembahasan UU Otsus Papua.
Revisi UU Otsus Papua multak dilakukan mengingat pelaksanaan Otsus 2001 hingga sekarang masih belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Berbagai permasalahan termasuk korupsi dan pembangunan yang tepat sasaran dan berorientasi pada kesejahteraan masyarakat masih menjadi tantangan serius dalam Otonomi Khusus Papua.
Dialog yang intensif antara pemerintah pusat dengan berbagai stakeholder yang mempunyai kepentingan dengan Papua perlu dilakukan. Stakeholder yang harus dilibatkan dalam pembahasan Otonomi Khusus tersebut antara lain DPRP/DPRD, Pemerintah Daerah, Majelis Rakyat Papua, Tokoh Agama, Tokoh Adat, Tokoh Budaya, dan Organisasi Masyarakat yang bisa menjadi representasi dari masyarakat Papua. Dialog stakeholder ini harus dalam pemahaman final bahwa Papua adalah bagian tidak terpisahkan dari Indonesia, dan diperlukan revisi Otonomi Khusus Papua untuk memajukan dan membangun Papua.
Jika ada stakeholder yang membawa isu diluar Papua sebagai bagian dari Indonesia maka pemerintah harus segera mengambil langkah-langkah strategis agar isu tersebut tidak berkembang dan menghambat pelaksanaan Otonomi Khusus Papua sebagai instrumen untuk memajukan dan membangun Papua. Dialog menjadi langkah penting dan wajib bagi seluruh stakeholder agar Otonomi Khusus Papua dapat dilaksanakan dengan baik dan bermanfaat bagi masyarakat Papua.
*) Stanislaus Riyanta, pengamat kebijakan publik
Disclaimer : Artikel ini menjadi tanggung jawab penulis. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai aturan pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis dan Redaksi akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang.