
KN. Menko Perekonomian Airlangga Hartarto telah bertemu dengan jajaran pemerintahan Amerika Serikat (AS) di bawah Presiden Donald Trump pada pekan ini di Washington DC.
Airlangga didampingi Wakil Menteri Keuangan Thomas Djiwandono, Wakil Ketua Dewan Ekonomi Nasional Mari Elka Pangestu ketika bertemu dengan Secretary of Commerce Howard W. Lutnick, Board of Executives, dan juga United U.S. Treasury Trade Representative Jamieson Greer. Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Sugiono juga telah menemui Secretary of State Marco Rubio.
Sederet pertemuan tersebut untuk membahas tarif impor yang ditetapkan Trump terhadap impor dari Indonesia yang sekarang mencapai 47 persen. Awalnya, tarif yang diberlakukan untuk Indonesia adalah 10-37 persen.
Airlangga juga mengatakan perwakilan pemerintah Indonesia sudah melakukan zoom meeting dengan Secretary of Commerce, Mr. Howard Lutnick untuk pembahasan serupa.
“Dan dari hasil pembicaraan, Indonesia ini merupakan salah satu negara yang diterima lebih awal. Jadi ada beberapa negara lain yang sudah juga berbicara dengan pemerintah Amerika Serikat, antara lain Vietnam, Jepang, dan Italia,” jelas dia.
Sementara mengenai tarif impor dari Indonesia menjadi 47 persen, Airlangga menyebut hal itu jadi perhatian serius pemerintah Indonesia, karena akan menambah biaya ekspor ke AS jadi lebih tinggi.
Pemerintah Amerika Serikat (AS) menyoroti praktik pemeriksaan barang masuk yang rutin dilakukan Bea Cukai. Praktik yang saat ini berjalan dinilai berpotensi besar menciptakan aksi korupsi serta beban administrasi yang cukup tinggi.
Dikutip dari laporan National Trade Estimate (NTE) Report on Foreign Trade Barriers yang dirilis pada akhir Maret 2025, United State Trade Representative (USTR) membahas daftar hambatan perdagangan dari 59 negara mitra dagangnya, termasuk Indonesia.
Diketahui, laporan ini dirilis beberapa hari sebelum Presiden AS Donald Trump mengumumkan kebijakan tarif impor resiprokal. Khusus Indonesia, salah satu yang disoroti melalui laporan NTE ini ialah hambatan di Bea Cukai dan fasilitas perdagangan.
USTR mengatakan, pejabat Bea Cukai Indonesia sering mengandalkan jadwal harga referensi daripada menggunakan nilai transaksi sebagai metode penilaian utama. Padahal, nilai transaksi seharusnya menjadi metode utama, sebagaimana disyaratkan oleh Perjanjian Penilaian Bea Cukai (CVA) World Trade Organization (WTO).
Tidak hanya itu, USTR menyebut, para eksportir AS juga melaporkan penentuan nilai bea masuk yang kerap kali berbeda-beda di berbagai wilayah. Hal ini terjadi meski untuk produk yang sama.
Selanjutnya, juga disoroti tentang Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 16 Tahun 2021 tentang Verifikasi atau Penelusuran Teknis di Bidang Perdagangan Luar Negeri. Di dalamnya, diatur kewajiban verifikasi pra-pengiriman oleh perusahaan yang ditunjuk (surveyor) untuk berbagai macam produk termasuk elektronik, tekstil dan alas kaki, mainan, makanan dan minuman, dan kosmetik.
Namun demikian, yang menjadi permasalahan hingga 31 Desember 2024, Indonesia belum memberitahukan aturan tersebut kepada WTO sesuai dengan Perjanjian WTO tentang Pemeriksaan Pra-pengiriman.
Begitu juga dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190 Tahun 2022 yang menetapkan operasi kepabeanan untuk barang tidak berwujud seperti transmisi atau unduhan elektronik, termasuk persyaratan prosedural dan klasifikasi berdasarkan Bab 99 daftar tarif kepabeanan Indonesia.
“Para pemangku kepentingan melaporkan bahwa peraturan tersebut menciptakan beban administratif yang signifikan pada industri AS dengan memberlakukan persyaratan penyimpanan dokumen baru yang tidak terdefinisi dan tidak pasti,” tulis USTR.
USTR mengatakan, AS telah menyampaikan kekhawatirannya tentang tindakan ini ke Komite Fasilitasi Perdagangan WTO sejak Juni 2023. Selain itu, USTR juga menyoroti tentang ketentuan imbalan atau ‘bonus’ petugas bea cukai Indonesia hingga 50% dari nilai barang yang disita atau dari jumlah bea yang terutang.
Padahal, berdasarkan Perjanjian Fasilitasi Perdagangan WTO, Indonesia harus menghindari pemberian insentif serupa. Menurutnya, sistem ini berpotensi menimbulkan praktik korupsi hingga beban biaya administrasi tinggi.
Sejumlah pengusaha di AS menggugat Presiden Donald Trump terkait kebijakan perang dagang yang dilakukannya ke sejumlah negara melalui penerapan tarif impor tinggi belakangan ini ke Pengadilan Perdagangan Internasional AS.
Gugatan diajukan oleh Liberty Justice Center, sebuah kelompok advokasi hukum yang membela sejumlah pebisnis AS. Gugatan mereka ajukan karena perang dagang tersebut telah menimbulkan kerugian bisnis serius.
Gugatan juga diajukan karena pengusaha menilai kebijakan itu ilegal. Masalah legalitas penetapan tarif itu mereka dalihkan berdasarkan Undang-Undang Kekuatan Ekonomi Darurat Internasional (IEEPA).
UU IEEPA kata mereka memang memberi presiden kewenangan untuk memberlakukan kebijakan demi merespons ancaman yang luar biasa bagi ekonomi dan keamanan AS.
Tapi kata pengusaha itu, kriteria itu belum terpenuhi dalam kebijakan yang diambil Trump.
Gugatan tersebut juga menuduh bahwa undang-undang tersebut tidak mengizinkan presiden untuk mengenakan tarif secara sepihak.
Merespons gugatan itu, juru bicara Gedung Putih Harrison Fields mengatakan bahwa defisit perdagangan dengan negara lain merupakan darurat nasional.
Gugatan yang diajukan terhadap Trump terkait kebijakan perang dagang ini bukan yang pertama.
Pada tanggal 3 April, New Civil Liberties Alliance (NCLA), sebuah kelompok hak sipil menggugat Trump dengan alasan bahwa IEEPA tidak mengizinkan presiden untuk memberlakukan tarif.
Gugatan tersebut diajukan di Pengadilan Distrik AS untuk Distrik Utara Florida atas nama Simplified, sebuah perusahaan yang berbasis di Florida.
PT Kereta Api Indonesia melakukan investasi strategis,untuk mendukung logistik energi nasional. Investasi itu menjadi upaya penting untuk memenuhi kebutuhan vital masyarakat.
Terbaru, KAI memesan 54 lokomotif CC 205 dari Amerika dengan nilai mencapai USD 222,5 juta. Nilai investasi sekitar Rp3,56 triliun untuk melayani angkutan batu bara di Sumatera Selatan dan Lampung.
Vice President Public Relations KAI Anne Purba mengatakan sebagian batu bara mendukung ketahanan energi nasional Jawa dan Bali. “ Batu bara yang diangkut KAI untuk bahan bakar PLTU, menerangi rumah, kantor, industri menengah, kecil di Jawa, Bali,” kata Anne Purba.
Inilah investasi terbaik untuk masyarakat. “Inilah esensi investasi kami: menghadirkan manfaat besar bagi masyarakat luas,” ujarnya.
Batch pertama sebanyak 12 unit sedang dikirim ke Indonesia. Operasi dijadwalkan mulai awal Juli 2025, setelah uji coba menyeluruh.
“Sebelum dioperasikan, seluruh lokomotif akan menjalani serangkaian uji coba menyeluruh. Untuk memastikan performa optimal dan aspek keselamatan maksimal di lapangan,”lanjutnya
Sepanjang Maret 2025, KAI angkut 4.446.255 ton batu bara dengan kenaikan 5,28 persen, dibandingkan Maret 2024. Selama Januari-Maret, total angkutan mencapai 13.299.409 ton yang tumbuh 7,58 persen, dibandingkan tahun lalu.
Angkutan batu bara mencerminkan kinerja logistik yang kuat. “Dalam tiga bulan pertama tahun ini saja, kami sudah mengangkut 13,29 juta ton batu bara,”ujar Anne Purba.
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengungkapkan rencana Pemerintah Indonesia untuk menyeimbangkan surplus neraca perdagangan Indonesia terhadap Amerika Serikat (AS) dengan menambah jumlah impor produk liquefied petroleum gas (LPG) dan minyak dari AS dengan nilai kurang lebih di atas US$ 10 miliar atau Rp 168 triliun (kurs Rp 16.810).
Bahlil mengatakan, rencana penambahan jumlah impor lpg dan minyak dari AS merupakan respon dari kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengenakan tarif impor ke Indonesia sebesar 32%. Pasalnya berdasarkan data BPS, surplus neraca perdagangan Indonesia terhadap AS yang mencapai US$ 14-15 miliar.
“Kalau tidak seimbang, atas Arahan Bapak Presiden Prabowo kepada kami, coba periksa komoditas apalagi yang bisa kita beli di Amerika. Kami merekomendasikan dari ESDM adalah yang pertama, kami mengimpor sebagian minyak dari Amerika dengan menambah kuota impor LPG kami. Yang angkanya kurang di atas 10 miliar US$,” kata Bahlil di JCC, Jakarta Pusat.
Sebelumnya, Bahlil mengungkapkan jumlah impor produk LPG dari Amerika Serikat (AS) sebanyak 54% dari total pengadaan impor dalam negeri. Sisanya LPG diimpor dari Singapura, Afrika, Amerika Latin dan kawasan Timur Tengah.
Bahlil mengatakan, penambahan jumlah impor LPG dari AS tidak akan menyetop pasokan impor dari Singapura, Afrika, dan Amerika Latin.
“(Impor) dari negara lain tidak distop juga, volumenya yang mungkin dikurangi,” katanya.
Ia mengatakan, dalam perhitungan ulang tersebut juga bakal menghitung nilai ekonominya. “Jadi saya pikir semua ada cara untuk kita menghitung, dalam bisnis kan yang penting adalah produk yang diterima di negara kita adalah dengan harga yang kompetitif,” tambahnya.
Ia pun menjelaskan, saat ini, penghitungan impor di sektor energi dari AS masih difokuskan pada LPG dan minyak. Untuk minyak, porsi impor dari AS sebanyak 4%. Sementara untuk komoditas lain seperti LNG dan sektor BBM belum masuk perhitungan. Hal ini lantaran belum adanya kebutuhan yang mendesak.