
KN,
Pemerintah terlalu banyak berutang, mengurangi alokasi anggaran penting seperti pendidikan dan daerah. Kebijakan utang yang otoriter tanpa pengawasan parlemen membuat utang negara hampir mencapai 10.000 triliun, dengan beban bunga yang besar. Jika diteruskan, Prabowo akan mewarisi masalah ini, memperdalam krisis ekonomi. Demikian yang dikatakan Prof. Didik J. Rachbini dalam diskusi publik yang mengankat tema “Warisan Hutang Jokowi & Prospek Pemerintahan Prabowo”, Minggu (15/09/2024).
Reformasi Pengelolaan Utang Negara
Awalil Rizky mengatakan bahwa pemerintah berutang melalui surat utang dan pinjaman dengan total mencapai 9.536 triliun pada Desember 2023. Namun, definisi utang tidak mencakup kewajiban pensiun yang belum dicatat. Pengelolaan utang negara harus direformasi agar beban utang tidak semakin besar dari peningkatan pendapatan negara mereka.
Dr. Tauhid Ahmad berpendapat bahwa transisi pemerintahan dari Jokowi ke Prabowo harus memprioritaskan SDM dan ketahanan pangan. Namun, target pertumbuhan ekonomi hingga 7% akan memerlukan anggaran besar yang membuat tantangan besar bagi pengelola utang negara. Peningkatan penerimaan pajak dan efisiensi belanja harus diutamakan agar tidak terjebak dalam siklus utang.
Eisha Maghfiruha Rachbini, Ph.D mengatakan bahwa defisit anggaran yang terus terjadi membuat utang yang digunakan lebih banyak untuk membayar bunga daripada sektor produktif. Rasio pajak terhadap PDB menurun, dan belanja modal juga berkurang. Bahkan, pengelolaan utang yang buruk bisa mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan inflasi negara.
Prof. Tika Widiastuti menyampaikan bahwa sistem anggaran defisit yang diikuti dengan utang besar sangat membebani ekonomi. Dibutuhkan strategi efektif untuk memitigasi risiko utang dan memaksimalkan dampaknya terhadap pembangunan, termasuk mengurangi anggaran yang tidak produktif dan mendorong aktivitas ekonomi yang sehat.