Foto: usman Hamid, Sumber foto: Suara
Stramed, Tindakan Veronica Koman saat menyampaikan data dan informasi melalui postingan media sosial tersebut merupakan bentuk upaya turut serta dari pembela HAM, bukan upaya provokasi, menyebarkan ujaran kebencian, dan menyiarkan berita bohong.
Pada tanggal 6 September 2019 Kepolisian Daerah Jawa Timur telah mengumumkan penetapan Tersangka terhadap Pembela Hak Asasi Manusia atas nama Veronika Koman, S.H dengan tuduhan melakukan Provokasi melalui media sosial dan menyiarkan berita bohong.
Berdasarkan monitoring dari media online, sedikitnya ada 4 (empat) postingan di akun Twitter Veronika Koman, yang dituduhkan sebagai Provokatif, penyebar berita bohong dan SARA yaitu: 1. Mobilisasi aksi monyet turun ke jalan untuk besok di Jayapura (18 Agustus 2019), 2. Moment polisi mulai tembak asrama Papua. Total 23 tembakan dan gas air mata. (17 Agustus 2019), 3. Anak-anak tidak makan selama 24 Jam, haus dan terkurung disuruh keluar ke lautan massa (19 Agustus 2019), 4. 43 Mahasiswa Papua ditangkap tanpa alasan yang jelas, 5 terluka, 1 terkena tembakan gas air mata (19 Agustus 2019).
Keempat postingan Veronika Koman di atas dan postingan-postingan yang lainnya sama sekali tidak mengandung unsur provokatif, berita bohong, apalagi ujaran kebencian seperti yang dituduhkan polisi. Keseluruhan postingan tersebut hanyalah memuat informasi seputar fakta yang terjadi terkait kericuhan di Asrama Papua Surabaya tanggal 16 Agustus 2019 lalu. Seluruh informasi yang disampaikan melalui postingan Veronica berdasarkan data dan informasi yang diperoleh dari mahasiswa Asrama Papua Surabaya yang mengalami kejadian kericuhan langsung di lapangan. Artinya, informasi yang diposting Veronica adalah valid dan terverifikasi.
Patut diketahui bahwa sejak tahun 2018 hingga saat kericuhan terjadi di Asrama Papua Surabaya bulan Agustus lalu, Veronica Koman bertindak sebagai kuasa hukum mahasiswa dan aktivis Papua. Maka saat Veronica Koman intens menyampaikan informasi seputar data dan fakta saat kericuhan terjadi melalui media sosial, yang bersangkutan tentulah bertindak sebagai kapasitasnya sebagai Kuasa Hukum mahasiswa dan aktivis Papua di Asrama Papua, Surabaya.
Tindakan Veronica Koman saat menyampaikan data dan informasi melalui postingan media sosial tersebut merupakan bentuk upaya turut serta dari Pembela HAM dalam memberikan perlindungan, penegakan dan pemajuan HAM dalam bentuk menyampaikan laporan pelanggaran HAM, mengajukan usulan mengenai perumusan dan kebijakan HAM, melakukan penelitian HAM, melakukan pendidikan HAM, dan terutama melakukan penyebarluasan informasi mengenai hak asasi manusia. Tindakan Veronica tersebut telah dijamin dalam Pasal 100, 101, 102, dan 103 UU RI Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Sehingga sama sekali bukanlah perbuatan tindak pidana.
Berdasarkan penjelasan di atas kami, Solidaritas Pembela Aktivis HAM, menilai: Pertama, Bahwa tindakan Polda Jawa Timur dalam menetapkan Veronika Koman sebagai Tersangka adalah sebuah kekeliruan dan ancaman bagi aktivis pembela Hak Asasi Manusia dalam menjalankan tugas pemajuan, perlindungan dan pemenuhan HAM; Kedua, Bahwa postingan yang disebarkan Veronika Koman melalui media sosial merupakan informasi yang memang benar terjadi di Asrama Papua berdasarkan informasi yang diperoleh dari mahasiswa Papua di Surabaya. Oleh karena postingan dalam akun media sosial tersebut hanya merupakan informasi yang terjadi dilapangan maka postingan Veronika sama sekali tidak mengandung unsur berita bohong, ujaran kebencian, dan provokasi sehingga tindakan Veronika Koman bukan merupakan tindak pidana karena dalam UUD RI 1945 pasal 28F “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari memperoleh, memiliki, menyimpan, mengelola dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
Ketiga, Bahwa tindakan Veronica Koman yang menyebarkan informasi seputar pelanggaran HAM merupakan bentuk dari kerja-kerja Pembela HAM serta bagian dari partisipasi masyarakat sebagaimana yang telah dijamin dalam Pasal 100, 101, 102, dan 103 UU RI Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia;
Keempat, Bahwa tindakan Veronika Koman berupa memberikan informasi hingga menyampaikan pendapat terhadap kejadian di Asrama Papua, dalam hal ini Veronika Koman menjalankan profesinya sebagai Advokat untuk melindungi kliennya yang saat itu berada di Asrama Papua. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat pasal 16 menyebutkan “Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan itikad baik untuk kepentingan pembelaan klien dalam sidang persidangan”.
Mahkamah Konstitusi dalam putusan No 88/PUU-X/2012 memperkuat bahwa tidak hanya dalam persidangan namun juga diluar persidangan tidak dapat dituntut baik secara perdata dan pidana berkaitan dengan menjalankan profesinya juncto Pasal 50 KUHP “Barang Siapa yang melakukan perbuatan untuk menjalankan peraturan perundang-undang, tidak di pidana”